Selasa, Januari 30, 2007

Melatonin

Setibanya di kota Sydney pada tanggal 23 Desember 2000 dengan pesawat Garuda, saya mengalami jet lag. Perbedaan waktu antara Jakarta ( GMT + 7 ) dan Sydney ( GMT +4 ) atau 3 jam sebenarnya tidak begitu besar pengaruhnya terhadap tubuh saya. Meskipun demikian jam biologis yang ada di dalam tubuh saya perlu menyesuaikan diri terhadap waktu Sydney. Jet lag ini teratasi setelah 1-2 hari saya berada di Sydney.

Ketika saya mengunjungi kota Sydney pada tanggal 8 Desember 2005 dengan pesawat Qantas, jet lag ini hampir tidak terasa. Khasiat Melatonin kaplet yang saya minum pada malam hari setibanya di Sydney sangat membantu jam biologis saya. Kebiasaan bangun pagi pada pukul 05.00 WIB ternyata juga terjadi ketika saya di Sydney. Padahal saat itu masih pukul 02.00 dini hari ( WIB ) di Jakarta.

Melatonin ( N-acetyl-5methoxytryptamine ) merupakan hormon yang dihasilkan oleh Kelenjar Pineal yang terletak di otak manusia. Kelenjar Pineal memproduksi Melatonin pada malam hari sehingga Melatonin sangat dianjurkan dikonsumsi pada malam hari. Asam amino Tryptophan dirubah menjadi Serotonin oleh enzym Tryptophan hydroxylase dan 5-HTP decarboxylase. Serotonin akan dirunah menjadi Melatonin, oleh enzym Serotonin N transferase dan Hydroxy indole O-methyl transferase.

Melatonin sudah banyak diproduksi oleh beberapa negara ( USA, Australia dll ) dan sudah dipasarkan di Indonesia dalam bentuk kaplet atau kapsul 1, 2, 3 mg yang tergolong sebagai Food suplement. Melatonin dapat dibeli tanpa resep dokter.

Melatonin akan makin menurun dengan bertambah umur manusia, paling tajam terjadi penurunan pada umur 50 tahun keatas. Menjelang umur 60 tahun, kelenjar Pineal hanya akan menghasilkan setengah dari jumlah Melatonin yang dihasilkan ketika umur 20 tahun.

Sebenarnya hormon Melatonin ini banyak manfaatnya.

Melantonin antara lain berkhasiat:
Mengatasi Jet lag dan susah tidur ( insomnia )
Merupakan anti oksidan dan pemelihara kesehatan jantung
Anti Kanker
Anti gangguan endokrin
Menunda proses penuaan
Memelihara potensi seksual

Jet lag dan gangguan tidur:
Jet lag terjadi akibat perjalanan jarak jauh yang melewati batas waktu dan terjadi pada waktu yang singkat. Hal ini akan mengganggu ritme sirkadian tubuh. Ritme sirkadian membutuhkan waktu 1 hari untuk beradaptasi untuk melintasi setiap zona waktu. Dengan perkataan lain perbedaan waktu 5 jam akan membutuhkan rata-rata 5 hari penyesuaian. The Oxford Textbpook of Medicine menganjurkan penggunaan Diazepam ( obat penenang ) 10 mg untuk mengatasi gejala jet lag. Penyelidikan lebih lanjut terhadap awak pesawat penerbangan luar negeri, menunjukkan bahwa penggunaan Melatonin 5 mg selama 5 hari sejak kedatangan disuatu tenpat akan mempercepat gangguan jet lag, mood dan tidur.
Penggunaan 1 mg Melatonin mempunyai efek yang bagus terhadap gangguan tidur yang menahun. Penggunaan Melatonin tidak memberikan efek hangover ( perasaan tidak nyaman / melayang ) pada saat bangun pagi hari. Hang over sering terjadi pada penggunaan tablet Luminal pada malam hari sebelumnya.
Melatonin tidak hanya mempengaruhi ritme tidur tetapi juga mempengaruhi jenis dan kwalitas tidur yang kita alami. Tidur yang cukup ( 7- 8 jam ) akan membuat tubuh menjadi fit kembali ibarat aki mobil yang telah distrom semalaman, menjadi lebih segar.

Sebagai anti oksidan dan pemelihara kesehatan jantung:
Melatonin merupakan anti oksidan yang kuat. Radikal bebas adalah suatu eletron yang tidak berpasangan. Bila sebuah elektron ditambahkan O2 akan membentuk O2 radikal anion superoksid. O2 akan mengalami reduksi olen enzym Superoxyde dismutase menjadi H2O2 yang bersifat toksis bila terdapat dalam konsentrasi yang tinggi. H2O2 akan direduksi menjadi gugus OH. Radikal OH ( .OH ) akan merusak sel-sel tubuh. Melatonin efektip untuk menetralisir gugus OH ini.
Bila dibandingkan dengan anti oksidan yang lain seperti Vit. E, Vit. C, Selenium dan Gluthatione, maka daya anti oksidan Melatonin lebih kuat.
Banyak peneliti percaya bahwa plak yang menghambat aliran darah mulai tumbuh dalam arteri sebagai akibat dari luka di pusat arteri bagian dalam.
Penyebab luka ini adsalah disebabkan oleh oksidasi LDL ( kolesterol jahat ), oleh radikal-radikal bebas atau molekul-molekul Oksigen yang tidak stabil.
Melatonin adalah pemangsa radikal bebas sehingga dapat mencegah terjadinya luka awal dengan melahap radikal-radikal bebas sebelum mereka dapat menyerang LDL.
Mereka yang minum Vit E akan terserang penyakit Jantung sebanyak 40 % saja bila dibanding dengan mereka yang tidak mengkonsumsinya.
Melatonin juga merendahkan Kolesterol sehingga mencegah pembentukan endapan-endapan plak yang dapat menyumbat arteri dan aliran darah. Melatonin dapat menormalkan tekanan darah dan menghalangi kerja radikal-radikal bebas yang keduanya dapat merusak arteri dan melukai Jantung. Melatonin akan membantu menjaga agar Jantung tetap kuat dan efisien sepanjang hidup kita.

Sebagai anti Kanker:
Melatonin akan memperlambat proses penuaan sistim kekebalan yang dipercaya merupakan faktor anti kanker yang sangat ampuh. Melatonin akan meningkatkan keagresifan dan keefektipan sel-sel T atau pelawan-pelawan kanker alami tubuh manusia. Sel-sel inilah yang mencari dan menghancurkan sel-sel abnormal dan ganas sebelum dapat berkembang biak. Pada saat manusia menua maka sel-sel T akan kehilangan sebagian kekuatannya. Mempertinggi kinerja sel-sel T sangatlah penting yang dimiliki Melatonin dalam perlindungan manusia dari kanker. Kesimpulan dari penelitian oleh National Institutes of Health ( NIH ) pada tahun 1978, mengatakan bahwa wanita-wanita muda lebih kecil resikonya terkena Kanker Payudara dari pada wanita-wanita yang lebih tua umurnya, karena kadar Melatonin mereka lebih tinggi.


Anti gangguan endokrin:
Melatonin juga dapat membuat seks sebagai pengalaman yang menyenangkan pada usia berapapun. Melatonin mempertinggi efek Endorphin, suatu penenang alami yang dihasilkan oleh tubuh kita dan yang dapat meredakan rasa sakit dan stres. Pelepasan Endophin menghasilkan sensasi akan kesenangan dan kesehatan. Melatonin juga mengendalikan produksi 2 hormon pada Ibu-ibu baru melahirkan yang memicu produksi ASI yakni hormon Prolactin dan Oxytosin.


Melatonin untuk menunda proses penuaan:
Pada umur 20 tahun kadar Melatonin dalam darah manusia berada pada puncaknya sekitar 125 pikogram. Setelah itu kadarnya makin menurun secara pelan-pelan dan pada umur 40 tahun terjadi penurunan kadar Melatonin yang drastis dan pada umur 80 tahun kadar Melatonin tinggal setengahnya bila dibanding pada umur 20 tahun. Untuk mengatasi hal ini maka sejumlah Melatonin diburtuhkan untuk mengembalikan kadar Melatoin seperti pada waktu muda. Dengan memulihkan Melatonin pada kadarnya di waktu muda, maka akan terjadi pemulihan lonceng penuaan manusia dan membantu memelihara tubuh dalam kondisi muda.

Berapa banyak Melatonin yang dibutuhkan?
Untuk memelihara kadar Melatonin pada puncaknya dimasa muda, dianjurkan dosis-dosis berikut:

Umur / Dosis Melatonin:


40 – 44 tahun / 0,5 – 1,0 mg pada jam tidur

45 – 54 tahun / 1,0 – 2,0 mg pada jam tidur

55 – 74 tahun / 2,0 – 2,5 mg pada jam tidur

74 ke atas / 3,5 – 5 mg pada jam tidur




Dari daftar diatas dapat dilihat bahwa Melatonin diminum pada jam tidur dan dosis ditingkatkan seiring dengan umur. Bagi sebagian orang, Melatonin menyebabkan rasa mengantuk sehingga yang terbaik adalah meminumnya setengah jam sebelum tidur.

Melatonin dan potensi seksual:
Melatonin juga menghambat enzym 5-alfa-reductase yang menguraikan hormon Testosteron menjadi bentuk yang lebih ampuh yang dapat merangsang pertumbuhan sel-sel Prostat. Penghambat enzym ini dimiliki oleh obat Proscar sebagai obat untuk mengatasi Hypertrophy Prostat.
Melatonin menghambat proses arteriosclerosis yang menyebakan terjadinya penurunan aliran darah ke Penis sehingga menimbulkan Impotensi atau Disfungsi ereksi pada pria.
Melatonin pada wanita meninggikan dorongan seks mereka dan memperbaiki kehidupan seks mereka. Melatonin membuat wanita merasa lebih sehat secara umum.
Oleh karena khasiat-khasiatnya yang menunda proses poenuaan, Melatonin juga dapat membantu mencegah masalah-masalah fisik yang berkenaan dengan proses penuaan yang sering kali mengganggu hubungan seksual yang memuaskan. Singkat kata, Melatonin adalah hormon yang meninggikan daya seks yang membantu mendukung minat yang sehat terhadap seks seumur hidup.

( Dari berbagai sumber, Dr. Basuki Pramana )

Minggu, Januari 28, 2007

Pasien meninggal

Tgl 27 Des 2005 jam 21.30:
saya memenuhi panggilan sebuah keluarga di Jl. P., Cirebon.
Ibu S. ( pernah berobat di tempat praktek saya ) minta bantuan saya untuk memeriksa adik laki-laki, Tn. P, 54 tahun yang tidak mau makan sejak tadi pagi dan sedikit batuk..

Tn P. ini idiot, keadaan umum: sadar, cachexis ( kurus ), sukar diajak bicara ( kontak inadekwat ), tensi darah: 120/80, kaki sedikit bengkak ( ankle edema ), Jantung / Paru/ Abdomen: dalam batas normal, Kulit: turgor kurang baik ( dehydrasi?).

Setelah saya menulis resep Vitamin, Obat batuk , Antibiotika Amoxycilin 500 mg, saya meninggalkan rumah mereka.

2 hari kemudian, saya di telepon oleh Ibu S tadi yang mau minta tolong lagi untuk memeriksa pasien lain yang masih keluarganya di Jl. S., Cirebon. Saya menyanggupi untuk mendatangi rumah pasien pada jam 21.30 setelah pulang praktek.

Saya bertanya kepada Ibu S. “Ibu, bagaimana perkembangan pasien Tn P.?”
Ibu S menjawab “Adik saya,P. sudah selamat, Dok.”
Saya mengomentari “Iya syukurlah kalau sudah membaik dan mau makan.”Ibu S menjawab lagi “Dok, si P. itu sudah kami makamkan di pekuburan Pronggol Cirebon.”
Saya tersentak “O ya? Kok bisa begitu Bu. Bagaimana ceritanya?”

Ibu S menjawab lagi “Setelah Pak Dokter pulang, suami saya membelikan resep dokter di salah satu apotik 24 jam. Sepulangnya dari apotik, kami bermaksud akan memberikan obat tsb kepada adik saya, P itu. Kami membangunkan P. dari tempat tidurnya, tetapi tidak ada reaksi apa-apa. Ternyata adik kami P sudah dipanggil Tuhan. Besoknya kami makamkan di pekuburan Pronggol. Obat dari Dokter Basuki belum sempat diminumnya.”

Saya berkata “Ibu, saya turut berduka cita. Jadi obat belum sempat di minum ya.”

Ibu S “ Belum diminum, Dok.”

Di dalam hati saya berkata, untung belum diminum, bagaimana kalau setelah diminum obatnya dan ia meninggal dunia? Mungkin ceritanya jadi panjang dan keluarganya akan menuntut saya. Obat apa yang telah diresepkan, dsb ?

Dari pembicaraan kami nampaknya Ibu S. tidak menyalahkan saya atas meninggalnya P, karena keadaan P sejak kecil sudah banyak menderita dan ia ikhlas bila Tuhan memanggilnya saat itu.

Kedatangan dokter hanya suatu kebetulan saja. Siapapun, dan kapanpun bila Tuhan memanggilnya maka tidak ada kuasa lain yang dapat mencegahnya. Sikap Ibu S. yang tidak menyalahkan saya, terbukti dari permohonannya kepada saya 2 hari kemudian minta tolong lagi untuk memeriksa salah satu familinya yang lain. Kalau ia tidak puas dengan pelayanan saya, maka pastilah ia tidak akan mau minta pertolongan saya lagi.

Pernah saya mendapat komentar dari seorang pasien ketika saya tidak buka praktek karena sakit. “Kok dokter bisa sakit sih?”
Saya jawab “Jangankan sakit pak, dokter pun bisa meninggal dunia kok. “

Ia menjawab “Iya benar ya dok. Dokter kan manusia juga ya.”

Sejak itu saya lebih bersikap rendah hati dan tidak menyombongkan diri meskipun menjadi dokter bahkan sudah pensiun, karena masih ada kuasa yang jauh lebih besar dari Sang Pencipta.

Serangan Jantung

Awal Agustus 2005:
Saya mendapat e-mail dari putra kami A. P. bahwa ia akan di wisuda pada tgl 15 Des 2005. Sejak 1998 ia melanjutkan study Kedokteran Umum di UNSW, University of New South Wales, Sydney, NSW, Australia. Kami gembira dan sudah sejak lama kami berdoa agar studynya dapat selesai pada waktunya. Penantian yang lama ini akhirnya terjawab. Kami bersyukur kepada Tuhan.

Saya dan isteri mempersiapkan Pasport dan Visa kunjungan yang kedua kalinya ke Australia. Sejak Kedubes Australia mendapat ancaman bom pada tahun 2004, tidak mudah memasuki Gedung Kedubes Australia di Jakarta. Untuk permohonan Visa saya lakukan melalui e-mail. Kami diberi Multiple Visa Turist selama 3 bulan 11 Okt 2005 – 11 Jan 2006.

Kami mendapatkan tiket promosi pesawat Qantas Jkt – Syd – Jkt yang lebih murah US$100 dari pada biasanya, US$515/orang. Kami akan pergi dan kembali tanggal 7 – 21 Des 2005. Bila kami tidak berangkat tgl. 7 Des 2005 tiket akan hangus. Bulan Desember adalah bulan high season karena ada liburan Natal dan tahun Baru, sehingga perlu pesan tiket pesawat jauh-jauh hari.


Sabtu 3 Des 2005:
Bangun tidur pk, 04.00 pagi setelah b.a.k. saya merasa nyeri pada dada kiri. Saya taruh 1 tablet Cedocard ( pelebar pembuluh darah Koroner ) di bawah lidah ( sublingual ). Sampai pk. 05.00 nyeri tidak juga mereda. Saya kena serangan Jantung! Isteriku menelepon Dr. S. Sp.JP, FIHA, Ahli Jantung. Beliau menginstruksikan agar kami segera ke UGD ( Unit Gawat Darurat ) R.S.U. GJ. 05.15 saya diatas brankar masuk UGD dan segera dibuat rekaman jantung, EKG ( Elektro Kardio Grafi ). Ada penyempitan pembuluh darah Koroner sebelah kanan bawah!

Saya segera didorong masuk ke ICU ( Intensive Care Unit ), lengan kiri ditusuk beberapa kali untuk mengambil sample darah untuk bermacam-macam pemeriksaan. Lengan kananku ditusuk untuk memasang cairan infus & obat-obatan. Ke 2 lubang hidungku disumbat 2 slang kecil untuk memberikan gas Oksigen.

Pk. 08.35 infus Strepokinase 1,5 juta Unit dalam Glukose 5 % masuk kedalam tubuhku. Obat ini mesti diinfuskan dalam waktu, golden periode 6 jam setelah serangan tiba. Jadi maksimal pk. 10.00 saya sudah harus mendapat infus obat ini. Bila tidak, maka keadaan makin memburuk, bokongku disuntik 2,5 mg Pethidin ( Morfin sintetik ) untuk meredakan nyeri dada saya.

Ah…..menjadi pasien sungguh sangat tidak nyaman, kalau bisa janganlah sakit. Setelah 1 jam nyeri banyak berkurang, meskipun belum 100 %. Saya bersyukur. Saya masih diberi kesempatan hidup lebih lama oleh Tuhan.

Pk. 13.00 saya mendapat suntikan Pethidin ulangan.
Sore hari sekitar pk. 15.30 saya merasa sudah tidak sakit kembali. Saya merasa sehat. Terima kasih kepada Tuhan yang telah menyembuhkanku melalui tangan Dr. S.

Sore hari pk. 17.00 saat makan malam tiba saya mendapat jatah makan berupa bubur, ayam, tempe dan tahu ( semuanya tawar, tanpa garam ). Enak tidak enak, makan malam ini harus saya telan juga, dari pada kelaparan yang sejak dini hari perut belum diisi makanan.

Dukungan PT Askes Indonesia dalam pemberian obat-obatan sangat membantu kami. Kartu Askesku oleh isteriku segera diperbaharui. 1 botol kecil yang berisi bubuk obat Thrombolytic yaitu Streptokinase 1,5 juta Unit seharga Rp. 3 juta pun ditanggung Askes. Sejak menjadi PNS saya menggunakan Askes hanya untuk meminta penggantian Lensa kacamata saya. Saat itu saya sangat membutuhkan bantuan untuk menunjang obat yang mahal harganya untuk meringankan penderitaanku.

Seminggu sebelum 2 Des 2005 saya melakukan pemeriksaan Darah, USG Perut dan Foto Thorax ( jantung dan paru-paru ). Hasil cek up kesehatan tsb dalam batas normal. Saya merasa tidak ada masalah dengan kesehatan, selain masalah kelebihan berat badan. Memang sakit bisa datang tanpa diundang.
Mengapa beberapa hari sebelum saya terbang menuju Sydney saya mendapat seranganJantung


Senin 5 Des 2005:
Pukul 14.15 saya dipindahkan ke ruangan perawatan biasa, Sebagai Pensiunan PNS ( Pegawai Negeri Sipil ) Gol. IV a, saya mendapat jatah ruangan Kelas I. Oleh karena tempat tidak tersedia, maka saya meminta Kamar Super VIP ( sekali-kali saya ingin merasakan nyamannya kamar ini ). Saya masuk kamar No. 2. Disini saya merasakan sebagai orang normal kembali. Dapat bernafas tanpa slang Oksigen, jalan, mandi hangat, keramas, mendengar dan melihat siaran TV tentang Resufle Kabinet R.I. yang diumumkan Presiden SBY. Banyak tamu dan teman yang berkunjung dan mendoakan agar saya lekas sembuh.
Ada yang berkomentar “Kok dokter bisa sakit.”
Saya jawab ”Meskipun dokter, bisa saja sakit dan banyak pula yang meninggal dunia. Jangankan Dokter, Presiden dan semua manusia akan meninggal dunia pada waktunya.” Mereka mengiyakan perkataanku. Saya merasa lebih nyaman menempati ruang perawatan ini, yang termahal tarifnya di R.S. ini, tetapi kenyamananku ini segera berakhir.

Selasa 6 Des 2005:
Pukul 10.00 isteriku mendapat SMS dari adik iparku di Jakarta, bahwa tiket hangus bila tidak dipakai berangkat ke Sydney tgl 7 Des 2005.
Kami sebenarnya ingin diundur tgn 12. Des 2005, agar saya bisa recovery minimal 1 minggu lagi, tetapi set pesawat tidak tersedia. Jadi mau tak mau kami harus terbang ke Sydney tgl 7 Des 2005. Kami minta ijin Dr. S, untuk boleh meninggalkan RSUD GJ tgl 6 Des 2005, hari itu juga. Pulang paksa.

Saya membatin “Mengapa beberapa hari sebelum saya terbang menuju Sydney saya mendapat serangan Jantung dan mengapa sehari sebelum menuju Sydney kesehatan saya sudah membaik?” Tuhan mempunyai rencana lain terhadap hidup saya. Saya sangat bersyukur Tuhan masih memberi hidupo kepada saya.

Rabu 7 Des 2005:
Pukul 06.10 pagi WIB saya dan isteri dengan adikku berangkat ke Jakarta naik kereta api Cirebon Expres. Kami beristirahat di rumah adikku, menunggu waktu berangkat ke Sukarno-Hatta airport.

Pukul 16.30 kami mendapat telepon dari Pak A. dari Qantas bahwa keberangkatan pesawat Qantas yang akan membawa kami terbang ke Sydney diundurkan waktu keberangkatannya dari pukul 20.45 menjadi pukul 22.20 karena ada sedikit kerusakan pesawat dibagian bagasinya.
Pesawat yang akan kami tumpangi ini berasal dari pesawat yang datang dari Sydney. Jadi pesawatnya itu-itu juga. Ganti Pilot, Co Pilot, awak kabin, isi bahan bakar ( avtur ), diperiksa oleh petugas tehnisi pesawat dan terbang lagi menuju Sydney. Saya mengirim SMS kepada puitra kami, A.P. yang akan menjemput kami di Sydney airport tentang hal ini agar menjemput kami tepat waktu.

Pukul 22.10 para penumpang QA 42 mulai memasuki pesawat Boeing 727, Jumlah penumpang 167 orang. Kami melihat masih ada beberapa seat yang kosong. Posisi seat 2-3-2. Disamping kiri dan kanan masing-masing 2 seat dan di tengah 3 seat. Kami mendapat seat nomer 43 D dan 43 E. Seat 43 F disampingku sampai pesawat take off, terlihat masih kosong. Oh... Tuhan Maha Baik kepada saya. Berarti 2 seat dapat kupakai rebahan. Setelah Dinner saya berbaring dengan kepala dipangkuan isteriku. Saya dapat beristirahat dengan nyaman di atas pesawat.
Siang hari sebelum ke airport kami memesan Vegetarian meal sebagai makan malamku ke Qantas melalui Travel Biro Perjalanan tempat kami membeli Tiket pesawat. Dibandingkan dengan Garuda, makanan yang tersedia bagi para penumpang lebih baik dan enak serta pelayanan awak kabin lebih ramah.

Pukul 22.45 setelah lepas landas para awak pesawat menghidangkan makan malam kami, vegetarian meal.
Sarapan pagi berupa kue mangkok yang cukup besar dan air teh / kopi dihidangkan 1 jam sebelum kami landing di Sydney airport.
Selama perjalanan Jakarta – Sydney pesawat terbang dengan mulus, tidak ada gangguan cuaca dll. Pesawat berada di ketinggian 37.000 feet dan suhu diluar pesawat -37 derajat Celcius. ( air membeku pada suhu -4 derajat Celcius ).
Perbedaan waktu antara WIB dan Sydney adalah 4 jam. Waktu Sydney: WIB + 4 jam, cukup membuat jam biologis yang ada di badan kami masih belum menyesuaikan, padahal perjalanan ini adalah yang ke 2 bagi kami. Yang pertama kali yaitu pada akhir Januari 2000 saya terbang ke Sydney untuk yang pertama kalinya. Akhir tahun / awal tahun merupakan musim panas ( summer ) di Sydney sehingga cuaca mirip dengan udara dan cuaca Jakarta / Cirebon.


Kamis, 8 Des 2005:
Pukul 09.00 ( Sydney time )
Kami dijemput putra kami Ari, pesawat Qantas QF42 landing pukul 09.00 ( on time ). Turun dari pesawat kami menuju ke Bagian Imigrasi. Pasport isteriku segera distempel dan dikembalikan. Pasportku diserahkan kepada petugas lain. Saya bertanya “Any problem with my passport, Sir?”
Ia menjawab “Your pasport. Follow me.”
Ia menyerahkan kepada temannya, seorang wanita. Ia segera men-scanning pasport saya. Saya melihat sebuah wajah yang ada di pasportku di layar monitor.
Mungkin wajahku seperti wajah terorist. Saya berdoa “Ya, Tuhan jangan ada masalah dengan pasportku.” Kalau ya, maka sangat mungkin saya akan dideportasikan dengan pesawat berikutnya kembali ke Jakarta. Ia memeriksa sebentar, kemudian ia dengan wajah yang simpatik membubuhkan stempel tanda kedatanganku ke Sydney.
“Oh Tuhan terima kasih.” Ia berkata “Please, that way”, sambil menunjuk ke arah mana saya meninggalkan bagian Imigrasi untuk selanjutnya mengambil 2 koper pakaian kami di 3 ban berjalan.

Masalah berikutnya kami alami lagi.
Semua koper penumpang dari pesawat QA42 diturunkan dan diletakkkan di 3 ban berjalan berputar. Para penumpang segera mengambil koper-kopernya. Kami menunggu koper kami di ban berjalan ke 1. Sekitar 15 menit kami menunggu dengan sia-sia. Koper-koper kami tidak ada di ban berjalan ini demikian juga di ban berjalan ke 2. Saat itu tersisa 3 penumpang yang tampak menunggu kopernya. Penumpang lainnya sudah menuju pintu keluar. Akhirnya ke 2 koper kami nampak berputar di ban berjalan ke 3. “Terima kasih Tuhan.” Kalau tidak mau dipusingkan dengan waktu menunggu koper dan stres kehilangan koper, sebaiknya semua bawaan di masukkan ke dalam koper kecil / handbag yang boleh dibawa masuk ke dalam kabin pesawat. Kalau traveling selama 2 minggu dan membawa titipan-titipan putra/i kami, rasanya tidak mungkin hanya membawa 2 buah handbag saja.

Dengan sebuah troley, semua barang bawaan kami kami dorong menuju filter terakhir yaitu bagian pemerikaan dengan sinar X. Para petugas dengan simpatik membantu setiap penumpang untuk menaikkan ke ban berjalan yang menuju ke pesawat sinar X untuk memeriksa adakah barang yang mencurigakan ( senjata api, senjata tajam, bom dll ).

Diatas pesawat kami diberi 2 lembar kertas karton yaitu Declaration card, formulir yang harus diisi setiap penumpang. Apakah kami membawa alkohol dll barang yang tidak diijinkan masuk ke Au, dimana alamat kami tinggal selama kami berada di Australia, berapa lama kami akan tinggal dan harus di tanda tangani.

Karena kami tidak membawa barang yang terlarang maka kami isi semua pertanyaan dengan “NO”. Jadi kami keluar airport tanpa melewati pemeriksaan koper lagi. Kami melihat orang-orang bule yang membawa sovenir ukiran kayu dll (mungkin dari Bali ) yang di declare sangat repot karena semua koper bawaannya dibuka dan diperiksa teliti oleh para petugas airport yang memang sudah tugas mereka.

Selain kartu Declaration, kami juga diberi sebuah kertas formulir keberangakatan dan kedatangan kembali kami ke Indonesia oleh petugas Check in di Bandara Sukarno-Hatta. Helai bagian keberangkatan kami di sobek / diambil oleh petugas Bandara sebelum kami memasuki perut pesawat. Helai kedatangan harus kami simpan sampai kami kembali memasuki kembali negara Indonesia. Tanpa helai ini ( misal hilang ) maka kami akan mengalami kesulitan keluar dari Bandara Sukarno – Hatta Jakarta.

Pemeriksaan sebelum check in di Bandara Sukarno – Hatta sekarang makin ketat. Semua koper diminta dibuka dan di sacnning dengan alat metal detector untuk mencari bom dll. Bila semua o.k. maka koper harus ditutup dan dikunci lagi agar jangan sampai kehilangan isi koper diambil oleh tangan-tangan jahil.

Lewat semua pemeriksaan, kami merasa lega. Akhirnya kami jadi juga memasuki negara Kangguru ini.

Udara di luar airport panas menyengat seperti udara Jakarta, karena saat itu Summer time. Selama perjalanan menuju Flat putra kami, kami melihat perbedaan yang sangat mencolok dengan keadaan di negara kita. Jalan hotmix mulus, bersih, lalu lintas teratur, jarang sekali klakson mobil dibunyikan, pejalan kaki ( pedestrians ) sangat dihormati dengan memberi kesempatan bila mereka akan menyebrang jalan di area Zebra cross.

Setelah makan siang rasa kantuk menyerang kami akibat kurang tidur semalaman diatas pesawat.

Pukul 17.15: putri kami N.P.pulang dari tempat kerja di kampusnya. Akhirnya kami sekeluarga dapat berkumpul bersama-sama. Sudah 2 tahun kami tidak bertemu dengan putra/i kami. Kami dapat melepas rindu.

Pukul 18.30 sore hari tetapi kami masih dapat melihat sinar matahari bersinar terang. Sinar matahari tidak terlihat lagi sekitar pukul 19.30. Kami pergi menuju Mall terdekat membeli sayuran, buah-buahan dan sedikit daging untuk sarapan pagi. Selesai Dinner kami melihat siaran TV. Pukul 11.00 p.m. kami tidur.

Jet lag akibat jeda waktu 4 jam juga menghinggapi kami.
Saya terbangun pada pukul 06.00 a.m. waktu Sydney ( pukul 02.00 dini hari WIB ). Setelah b.a.k. saya sulit tidur lagi. Saya mengirim SMS kepada adikku di Jakarta tentang keadaan kami di Sydney. Beruntung saat ini handphoneku yang ber SIM Card kartu Halo dari operator Telkomsel sudah bekerja sama dengan operator Vodaphone di Australia sehingga saya dapat saling berkirim SMS dengan semua keluarga di Indonesia.


Jum’at, 9 Des 2005:
Pukul 10.00, teman kami Mr. H. se Fekultas Kedokteran di Bandung mengunjungi kami. Sekarang menjadi seorang Bussinesman yang bolak-balik ke Bandung setiap 3 bulan sekali. Oleh karena kami pk, 11.00 akan ke tempat praktek Dr. L., Dokter Umum ( asal dari Sukabumi, Jabar ), setelah ngobrol dan nostalgia, ia turut mengantarkan kami ke Dr. L. yang sudah dikenalnya.
Dengan surat Rujukan dari Dokter Umum, kami baru bisa berkonsultasi dengan Dokter Spesialis. Di Indonesia, pasien-pasien bisa nyelonong langsung ke Dokter Spesialist. Beliau memberikan Surat Rujukan kepada Dr. Wilfred Saw, MB BS FRACP Cardiologist, Ahli Jantung. Kami taksir ia orang Hongkong. Umurnya masih muda mungkin sekitar 35 tahunan. Dengan simpatik beliau memberikan pelayanan berdasarkan Surat Rujukan tadi.

Beliau bertanya riwayat penyakit dsb. Dengan bantuan putra kami, kami dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan santai, apalagi ketika mengetahui bahwa kami adalah keluarga Dokter ( ayah, ibu dan putra ).

Hasil pemeriksaan: ECG: normal, Echo Cardiogram: ada sedikit penebalan pada Septal / dinding pembatas Jantung.
Beliau memberikan Surat Pengantar untuk tgl 10 Des 2005 di satu Lab. Klinik.
Beliau memberi resep untuk sementara tablet Metoprolol 25 mg, penurun tekanan darah 1 tablet sehari dan 10 tablet Flavix, pencegah penebalan dinding pembuluh darah dan 10 tablet Lipitor, penurun Lemak darah ( gratis ).
Wah….. senang sekali saya bahwa penyakitku tidak begitu parah dan diberi gratisan obat yang harganya mahal bila dikurs dengan uang IDR kita. Semua biaya konsultasi dan pemeriksaan kami harus mengeluarkan $AU 350 an. Beliau menyarankan agar BBku diturunkan dan diet makanan.
Lebih baik makan vegetariant diet kalau mau terhindar dari Heart attact lagi.
Wah…. Dokter juga rupanya turut menentukan umur manusia ( berdasar Statistik Kedokteran ). Beliau juga meminta agar saya datang kembali pada tanggal 13 Desember 2005 dengan membawa hasil pemeriksaan darah.

Pukul 19.00:
Kami berempat pergi ke Cooge beach. Di pantai ini masih banyak orang yang berenang ditepi pantai, angin berhembus dingin. Kami sempat mengambil beberapa Foto.

Pukul 20.00 langit mulai gelap dan perut terasa lapar.
Kami Dinner di suatu Resto Thai. 4 macam masakan yang kami pesan rasanya cukup enak tetapi sedikit pedas. Baru pertama kali saya mencicipi masakan Thai. Pengunjung Resto ini cukup banyak, Rata-rata Resto di daerah ini penuh dengan pengunjung. Ada Resto Thai, India, Itali dll. Sydney adalah kota multirasial, sehingga tidak heran ada banyak macam Resto.

Dalam perjalanan pulang ke Flat kami berhenti di Dep. Store Cooles untuk membeli barang keperluan sehari-hari dan 2 kotak a 1 liter susu Kedelai yang low fat. Ada sumber yang mengatakan bahwa Soy bean milk dapat meninggikan HDL ( High Density Lipid ), asam lemak baik, utk mencegah penebalan dinding pembuluh darah.

Setelah pukul 21.00 saya tidak makan apa-apa lagi karena besok pagi pukul 09.30 saya dalam keadaan puasa akan diambil darah utk macam-macam pemeriksaan a.l. Gula darah puasa, profile lipid puasa.


Sabtu , 10 Des 2005.
Pukul 09.00:
Kami menuju ke Laboratorium di daerah Bondi Junction NSW, sekitar 4 km dari Flat putra kami.

Pukul 09.30 saya dalam keadaan puasa / belum sarapan pagi diambil darah dari lengan kiri. Jarum wing needle yang biasa dipakai utk memasang infus bayi ditusukkan ke Vena lengan kiri. Darahku secara otomatis tersedot dan ditampung di 3 tabung gelas khusus. Hasilnya akan dikirimkan langsung kepada Cardiologist Dr. Wilfred Saw yang kemudian bill nya datang via post sebesar AUD 77.55 beberapa hari kemudian.
Selesai urusan ambil darah saya sarapan pagi berupa Roti Gandum dan sebotol Soya bean milk / susu kacang kedelai yang kami bawa dari rumah.

Kami mampir di Book store disebrang jalan. Di toko buku DYMOCK ini saya membeli sebuah buku “Alternative Cures “, The most effective NATURAL HOME REMEDIES for 160 Health Problems karangan Bill Gottlieb seharga $AUD 35. Kalau dikurs dengan IDR, maka harga buku itu lumayan mahal harganya ( 1 $AU = Rp. 7.500,- )

Pukul 11.15:
Temanku Mr. H dan isterinya S.R. mengunjungi kami di Flat. Setelah kangen-kangenan kami diajak Lunch di daerah City, China town. Kami santap siang di Dragon Star Seafood Restaurant yang menyajikan Yamcha, Chinese food. Resto yang cukup terkenal dan mempunyai ruangan yang besar selalu dipadati oleh pengunjung. Kami harus menunggu sekitar 20 menit untuk dapat masuk, karena saat itu padat dikunjungi para pelanggan. Pk. 15.00 setelah perut kenyang kami diantar pulang ke Flat. Siang itu kami gembira dapat bertemu dengan teman-teman lama yang sudah berpisah sekitar 30 tahunan. 2 tahun terakhir S.R. saling kirim email dengan ku di Cirebon. Saya mendapat email addressnya dari Dr. S.S. adik kelasku di Univ Kristen Marantha, Bandung. Rasanya saya tidak perlu makanan malam padat tetapi cukup buah-buahan saja o.k. siang itu saya sudah cukup mendapat Protein dan sedikit Karbo hidrat.

Pukul 15.00 adik Ipar bungsu saya yang tinggal di Sydney. Mr. T.L. datang mengunjungi kami dengan membawa 5 macam buah-buahan khas Australia. Isteriku memberikan 1 amplop titipan kakaknya yang tinggal di Jkt, H.L. Kami ngobrol sampai pukul 17.30.

Pukul 20.30 adik Iparku Mr. M.L. dan isterinya Ny. I. yang tinggal di Sydney juga datang mengunjungi kami. Mereka sudah berjanji akan datang sore ini via telepon ke Flat putra kami. Mereka juga datang membawa buah-buahan. Kami juga banyak ngobrol a.l. tentang putrinya yang sudah bekerja di Paris dan putra bungsunya yang juga sudah bekerja di kota Sydney. Mereka pulang sekitar pukul 22.00. Hari sudah malam dan udara makin dingin di luar rumah. Mereka berjanji besok tengah hari setelah kebaktian Gereja, akan mengajak kami keluar rumah, jalan-jalan.

Acara keluar rumah setelah Dinner kami batalkan sebab kami menerima tamu. Iya tidak apa-apa, besok lusa kami bisa menonton film Harry Potter di bioskop East Garden atau pergi ke Sydney Harbour dimalam hari.

Sepulang tamu-tamu, kami berempat melihat film di siaran TV.

Pukul 23.00: kami tertidur.

Tanggal 21 Desember 2005, kami kembali ke Jakarta dengan selamat dan tiba di Cirebon dengan selamat pulan. Saya bersyukur saya masih diberi kesempatan hidup lebih panjang oleh Tuhan.

Sabtu, Januari 27, 2007

Subdisi silang ( 1 )

Tanggal 10 Oktober 2006, pukul 18.05:
Setelah memeriksa beberapa pasien, datanglah seorang pria meminta bantuan saya.
Setelah membukakan pintu ruang praktek, saya melihat Pak Sidik ( bukan nama sebenarnya ). Saya bertanya “Ada apa Pak, mau berobat?”

Pak Sidik menjawab “Kami ingin memanggil Dokter Basuki untuk memeriksa paman saya.”
Saya bertanya lagi “Dimana rumahnya Pak?’
“Di Gang Ini, jalan Anu, Pak.”
“Bapak naik kendaraan apa?”
“Saya naik sepeda, Dok.”
“Baiklah, nanti Bapak tunggu saja di mulut Gang Ini, untuk memandu saya ke rumah pasien. Saya akan naik minibus Kijang warna hijau”.

Akhirnya saya dapat tiba di rumah pasien, Pak Ahmad dengan dipandu oleh Pak Sidik. Rumah Pak Ahmad terletak di sebuah gang kecil dan sangat sederhana. Dindingnya terbuat dari anyaman bambu dan lantainya terbuat dari tanah yang belum disemen. Rumah itu rumah sewaaan yang hanya terdiri dari 2 ruangan kecil.
Pak Ahmad sebagai pasien terbaring lemah di sebuah dipan kayu.

Isteri Pak Ahmad, Ibu Tati ( bukan nama sebenarnya ) berkata “Tolonglah, Dokter, suami saya sakit panas sejak 1 minggu. Ia tidak dapat bekerja selama ini.”
Saya bertanya “Apa pekerjaan Pak Ahmad, Bu”
“Ia bekerja sebagai Tukang batu yang biasa ikut mandor Sugeng membangun rumah orang. Sudah 1 minggu ia tidak bekerja, upahnya harian.”

Saya dapat membayangkan kalau ia tidak bekerja selama 1 minggu maka keluarga mererka juga selama 1 minggu tidak mendapat penghasilan dan tidak dapat makan dengan cukup. Kemungkinan besar mereka hidup dari uang pinjaman dari orang lain.

Segera saya memeriksa kesehatan Pak Ahmad dan membuat Diagnosa kerja tersangka Tipes perut. Saya membuat resep obat generik berupa 1 macam kapsul antibiotika dan 1 macam tablet penurun demam.
Sebelum saya menyerahkan resep obat tsb, Ibu Tati bertanya “Berapa bayarnya, Dok?”
Saya enggan menjawab pertanyaan itu, bagaimana Ibu Tati akan dapat membayar doctor fee, bila suaminya sudah 1minggu tidak bekerja?
“Berapa, Dok” terdengar suara Ibu Tati dengan lesu.
“Terserah Ibu saja.” saya menjawab dan ingin tahu apa reaksi Ibu Tati ini. Dalam hati saya sudah merelakan tidak ingin menerima uang dari Ibu Tati.
Ibu Tati permisi kepada saya dan segera keluar dari rumah mereka.

Sesaat kemudian terdengar suara Ibu Tati di rumah sebelah. Suaranya masih jelas terdengar, karena dinding pemisah antara 2 rumah itu hanya terbuat oleh anyaman bambu saja.
“Ibu Siti, ibu Siti, saya mau pinjam uang lagi” kata Ibu Tati.
“Malam-malam begini pinjam uang untuk apa Bu” sahut tetangganya.
”Untuk bayar Dokter” sahut Ibu Tati.

Gleg, saya terharu sekali akan keadaan keluarga Pak Ahmad ini. Pinjam uang lagi untuk membayar Dokter. Hati saya tidak enak. Enggak usah bayar, tidak apa-apa.

Sesaat kemudian Ibu Tati sudah berada di hadapan saya dan berkata “Maaf, dokter kami hanya punya segini.”
Selembar uang sepuluh ribuan itu saya terima dan berkata kepada Ibu Tati “Ibu, ini resep obat untuk suami ibu dan pakailah uang ini untuk membelinya di Apotik terdekat“ sambil menyerahkan kembali lembaran uang itu kepadanya.
Saya melihat 2 tetes air mata mengalir dari kedua mata Ibu Tati. Ia tidak dapat berkata dan mulutnya tertutup rapat menahan tangisnya.

Segera saya pamit dan meninggalkan ruymah keluarga Pak Ahmad.

Ketika saya berjalan menuju mobil, saya berkata di dalam hati “Keluarga Pak Ahmad sudah dokter minded, tetapi daya belinya tidak ada sama sekali karena keadaan ekonominya yang lemah. Kapan orang-orang sakit seperti Pak Ahmad dapat menikmati pelayanan kesehatan yang memadai tanpa susah payah meminjam uang kepada orang lain?” Sampai sekarang pertanyaan itu belum terjawab.


Hati saya lega karena sudah dapat memenuhi panggilan orang yang minta pertolongan saya. Selesai mencuci tangan dan ingin mmebereskan catatan pasien di meja kerja, saya mendengar deringan telepon.
Terdengar suara diseberang sana “Halo Pak Dokter Basuki ya.”
Saya menjawab “ Benar, ini siapa?”
“Saya Alimin jalan Seberang, Dok”
“Baik, ada apa Min”
“Saya mau minta tolong. Perut Ibu saya nonjok, Dok. Dokter tolong datang ke rumah kami.”
“Boleh. Begini saja, karena saya belum tahu rumah anda, harap saya dijemput saja. Nanti saya tunggu.”
“Baiklah, Dok. Saya akan jemput dokter sekarang juga.”
Saya tidak usah menunggu lama, karena tidak sampai 10 menit mobil Alimin sudah berada di depan rumah kami yang juga menjadi tenpat praktek saya.

Setelah membuat anamnesa ( riwayat penyakit ) dan pemeriksaan fisik, Ibunda Alimin menderita sakit Maag ( Dispepsia ) karena tadi siang terlambat makan. Sakit Maagnya kambuh lagi. Sambil pamitan, kami bersalaman dan ditangan saya terselip sebuah amplop.

Setelah mencatat data pasein-pasien sore itu, saya membuka amplop yang saya terima dari Alimin. Saya melihat selembar uang kertas yang paling mahal nilainya alias seratus ribuan. Banyak juga.

Saya mengucapkan terima kasih dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Barusan saya menolong pasien yang tidak mampu dan tidak lama kemudian saya mendapatkan uang yang lebih dari cukup untuk 2 pasein. Saya menyimpulkan ini adalah subsidi silang. Yang mampu ikut membiayai oyang yang tidak mampu.
Apakah ini suatu kebetulan? Rasanya bukan suatu kebetulan. Saya meyakini bahwa ini adalah pekerjaan Tuhan Yang Maha Tahu, Maha Melihat dan Maha Mendengar.

Malam itu saya mendapat sebuah pengalaman hidup lagi.-

Subsidi silang ( 2 )


Rabu, 10 Januari 2007:
Siang itu sekitar pukul 14.30 ketika saya mengetik email di depan layar monitor komputer, saya mendengar ketukan berulang-ulang di pintu rumah kami. Rupanya ada orang yang ingin berobat.

Saya merasa belum waktunya mulai buka praktek yang biasanya dimulai pukul 16.00. Dengan agak segan saya membukakan pintu rumah. Saya melihat Heri yang biasa menjajakan masakan dengan bersepeda membawa Budi, seorang anak laki-laki berumur sekitar 4 tahun.
Saya melihat Heri nampak sangat panik dan berkata “Dokter, tolonglah. Di dalam lubang hidung anak saya ada biji jagung. Saya teringat akan dokter Basuki. Saya minta tolong, Dok.”

Saya mempersilahkan Heri, anaknya dan seorang laki-laki pengantar Heri. Mereka naik sepeda motor ke rumah saya.
Tanpa mengganti baju praktek, saya segera memeriksa hidung Budi. Saya melihat benda kuning menyumbat lubang hidung sebelah kiri.
Heri dengan wajah yang kusut berkata “ Budi nakal sekali, tidak mau diam. Saya sudah 3 hari tidak jualan masakan, Dok.”
Saya melihat matanya merah dan berair. Matanya penuh dengan air mata.
Saya bertanya “Kenapa tidak jualan?”
Heri menjawab “Orang yang biasa membuat masakan yang saya jajakan sudah 3 hari tidak memasak. Saya tidak tahu mengapa.”
Saya dapat membayangkan bagaimana Heri bisa mendapatkan uang kalau ia tidak menjajakan masakan selama 3 hari. Sungguh kasihan hidupnya. Ditambah lagi anaknya saat ini mengalami musibah.

Saya meminta agar Heri duduk di atas bed peneriksaan dengan memeluk Budi, Kepala Budi dipegang ayahnya. Saya meminta pengantar Heri, Pak Ikin untuk memegang lampu senter yang dapat menerangi hidung Budi. Dengan sebuah pinset anatomis ( capit yang ujungnya bergigi tajam ) saya mencoba menjepit benda kuning itu. Ternyata benda itu rapuh dan ujungnya hancur ketika dijepit pinset. Apakah ini benar biji Jagung? Rasanya bukan. Entah apa benda itu.

Saya memohon kepada Tuhan agar saya diberi kemampuan untuk dapat mengeluarkan benda itu dari hidung Budi. Saya berkata bila usaha saya gagal, maka sebaiknya dibawa kepada Dokter Ahli THT.

Heri berkata dengan nada memelas “Dok, saat ini belum ada Dokter yang buka praktek dan lagi pula saya tidak memunyai uang.”

Saya berkata lagi “Jangan panik dulu. Saya akan berusaha sekali lagi dengan menggunakan alat lain.” Saya juga bingung dengan alat lain apa, agar saya dapat mengeluarkan benda kuning yang menyumbat total lubang hidung Budi. Mendadak saya teringat rasanya dulu saya mempunyai sebuah spoon ( sendok ) yang kecil yang terbuat dari stainless steel. Mungkin spoon itu dapat saya pergunakan. Saya mencari spoon itu di dalam kotak penyimpan alat-alat bedah kecil di lemari obat. Saya tidak menemukannya. Dimana ya saya menyimpannya. Akhirnya saya minta isteri saya untuk mencarinya di tempat lain, yang mungkin ia lupa menyimpannya di tempat semula.

Sambil menunggu spoon itu ditemukan, saya menenangkan Budi agar tidak panik. Sesaat kemudian isteri saya memberikan spoon yang saya perlukan. Sambil memegang alat itu saya berdoa memohon Tuhan memberikan kemampuan kepada saya untuk mengeluarkan benda kuning dari lubang hidung Budi.

Dengan penerangan lampu batere yang dipegang Pak Ikin, tangan kiri saya melebarkan lubang hidung Budi dengan menekan ke atas dan bawah. Melalui sedikit celah yang terbentuk, saya dengan perlahan-lahan memasukkan ujung spoon sampai ke bagian belakang benda kuning tadi. Dengan sedikit gerakan kearah bawah dan keluar dari hidung, saya berhasil mengeluarkan benda kuning tadi. Benda itu akhirnya terjatuh ke lantai. Kami perhatikan benda apakah itu? Dengan cepat Heri berkata “Itu crayon ( semacam kapur berwarna kuning yang biasa dipakai untuk memberi warna gambar diatas sehelai kertas )”.

Hati saya lega dan berterima kasih kepada Tuhan yang telah membimbing tangan saya untuk mengeluarkan crayon yang ada di dalam hidung Budi. Panjang Crayon itu sekitar 1,5 Cm, diameter 0,7 Cm dan saya masukkan ke dalam sebuah kantong plastik kecil yang diberikan kepada Heri. Saya memberikan cairan Betadine dengan menggunakan kapas lidi plastik ke dalam hidung Budi untuk mencegah infeksi akibat lecet dalam upaya mengeluarkan crayon tsb. Saya membuat sebuat resep puyer dengan pesan agar diminum oleh Budi untuk mengurang rasa sakit dan pencegahan infeksi.

Saya berkata kepada Heri “Pulang dan bawalah Budi ke rumah.”
Budi menjawab dengan nada memelas “ Dok, saya tidak punya uang.”
Saya berkata “Heri, saya tidak minta uang, saya hanya ingin membantu anakmu. Pulanglah dan usahakan agar lain kali berhati-hati menjaga anakmu agar kejadian ini tidak terulang lagi.”

Setelah mengucapkan terima kasih, Heri, Budi dan Pak Ikin meninggalkan ruang praktek saya. Hati saya lega. Lega sudah dapat melakukan pekerjaan yang sukar bila tanpa dibimbing Tuhan, meskipun saya tidak mendapatkan honor selain ucapan terima kasih.

--

Kamis, 11 Januari 2007: pagi itu saya mendapat 2 pasien yang berobat.
Sekitar pukul 10.15 saya kedatangan putra dan putri Ibu Hj. Asriah ( 72 tahun ) dari Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan ( 30 menit naik mobil dari kota Cirebon, tempat tinggal saya ). Mereka ingin memanggil saya untuk datang ke rumah ibunya di Cilimus, karena Ibunya mendadak tidak dapat duduk apalagi berdiri karena daerah panggul kirinya sangat sakit.

Saya menyanggupinya asal saya nanti diantar pulang ke kota Cirebon kembali dengan mobil mereka. Mereka setuju. Dengan membawa tas berisi alat-alat pemeriksan dan buku resep, saya masuk ke dalam mobil mereka. Dalam perjalanan mereka bercerita tentang riwayat penyakit ibunya. Ketika mengangkat sebuah cowet ( alat untuk menghaluskan bumbu dapur ) dari batu yang lumayan berat, Hj. Asriah ini merasa sakit pada daerah pinggang sebelah kiri dan tidak dapat duduk dan berdiri. Tubuh nya yang gemuk menyulitkan keluarganya untuk membawanya ke tempat praktek saya di kota Cirebon. Hj. Asriah ini merupakan pasien langganan saya. Keluarganya ingin membawa berobat kepada Dokter terdekat di Cilimus atau kota Kuningan, tetapi Hj. Asriah ini menolak. Ia hanya ingin berobat kepada Dr. Basuki. Dengan nada guyon putrinya berkata “Bila dokter pindah ke kota lain, Tegal misalnya, kami pasti akan mencari Dokter Basuki di kota Tegal.”
Saya menjawab “Ah, Ibu bisa aja. Berdoalah agar tidak sakit, sehingga keluarga ibu tidak usah repot-repot mencari saya.”

Setiba di rumah mereka di Cilimus dan setelah berbasa-basi dengan sang pasien, saya langsuing mohon ijin keluarganya karena saya akan memeriksa Hj. Asriah.
Tekanan darah normal, tungkai kiri tidak dapat bergerak bebas karena nyeri sekali pada daerah sendi panggul kiri, lain-lain nomal.

Saya curiga adanya gangguan ( retak atau patah pada leher tulang paha kiri ).
Saya membuat resep obat anti nyeri dan Surat Pengantar ke Klinik Rontgen di Cirebon. Bila dalam 1-2 hari nyerinya mereda setelah minum obat itu, saya berpesan agar Hj. Asriah dibuatkan foto yang dimaksud. Keadaan penyakit pasien tidak saya sampaikan kepada pasien ( agar pasien tidak panik ) tetapi kepada keluarganya di ruangan lain. Mereka dapat mengerti dugaan saya dengan alasan sudah dapat umur ( 72 tahun ) dimana tulang sudah mengalami keropos ( osteoporosis ) yang dapat retak atau patah sewaktu-waktu.

Ketika saya mohon diri, putri Hj. Asriah menyalmi saya dan memasukkan sebuah amplop ke dalam tas saya. Saya dengan diantar supir, kembali ke kota Cirebon dengan selamat. Setiba di rumah saya melihat jam dinding di ruang praktek. Saat itu menunjukkan pukul 12.00.

Sambil membereskan catatan pasien, saya membuka amplop yang telah saya terima. Isinya 4 lembar uang Rp. 50.000,- an. Ah… banyak sekali. Terima kasih Tuhan. Tuhan sudah memberi rejeki kepada saya pada hari ini. Lebih dari cukup untuk membayar kerja saya untuk datang ke Cilimus dan mengeluarkan Crayon dari hidung Budi kemarin siang. Tuhan sudah memberi rejeki dengan subsidi silang bagi pasien yang tidak mampu.

Kejadian yang mirip seperti ini, telah saya alami berulang-ulang selama saya melakukan praktek pribadi. Oleh karena itu saya ikhlas bila tidak mendapatkan fee setelah menolong pasien yang tidak mampu, karena saya yakin Tuhan akan memberikannya pada kesempatan yang lain.

Jumat, Januari 12, 2007

Enak di pasien, tidak enak di dokter.

Sebagai seorang dokter saya berusaha melayani pasien sebaik mungkin, sebatas kemampuan saya sebagai manusia biasa yang mempunyai emosi dan pertimbangan logis dalam memutuskan suatu kasus pasien. Ada banyak hal seperti judul di atas.

Contoh Kasus:

1. Pasien telepon ingin berobat saat itu juga ( jam 15.00 ), tetapi tidak datang.
Saat itu sedang jam istirahat siang ( tidur ). Meskipun agak malas saya terbangun dan siap menerima kedatangan pasien. Sampai jam 16.00 ( saat mulai buka praktek ) pasien tidak datang. Pasien tadi ( anak laki-laki berumur 2 tahun ) dengan diantar ibunya datang ke tempat praktek saya dan berkata bahwa ia yang tadi siang menelepon ( maksudnya agar didahulukan pemeriksaannya ). Ketika saya tanya.” Kenapa tidak segera datang setelah menelepon?” Ia menjawab sekenanya,” Anak saya sedang tidur, Dok. Jadi saya tidak berani membangunkannya.” Ia tidak tega membangunkan anaknya yang berumur 2 tahun, tetapi ia tega membangunkan dokter yang. sedang istirahat siang. Sebenarnya tidak susah untuk membawa pasien berumur 2 tahun ke tempat saya. Angkat, naik kendaraan pribadi atau umum dan ia akan mendapat pengobatan secepatnya. Tetapi hal ini tidak ia lakukan.
Kasus begini diatasi dengan mengaktipkan mesin penjawab telepon atau telepon diputuskan saat kami ingin tidak diganggu siapapun.

2. Memanggil dokter dengan naik sepeda.
Seorang pemuda suatu sore datang ke tempat praktek saya sekitar jam 17.00. Ia bermaksud memanggil dokter untruk datang kerumah pasien. Saya menjawab, “Baiklah kita berangkat sekarang. Anda dan saya akan naik apa?” Ia menjawab, “ Saya naik sepeda. Dokter naik mobil sendiri, kan dokter punya mobil” ( seharusnya kalau mau panggil dokter ya sudah dengan siap alat transpotasinya ). Saja jawab, “ Mobil saya sedang di service di bengkel jadi saya tidak ada mobil. Bawa saja pasien itu ke tempat praktek saya dan nanti akan saya periksa.” Ia balik kanan dan kembali ke rumahnya. Setengah jam kemudian datang orang lain yang berkendaraan motor yang maksudnya untuk menjemput dokter ( ganti penjemput ). “Baiklah” saya jawab. Saya balik tanya, “Bawa helm untuk saya tidak” “Saya hanya membawa 1 helm, Dok.” Ia hanya memakai helm untuk diri sendiri. Kalau terjatuh ya resiko di tanggung dokter sendiri yang tidak ber helm. Akhirnya kami berangkat juga meski tanpa memakai Helm. Untung jaraknya tidak terlalu jauh dan saya pesan agar tidak usah terlalu cepat mengendari motornya. Benar-benar enak di dia, tidak enak di dokter. Rupanya mereka kalau memanggil dokter sama dengan memanggil seorang tukang. Bukannya saya tidak mau melayanani masyarakat, tapi kalau caranya seperti ini ya malaslah untuk memenuhi keinginan mereka yang tidak menghargai seorang dokter. Kalau mau berobat, ya datanglah ke tempat praktek dokter. Kalau sakitnya parah ya bawalah ke UGD ( Unit Gawat Darurat ) yang ada di setiap Rumah Sakit disetiap kota.

3. Berobat diluar jam praktek tidak mau bayar dobel.
Pasien yang datang seenaknya diluar jam praktek biasanya di kenakan jasa dobel. Sering mereka protes, “Biasanya kan sekian rupiah”. Saya jawab, “ Betul kalau periksa pada jam praktek, ini kan jam luar biasa, ya dobel ( maksudnya agar pasien disiplin waktu kalau mau berobat )”. Kalau ia tetap ngotot ingin bayar seperti biasa, saya ngalah deh lalu menjawab, “Ya sudah kalau anda sudah ditolong dan tidak iklas membayar, maka anda tidak usah membayar lagi.” Pasien terkejut dan langsung ia membayar dengan uang yang besar. Jadi sebenarnya ia punya uangnya untuk membayar jasa pelayanan tetapi ingin enak di dia dan tidak enak di dokter.

4. Ingin berobat paksa?
Pernah ada kasus lain yang lebih runyam.
Saya pesan kepada pembantu kami, bila ada yang ingin berobat, sampaikan datanglah pada jam praktek sore, sekarang dokter sedang istirahat dan jangan membukakan pintu pagar dan rumah. Pernah suatu hari jam 15.00 pintu pagar kami di gedor-gedor, Terjadilah dialog antar pembantu saya dan keluarga pasien. “Maaf dokter sedang istirahat, kalau Bapak mau berobat nanti sebentar lagi pada jam 16.00 dokter mulai praktek.” Si Bapak tadi menghardik.”Oh dokter sedang tidur ya. Bukakan pintunya. Nanti saya yang akan membangunkan dokternya.” Orang ini sakit rupanya, saya kasihan kepadanya ia tidak tahu etiket. Mau minta tolong kok caranya begitu. Mau masuk rumah orang seenaknya saya. Mau berobat atau mau…
Pembantu saya tetap tidak membuka sebuah pintu yang manapun. Akhirnya mereka pergi meninggal rumah kami. Apa komentar anda??
Saya katakan kepada pembantu kami,”Tidak setiap orang yang datang ke rumah kami adalah pasien. Mereka bisa mempunyai maksud lain misalnya: menagih iuran RW, minta sumbangan ( paling banyak ) atau maksud-maksud lain apalagi malam hari. Sorry deh….

5. Segan menyebutkan nama sendiri.
Kalau pasien datang makan wajar kalau saya menanyakan siapa namanya, umur dan alamatnya. Ada beberapa pasien yang tidak mau menyebutkan namanya, ia menjawab “Nama saya kan sudah ada dibuku catatan dokter.Jadi saya tidak usah berulang-ulang menyebutkan nama saya setiap saya berobat ke dokter.” Aduh…ketus sekali orang ini. Saya masih bersabar dan menjawab balik, “Ini bukunya dan tolong cari nama anda.” Sulit kan mencari nama kalau tidak tahu persis tanggal berapa ia berobat. Saya juga tidak bisa menyimpan semua nama orang dalam memory saya. Apa sih susahnya ia dengan baik-baik, “Nama saya A. Dokter sudah pula ya.” Nah.. begitu kan lebih manusiawi. Lebih enak kami berkomunikasi.
Kasus begini diatasi dengan memberikan Kartu berobat kepada setiap pasien, sehingga saya dapat langsung melihat nama dll identitas pasien yang berobat. Hal ini juga ada kelemahannya.

6. Diberi Kartu Berobat, tetapi tidak bisa memperlihatkannya.
Pemberian kartu itu lebih banyak untuk kepentingan pasien dari pada kepentingan dokter. Jadi seharusnya mereka menyimpannya dengan baik. Meskipoun sudah diberi Kartu Boerobat, tetapi sering mereka tidak dapat memperlihatkannya kepada saya sehingga dialog,” Siapa nama anda, berapa umur anda, dsb dsb terulang kembali seperti pada kunjungan pertama berobat. Alasan mereka dapat berupa:
Hilang (mungkin harus di tuliskan diatas uang Rp. 50.000,- an agar tidak hilang ).
Disobek-sobek anaknya ( aduh susah payah merancang & mencetaknya )
Tercuci ketika mencuci pakaian, apalgai memakai mesin cuci ( hancur lebur…).
Kalau mood saya sedang baik ya saya berikan Kartu Berobat yang baru. Kalau mood saya sedang kacau, saya malas memberikannya lagi. Enggak perduli pasien protes. Habis untuk apa diberi, kalau untuk dihilangkan. Pasien ingin enak sendiri, tapi tidak enak di dokter. Tidak terpikirkah bahwa kalau mereka sakit kan perlu pertolongan dokter plus Kartu Berobatnya?? Bagaimana kalau KTP atau SIM kita hilang? Apakah semudah itu mnta ganti kepada petugas yang berwenang?

7. Minta Surat Kerangan Sehat tetapi ia tidak datang.
Kasus ini paling menjengkelkan saya. Seorang pemuda dating dengan maksud membuat Surat Keterangan Sehat. Saya Tanya. “Untuk maksud apa.” Ia bilang untuk ibunya untuk suatu keperluan. Saya mejelaskan bahwa bila mau membuat Surat itu maka orangnya harus dating, agar dokter tahu dengan jelas. Ia bilang, “Kan saya bawa fotokopi KTP ibu saya.” Saya jawab. “Baiklah KTP juga penting, tetapi ibu anda juga harus hadir, sebab saya harus memeriksa: berapa berat badan, tinggi badan, tekanan darah, sehat atau tidak untuk dapat dicantumkan pada Surat Keterangan Sehat yang akan dibuat. Ia ngotot, “Jadi kalau ibu saya tidak bisa hadir, dokter tidak dapat membuatnya?”. Saja tegaskan lagi. “ Tidak bisa”. Saya balik bertanya. “Ibu anda saat ini sedang berada dimana? Dan sedang apa sih sehingga untuk membuat Surat yang penting itu sampai hanya menyuruh anda/putranya?”. Ia menjawab, “ Ibu saya sedang ada tamu di rumah. Jadi tidak bisa dating ke tempat dokter saat ini.” O ..o..o.. karena ada tamu, jadi tinggal suruh anaknya saja untuk bikin Surat penting. Penting mana sih: tamunya atau Surat Keterangan Sehat? Padahal surat ini merupakan persayaratan mengurus hal lain jang jauh lbih penting.?

8. Bayar dengan uang Rp. 20.000,-an tapi mengatakan bayar dengan Rp. 50.000,-an.
Seorang pemuda datang berobat. Ia memberikan uang Rp. 20.000,- an sebagai biaya jasa pelayanan dan sudah diberikan uang kembaliannya dan juga kwitansi tanda bukti penerimaan ung. Setengah jam kemuadian ia datang lagi dan mengatakan bahwa tadi ia telah membayar dengan uang Rp. 50.000,- an dan minta uang kembaliannya yang kurang. Saya jawab, “Tadi anda memberikan uang Rp. 20.000,- an dan bukan Rp.50.000,- an dan sudah saya berikan kembaliannya juga kwitansinya.” Ia lalu balik kanan tanpa bilang sepatahpun. Karena ia sedang sakit sehingga pikirannya tidak jernih lalu ingin mencobai dokternya. Wah… repot deh kalau punya pasien yang beginian.
Kasusnya sama dengan kalau kita mengambil uang di Bank manapun juga, kalau kita mengklaim uang yang kita terima kurang dari yang semestinya kita terima maka pihak Bank tidak akan menggubrisnya. ( padahal uang yang kita ambil kan uang kita kita juga ), karena kita sudah terlanjur meninggalkan loket pembayaran di Bank tadi.

9. Pasien minta diresepkan macam-macam.
Ada beberapa pasien yang “nakal” yaitu mereka ingin diresepkan misalnya: susu bubuk, sabun antiseptis, obat gosok dll. Kalau dijawab oleh saya , “Untuk apa sih? Anda kan sakit Flu biasa yang tidak membutuhkan benar yang lain-lainnya. Semua yang anda minta kan bisa dibeli tanpa resep dokter alias bebas dibeli.” Ia ngotot, “Tak apalah, dok. Kalau beli sendiri kan tidak diganti oleh perusahaan.” Disini pasien mencoba mendikte dokter. Saya membatin,” Yang jadi dokternya saya atau anda sih “. Saya biasanya menolak permintaan pasien yang beginian. Enak di dia, tidak enak di dokter ( kalau dicek oleh dokter perusahaannya: pasti ia akan geleng-geleng kepala, masa sakit Flu saja diberikan resep sabun antiseptis yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan sakit Flunya.-

Senin, Januari 08, 2007

Dokter atau Dukun

Di dalam pemberian pengobatan terhadap pasien peranan Dokter sangat dominan. Pemberian suntikan kepada pasien di praktek swasta atau parktek pribadi sering merupakan masalah tersendiri. Pemberian suntikan oleh Dokter kepada Pasiennya memberikan efek yang cepat misalnya efek yang Positip: demam menurun lebih cepat atau efek yang Negatip: terjadi reaksi alergi / shok anafilaktik dengan cepat ( dalam bilangan detik / menit saaja ). Yang sering terjadi adalah reaksi Anafilaktik shok.
Saya selama 24 tahun menjadi Dokter sudah 4 kali menjumpai kasus S.A. ini di dalam praktek pribadi, yang beruntung sekali, semuanya dapat diatasi dengan pemberian suntikan Adrenalin sebagai Antidotum / penawar. Pemberian suntikan ini seperti buah simalakama. Kadang kala serba salah. Akhirnya hati nuranilah yang menentukan. Ada 2 kasus tentang Suntikan ini yang saling bertolak belakang.

Kasus pertama:
Pertengahan tahun 2000 datang berobat seorang pasien anak laki-laki umur 6 tahun yang diantar oleh Ibunya. Pasien menderita ISPA sejak 4 hari yang lalu. Sudah minum obat bebas yang dibeli di toko obat, tetapi belum sembuh benar. Setelah mengambil anamnesa ( riwayat penyakit ) dan memeriksa fisik pasien, saya bermaksud menulis resep obat.
Ibu pasien bertanya “ Dokter, apakah anak saya dapat diberi suntikan?”
Karena saya menganggap tidak perlu menyuntik pasien, saya menjawab “Tidak usah, Bu. Cukup saya beri resep obat saja. Anak Ibu pasti sembuh.”
Sang Ibu dapat menerima alasan saya, tetapi sang anak berkata kepada Ibunya “ Kalau Pak Dokter tidak menyuntik saya, berarti sama seperti kita berobat kepada Dukun ya Bu.”
Saya terkejut mendengar ucapan pasien saya itu.
Saya memberikan sugesti dan berkata kepada pasien saya dan kepada Ibunya “Amir ( bukan nama sebenarnya ), bila kamu minum obat dengan resep ini pasti kamu akan sembuh tanpa disuntik. Percayalah.”
Akhirnya mereka keluar dari Ruang Periksa dengan keyakinan bahwa Amir akan segera sembuh.

Kasus kedua:
Seminggu kemudian datang berobat seorang Bapak, 39 tahun diantar oleh isterinya. Pak Karim ( bukan nama sebenarnya ) sejak 2 hari yang lalu ia mengeluh badan pegel linu, sedikit batuk dan agak demam. Pak Karim yang Satpam ini sudah 2 hari tidak masuk kerja di sebuah perusahaan swasta. Fisiknya bagus seperti seorang Atlit, badannya besar dan bertato di dadanya. Setelah memeriksanya, saya mendiagnosa sebagai ISPA. Dengan maksud agar keluhannya segera mereda, saya ingin memberikan suntikan analgetik-antipiretik ( anti nyeri – anti demam ) kepada Pak Karim.
Saya meminta pesetujuan pasien dan isterinya bahwa saya akan menyuntik Pak Karim. Isterinya menyetujui rencana saya agar suaminya segera sembuh dan besok dapat bekerja kembali.
Ketika saya menyiapkan obat di dalam spuit injeksi, saya melihat pak Karim turun dari bed pemeriksaan dan setengah berlari ia menuju ke pintu keluar.
Saya bertanya kepadanya “Pak Karim mau keman? Suntik dulu.”
Pak Karim dengan ketakutan menjawab “Dokter, saya jangan disuntik.”
Saya bertanya lagi “Mengapa Pak Karim tidak mau disuntik, katanya mau cepat sembuh”.
Dengan wajah pucat, Pak Karim berkata “Dokter, tolong saya jangan disuntik. Saya takut.”
Di dalam hati saya tertawa geli. Badan saja besar, tetapi nyalinya tidak sebesar badannya. Ia takut dengan jarum suntik kecil ukuran 23G.
Akhirnya saya memberi sugesti kepadanya dengan berkata “Baiklah pak Karim, bila tidak mau disuntik. Bapak akan segera sembuh bila obat dari resep ini diminum secara teratur dan banyak minum.”

Kalau pada kasus kesatu seorang anak kecil minta disuntik, tetapi pada kasus kedua seorang bapak yang berbadan besar takut disuntik.

Pada saat itu pengalaman saya bertambah satu lagi.