Senin, September 25, 2006

Diganggu mahluk halus

Pada pukul 15.00 10 Septeber 1999, saya mendapat panggilan dari LP Cirebon. Petugas piket memberitahukan bahwa ada salah seorang Napi yang sakit keras. Dalam waktu tidak sampai 10 menit saya sudah berada didepan pintu portir. Petugas melaporkan ada Napi yang sakit dan perlu segera ditolong dokter.
Napi yang sakit adalah Nahar seorang tamping di seksi perawatan. Ketika berada di ruangannya saya melihat ia sedang berbaring dan dikelilingi oleh beberapa karyawan LP. Saya tanya kepada Napi yang sakit apa yang dirasakan? Katanya " tolong dokter. Saya sekarang sedang diikat." Saya balik tanya siapa yang mengikat? karena saya tidak melihat adanya tali yang melilit badanya. " Ada 3 orang besar yang mengikat saya dan saya tidak dapat bergerak". Saya ukur tekanan darahnya, saya periksa dan raba sekujur tubuhnya : tidak ada yang aneh selain ke 4 anggota geraknya tidak dapat bergerak sama sekali ( sedang diikat ? ). Nahar dapat diajak bicara dan dapat menjawab pertanyaan yang diajukan. Wah.. penyakit apakah ini. Pola penyakitnya tidak sesuai dengan salah satu penyakit yang saya pelajari di Fakultas Kedokteran. Saya melihat Pak Sadari, pembina di bagian rohani, sedang membacakan doa dan mengurut lengan dan kakinya. Katanya Nahar sedang diganggu mahluk halus entah siapa gerangan.
Insting saya muncul apakah tidak sebaiknya ditangani oleh orang pintar ( paranormal ) saja, karena saya tidak yakin dapat mendiagnosa apalagi mengobatinya. Lalu saya minta ijin pada Pak Maemun, Kepala Seksi Perawatan untuk menghadirkan seorang kenalan saya yang mungkin dapat menyembuhkan atau paling tidak meringankan penderitaannya. Oleh Pak M. yang saya jemput dirumahnya, Nahar dipegang kepalanya sambil dibacakan sesuatu. Pak M. berjuang untuk mengusir mereka yang mengganggu Nahar. Saat itu suasana tegang dan Pak M. mulai berkeringat. Sesaat kemudian Pak M. berkata kepada saya bahwa mereka yang semula tidak mau meninggalkan tubuh Nahar, sekarang sudah pergi dan silahkan dokter beri suntikan obat penenang. Nahar saya beri 1 suntikan Valium 10 mg. di bokong. Menurut laporan petugas jaga Nahar terbangun pada pukul 22.00 dan minta makan karena lapar. Keesokan harinya saya lihat Nahar sudah dapat berjalan dan bertugas seperti sebelumnya. Saya tanya " Har sebenarnya siapakah mereka yang mengikat engkau kemarin ?" Semula ia tidak mau bicara, tetapi setelah beberapa saat kemudian ia menjawab. "Sebenarnya saya sudah kaul bahwa saya akan memberi makan (ayam) untuk mereka." Karena uang kiriman dari keluarganya belum sampai maka pada hari yang dijanjikan, Nahar tidak dapat memberi makan mereka. Akhirnya mereka bertiga menagih janji Nahar dan mengikat Nahar. Akibatnya Nahar tidak dapat bangun ( sakit ). Dengan uang pinjaman Nahar akhirnya dapat memberi makan mereka dan sampai saat ini Nahar tidak diganggu lagi. Kami tidak tahu apa alasannya, mengapa Nahar harus memberi makan mereka ?
Sebagai dokter rasanya ilmu yang saya pelajari masih kurang, karena ada pasien yang tidak dapat diobati dengan Ilmu Kedokteran Barat.

Minggu, September 24, 2006

Dokter hebat

Suatu sore datang seorang nenek, 60 tahun, datang untuk memeriksakan seorang cucu laki-lakinya yang berumur 3 tahun, yang sakit panas. Saya bertanya,” Mana ibunya?” Ia menjawab, “Ibunya tidak bisa mengantar anaknya karena jualan di pasar dan ayahnya belum pulang kerja.” Saya berkomentar dalam hati, “Kasihan nih anak. Meskipun anaknya sakit, ibunya tidak bisa mengantar berobat karena sibuk mencari uang. Sibuk atau tidak mau mengantar?”. Rupanya anak mereka di rawat oleh neneknya.

Saya bertanya kepada nenek ini, “Sudah berapa lama panasnya, Bu?”
Ia menjawab, “Sudah 3 hari, Dok.”
Saya tanya lagi, ”Apakah sudah pernah berobat ke dokter lain?”
Ia menjawab,” Sudah, Dok. Hari pertama sakit, saya bawa ke Dokter Spesialis Anak dan diberi resep 2 macam, puyer dan sirop, tetapi tidak sembuh, walupun harga obatnya mahal. Keesokan sorenya saya bawa lagi ke dokter umum, diberi sirop 2 macam dan juga tidak sembuh. Hari ketiga saya bawa ke tempat Dokter Basuki.”
Lalu ia mengomel bahwa meskipun sudah berobat ke dokter dan dokter spesialis anak, cucunya tidak sembuh juga. Mana harga obat-obatnya mahal lagi.

Saya terkejut juga karena dalam waktu 3 hari, pasien ini sudah mengunjungi 3 orang dokter ( termasuk saya ) dan diberi obat cukup banyak. Setelah memeriksa pasien ini, insting saya mengatakan jangan-jangan anak ini sedang menderita sakit Tampek ( Morbilli ), karena ada panas, flu, radang mata merah ( conjunctivitis ), tidak selera makan, lesu berat dan sedikit skin rash ( bercak-bercak merah, gejala Tampek ) pada daerah muka. Saya membuat resep 3 macam saja yaitu sirop antibiotika, puyer yang berisi obat turun panas & obat batuk dan obat tetes mata. Saya menganjurkan agar pasien diberi kompres dingin dan banyak minum.

Saya membatin, apa tidak salah nih. Semestinya berobat kepada dokter umum dulu dan bila belum sembuh juga, barulah konsul ke dokter spesislis anak. Kasus saya ini malah terbalik, berobat dulu kepada dokter spesislis yang tidak sembuh lalu bertobat ke dokter umum.

2 hari kemudian nenek ini datang lagi dengan membawa pasien lainnya ( cucu yang lain ) berumur 5 tahun. Ketika ia masuk ke ruang periksa, nenek ini berkata, “Wah dokter hebat sekali.” ( ge er nih ).
“Apanya yang hebat, Bu” saya menjawab.
“Kemarin dulu saya membawa cucu saya kesini. Setelah minum obatnya maka besok paginya, ia tidak panas lagi sampai sekarang. Sakitnya sudah sembuh, hanya masih ada bercak-bercak merah pada badannya. Makanya sore ini saya membawa lagi cucu saya ini yang sakitnya sama, Dok. Tolong diperiksa dan minta resepnya lagi, Dok. Kami akan berlangganan ke dokter saja karena obatnya cocok.” ( wah…. saya setuju banget ).

Saya membatin,”Benar juga perkiraan saya. Ia sakit Tampek. Panas tidak turun-turun selama 3-4 hari. Hari ke 4 pasti turun. Wah bagaimana kalau saya jadi dokter pertama yang dikunjungi nenek ini? Saya juga pasti akan diomelinnya. Untung saya jadi dokter yang ketiga, bagaimana jadinya bila saya menjadi dokter yang pertama ? Setelah diberi obat standard saja, besoknya pada hari ke 4 panasnya turun.” Pantas nenek ini berkomentar bahwa saya adalah dokter yang hebat. ( hebat atau hebat ? )
Kakak pasien tadi pasti panasnya juga karena sakit Tampek. Penyakit ini biasanya mengenai 1 keluarga yang berumur anak-anak. Jadi bila adik nya sakit maka saudara-saudaranya atau tetangga atau teman sekelasnya juga akan sakit yang sama, karena penyakit ini menular melalui udara pernafasan, sama seperti Influenza.

Oleh karena itu disarankan agar janganlah terburu-buru, ganti-ganti dokter atau ganti-ganti obat. Berilah alam waktu untuk menyembuhkan. Semuanya ada waktunya. Ada waktu sakit, ada waktu sembuh. Setiap penyakit mempunyai gejala dan perjalanan penyakit masing-masing yang spesifik. Susahnya ya karena sekarang era instan. Inginnya begitu obat ditelan atau setelah disuntik penyakitnya hilang. Seperti iklan di TV, obat belum di telan juga penyakitnya sudah sembuh. Sembuh atau sembuh bohongan? termakan iklan yang menyesatkan konsumen.

*****

Sakit atau sehat?

Saya pernah mendapat kunjungan seorang pasien, laki-laki, 30 tahun yang mengeluh sakit kepala sebelah kiri sejak 1 minggu yang lalu.

Sebagai karyawan suatu perusahaan swasta yang baru ia dituntut suatu prestasi yang baik. Mungkin karena banyak stress, khawatir tidak lulus masa percobaan yang 3 bulan ia menderita sakit kepala sebelah ( Migren ).

Pada pemeriksaan ia tampak tidak sakit berat, kontak pembicaraan baik. Tekanan darah dalam batas normal sesuai umurnya, jantung dan paru-paru: normal, lain-lain : tidak ada kelainan.
Setelah melakukan pemeriksan, saya menuliskan resep obat yang terdiri dari 2 macam obat yang harus ia minum.

Ketika saya menyerahkan resep obat tersebut, pasien tersebut Tn A. mengatakan: “ Dokter saya ingin minta surat.”
“Surat apa? Surat Keterngan sakit ?”
“Bukan saya minta sebuah Surat yang menyatakan bahwa saya sehat.”
“Lho anda kan sedang sakit, jadi dokter memberikan resep bukan Surat Keterangan Sehat.”
“Tapi saya membutuhkan surat itu Dok, saya khawatir saya dikeluarkan dari pekerjaan saya bila tidak mempunyai Surat Keterangan Sehat itu.”
“Anda datang kesini untuk berobat atau untuk minta Surat Keterangan Sehat ?”
“Kedua-duanya Dok.”
Saya tak dapat menahan rasa geli terhadap pasien saya ini. Lalu saya menjawab: “Pilihlah minta Resep atau Surat Keterangan Sehat !”.
Ia terdiam.

Saya sodorkan resep yang sudah saya buat itu sambil berkata “Ini resepnya dan bila masih ingin minta Surat Keterngan Sehat, mintalah kepada dokter lain. Saya hanya dapat membuatkan sebuah resep untuk penyakit anda.”
Akhirnya ia menerima resep itu dan setelah membayar fee dokter ia mohon pamit kepada saya.
Setelah ia keluar saya membatin :”Inginnya sekali tepuk mendapat 2 tujuan, tidak mungkin dalam suatu waktu orang dikatakan sakit dan dalam keadaan sehat.”

Selama 21 tahun saya melakukan praktek dokter, baru kali ini saya berhadapan dengan pasien yang seperti itu. : )

*****