Rabu, Oktober 29, 2008

Hobi memotret

Membawa sebuah Kamera Digital ketika pergi melancong banyak manfaatnya. Ada banyak peristiwa yang dapat kita abadikan. Sering kali peristiwa itu tidak akan terulang kembali. Mengabadikan peristiwa itu akan memberikan kenangan manis bagi kita. Bagi wartawan foto maka sebuah kamera merupakan kebutuhan wajib yang mesti tersedia.

Dengan makin majunya tehnologi fotografi maka kamera analog sudah bergeser menjadi kamera digital. Ada baik dan buruknya masing –masing kamera itu. Saya bersyukur bila harga kamera digital 5 megapixel atau lebih besar semakin terjangkau. Saat ini sebuah telepon genggam juga sudah banyak yang mempunyai fasilitas kamera digital dengan bermacam ukuran megapixel. Tentu saja hasil dari sebuah kamera digital akan jauh lebih baik dari pada hasil sebuah foto yang diambil dengan sebuah telepon genggam yang bersifat multi fungsi. File digital hasil jepretan kamera ini dapat langsung diolah di komputer saya. Setelah itu disatukan menjadi suatu album foto yang di burn ke dalam sekeping CD atau DVD atau dapat dikirimkan melalui sebuah lampiran email kepada orang lain.

Kamera digital Nikon coolpix 7900 dengan kemampuan 7,1 megapixel yang saya beli dengan uang tabungan saya, sudah 7 tahun menemani saya ketika pergi melancong ke beberapa negara atau meliputi kegiatan Organisasi IDI Cabang Kota Cirebon. Ada banyak kenangan manis yang dibuat dengan kamera kesayangan saya ini.

Bila anda sependapat dengan saya maka milikilah sebuah digital kamera yang dapat anda manfaatkan seperti peristiwa khitanan putra tercinta, perayaan pernikahan keluarga, piknik keluarga atrau sekedar iseng mengambil foto seseorang atau sebuah peristiwa disekitar anda.

Ketika kami akan menghadiri Wisuda putri kami yang telah menyelesaikan study S2, Biomediocal Tehnik di UNSW ( University of New South Wales ) Sydney, Australia tanggal 20 April 2007, saya bersama isteri mengunjungi negara Kangguru ini. Suatu pagi saya, isteri dan putri kami keluar Flat yang disewa putri kami bersama teman se Universitas.

Ketika kami berjalan kaki di trotoar, timbul keinginan saya untuk sekedar berfoto bersama isteri. Putri kami diminta mengambil foto berdua kami di pagi hari itu. Tanpa kami sadari lewatlah seorang wanita Australia yang mendekati kami. Kalau kami melihat ada sekelompok orang yang siap untuk di foto maka kami selalu menjauh agar tidak mengganggu foto mereka. Nah.. kali ini wanita itu malah yang mendekati kami untuk ikut berrfoto bersama.

Setelah berdiri disamping kami ia berkata “ May I joint you.?” ( bolehkah saya bergabung ).
Saya menjawab spontan “Sure” ( silahkan ).
Kami berempat tersenyum manis ketika kami bertiga di foto oleh putri kami.
Selesai diambil foto kami, wanita Aussie bercelana pendek itu berkata “Thank you” ( terima kasih ), sambil tersenyum dan melenggang menjauhi kami.
“Welcome”( terima kasih kembali ) jawab saya.
Setelah ia jauh dari pandangan kami, kami bertiga tertawa bebas.
Kok ada ya orang yang mau ikut berfoto dengan kami, padahal kami tidak saling mengenal.

Kalau isteri saya tidak ikut pergi pagi itu dan kami berdua berfoto dengannya, maka panjanglah ceritanya. Bisa berabe nih.
Pagi itu kami mempunyai sebuah pengalaman hidup lagi. Ada manfaat lain dari sebuah digital kamera.-

Senin, Oktober 27, 2008

Tersedot kloset

Pesawat Boeing 767, Sydney – Jakarta yang saat itu mengangkut 165 penumpang terbang dengan mulusnya. Siang itu udara cerah. Awan putih berada jauh di bawah pesawat.
Penerbangan selama 7 jam nonstop itu terasa membosankan karena film yang ditayangkan di layar tengah kurang menarik. Majalah yang terletak di bagian seat di depanku sudah kulihat berulang kali. Aku sudah bolak-balik sebanyak 2 kali ke Toilet yang berada di tengah pesawat. Ukuran Toilet yang hemat tempat ini, sangat bermanfaat bagi para penumpang. Jumlah Toilet ada 6 buah, 3 di tengah pesawat dan 3 dibelakang pesawat.
Setelah santap siang disajikan para penumpang sibuk dengan masing-masing aktifitas. Ada yang melihat film, ada yang mendengarkan siaran radio FM melalui headset ada yang melihat majalah, ada yang melamun, ada yang ngobrol sesama teman seperjalanan dan bayak pula yang tertidur.
Aku yang mendapat seat dekat Toilet di tengah pesawat tiba-tiba mendengar suara ribut-ribut dari salah satu Toilet tersebut. Terdengar suara “Help, help”. Pintu Toilet sedikit terbuka.
Salah satu Pramugari menghampiri Toilet dan bertanya “What happen, Sir” kepada seorang Bule yang berada di dalam Toilet itu.
“Your toilet bite me. I can’t stand up. Help me, please” kata orang Bule setengah baya itu.
2 orang Pramugara berusaha membantu mengangkat orang itu yang dalam posisi duduk. Usaha mereka tidak berhasil.
Rupanya kejadian seperti itu bukan yang pertama kalinya terjadi. Setelah buang air besar dan kecil serta membersihkan diri dengan kertas Tissue yang banyak tersedia, pengguna Toliet seharusnya berdiri terlebih dahulu, menutup Toliet dengan penutup Toilet, kemudian menekan tombol Flush. Tenaga mesin jet pesawat akan menyedot semua kotoran yang ada di dalam Toilet.
Rupanya pria tadi setelah membersihkan diri, dalam posisi masih duduk, ia sudah menekan tombol Flush. Dengan demikian kedua bokongnya tersedot hisapan mesin dan sulit dilepaskan.
Seorang Pramugari berkata kepada salah seorang rekannya “Give him some Bir.”
Pria itu disuruh minum Bir sebanyak-banyaknya sampai ia mabuk. Dalam keadaan mabuk, usaha mengangkat badan pria itu dilakukan lagi. Dengan sudah payah, akhirnya badan pria itu dapat terlepas dari Toilet. Pria itu tidak terasa kesakitan akibat ia sedang mabuk berat.
Oleh Pramugara, pria itu diantar kembali ke seatnya. Isterinya yang menduduki seat di sebelahnya rupanya tertidur ketika peristiwa yang menghebohkan itu terjadi dan terbangun ketika sang suami di dudukkan oleh Pramugara. Melihat suaminya tertidur, iapun melanjutkan tidurnya tanpa mengetahui bahwa sang suami telah mengalami kecelakaan kecil di dalam Toilet pesawat.-

Accident prone


Semula aku merasa heran terhadap Pak Iwan ( bukan nama sebenarnya ), tetangga sebelah rumahku. Dalam setahun ini ia mengalami kecelakaan sebanyak 5 kali sejak awal tahun. Meskipun tidak sampai fatal tetapi Pak Iwan mesti mengalam rawat inap atau rawat jalan di Rumah sakit Umum di kotaku.
Suatu malam kami mendapat giliran jaga Siskamling di kampung kami. Aku sempat ngobrol dengan pak Iwan di Gardu jaga di dekat perempatan salah satu Gang. Sudah lama aku mengenal pak Iwan sejak kepindahan keluarganya ke sebelah rumahku. Oleh Pimpinan Kantornya Pak Iwan yang berasal dari kota lain, dipindahkan ke kotaku. Pak Iwan bersifat agresif kalau berbicara dengan orang lain, tidak peduli orang lain belum selesai bicara, ia sudah berbicara lebih banyak. Ia tidak mau menerima saran orang-orang sekitarnya. Akibatnya ia sering bertengkar dengan teman sekantor atau teman sekampungnya.
“Bulan Januari tahun ini aku masuk Rumah Sakit di kota dimana Kantor Pusat kami” kata Pak Iwan mengawali obrolan kami sambil mengisap rokoknya.
“Mengapa Bapak Masuk Rumah Sakit” aku bertanya.
“Aku mengalami kecelakaan lalu lintas ketika aku mengendarai mobil dinasku. Ada sebuah Minibus Suzuki yang mendahului mobil dinasku dengan tidak membunyikan klakson terlebih dulu. Setelah mobil itu berada di depan mobilku. Aku tanjap gas lagi untuk mendahului mobil itu. Dahulu mendahului terjadi sebanyak 3 kali. Yang terakhir kali perhitunganku meleset. Ketika aku ingin mendahuui mobil tadi, mendadak aku melihat ada Bus dari arah yang berlawanan. Aku banting setir ke kiri persis di belakang mobil yang akan aku kejar. Mobilku menabrak sisi jembatan, kakiku patah, aku masuk Rumah Sakit selama 1 bulan. Bertutur-turut aku megalami kecelekaaan lain yang lebih ringan”
“Bulan Maret ketika aku sedang menaiki tangga ketika akan memperbaiki genteng rumah kami yang bocor, aku terjatuh dari ketinggian 2 meter. Aku kurang hati-hati memasang tangga di atas selokan air. Salah satu kaki tangga masuk ke selokan air dan tangga itu miring sehingga kesimbanganku terganggu dan aku terjatuh. Untung aku tidak luka-luka. Padahal sebelumnya isteriku sudah memperingatiku, katanya lebih baik panggil orang untuk memperbaiki genteng yang bocor itu, tetapi aku bilang genteng itu hanya melorot sedikit saja. Mudah digeser sedikit gentengnya, pasti tidak bocor lagi. Saat itu aku tidak menerima anjuran isteriku dan aku harus menanggung akibatnya” kata Pak Iwan.
“Bulan April tangan kananku terbakar. Setelah membersihkan tanganku dengan lap yang dibasahi bensin sehabis membersihkan mesin mobil dinas, aku ingin merokok. Ketika korek api itu menyala, api langsung menjilat tanganku yang masih basah oleh bensin. Aku kaget dan secara refleks aku memasukkan tangan kananku ke dalam ember yang berisi air bekas mencuci mobil itu” Pak Iwan melanjutkan kisahnya.
“Bagaimana selanjutnya Pak Iwan?” aku dan teman-teman Siskamling makin asik mendengarkan kisah pak Iwan. Malam makin larut dan turun hujan gerimis.
“Bulan Juni, aku kena musibah lagi. Suatu saat aku dan temanku pergi ke suatu tempat dalam rangka survey lapangan. Saat istirahat kami masuk ke sebuah Rumah Makan. Perut kami sudah lapar dan aku memasukkan Nasi ke dalam mulutku, tanpa minum terlebih dahulu. Tiba-tiba akau tidak dapat nafas dan Nasi itu nyangkut di tenggorokanku. Aku panik dan temanku panik juag. Ia minta tolong kepada seorang lelaki yang duduk di meja sebelah kami.
“Pak, tolong teman saya. Tampaknya ia keselek makanan” kata teman sejawatku.
“Laki-laki itu segera mendekatiku dan tanpa ragu-ragu, ia menepuk pundak dekat leherku dengan satu tepukan yang agak keras. Nasi itu keluar dari mulutku dan hampir mengenai wajah teman sejawatku. Aku segera minum air teh yang tersedia. Aku mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak yang tidak kami kenal sebelumnya. Ternyata ia seorang perawat sebuah Rumah Sakit yang sedang dalam perjalanan bersama keluarganya dan makan di Rumah Makan itu. Wah aku malu juga atas kejadian itu” kata Pak Iwan.
“Mengapa pak Iwan sebelum makan tidak minum dahulu, agar tenggorokan basah dan makanan mudah masuk ke lambung Pak Iwan?’ kataku yang pernah mengalami hal yang sama. Untung saja dengan dorongan air minum, nasi di dalam tenggorokanku dapat segera terdorong masuk ke lambungku.
“Bulan Agustus, aku mendapat kecelakaan lagi. Hampir saja wajahku tersiram air panas” Pak Iwan melanjutkan kisahnya.
“Air panas, Pak?” Didin bertanya kepada Pak Iwan.
“Iya air panas” Pak Iwan menegaskan dengan bersemangat.
“Minum dulu Kopinya Pak” aku mempersilahkan pak Iwan minum kopi.
Setengah gelas Kopi masuk ke dalam perut Pak Iwan.
“Ketika itu, dalam sebuah perjalanan ke luar kota mesin mobil dinas kami ngadat. Mobil tidak dapat dipacu lebih cepat. Aku melihat alat pengukur suhu mesin di dashboard, Ternyata panasnya melebihi angka yang ditetapkan. Mesin mobil kami panas sekali. Mungkin Radiatornya bocor atau Karet Radiatornya sudah aus sehingga air Radiator menguap dari sana” kata Pak Iwan sambil menghisap trokok kreteknya.
“Aku parkir mobil itu di pinggir jalan, lalu membuka kap mesinnya. Meskipun teman seperjalananku mengatakan bahwa sebaiknya mesin mobil itu didiamkan saja dahulu agar suhunya menurun dengan sendirinya, aku tidak mendengarkannya. Kalau menunggu berarti kami akan tiba di tempat tujuan lebih lama. Kemudian aku dengan menggunakan kain lap aku mencoba membuka tutup Radiator mobil itu. Seketika itu juga uap panas munrat ke atas. Secara refleks aku memalingkan wajahku ke kanan, tetapi terlambat tangan kananku tersembur uap panas itu. Temanku segera mengambil botol air minum kami dan segera menyiram tangan kananku dengan air minum. Meskipun tertolong tetapi tangan kananku sempat melepuh juga. Temanku menyalahkan aku yang tidak mendengar sarannya agar mesin mobil jangan diutak-utik dulu sebelum suhu mesin menurun. Aku menyesal, tetapi menyesal kemudian tidak ada gunanya. Lihatlah ada bekas luka bakar di tangan kananku. Rupanya air di Radiator itu sudah neyusut banyak sehingga mesti diisi air tambahan agar sistim pendingin mesin bekerja dengan baik.
“Oleh keluargaku, aku dilihat oleh orang pintar. Katanya musibah yang beruntun ini akibat aku diganggu mahluk halus. Aku sudah diruwat, dimandikan dengan air kembang tujuh rupa, tetapi rasanya di dalam pekerjaanku aku selalu cenderung mengalami kecelakaan. Barangkali ada diantara saudara-saudara ada yang mempunyai saran?” Pak Iwan bertanya kepada kami yang sedang jaga Siskamling.
“Kalau upaya paranormal tidak berdaya guna, mungkin lebih baik bila Pak Iwan berkonsultasi dengan Pak Dokter, sambil menengok ke arahku. Ia dokter umum dan merupakan dokter keluarga kami” kata Pak Saleh kepada Pak Iwan.
“Kalau ke dokter, aku malu” kata Pak Iwan
“Kok malu Pak. Bapak kan tidak menderita penyakit menular. Aku mau mengantar Pak Iwan berkonsultasi” kataPak Saleh.
“Baiklah, kalau Bapak mau mengantar aku, besok sore kita kesana ya” kata Pak Iwan gembira.
---
Setelah aku bertanya riwayat penyakit dan memeriksa Pak Iwan, aku berkata “Badan Pak Iwan baik-baik saja, tidak ada kelainan fisik. Kecelakaan yang Pak Iwan alami itu namanya Accident prone atau kecenderungan mengalami kecelakaan lebih banyak dari orang biasa. Kepribadian Pak Iwanlah yang menyebabkan kecelakaan itu dan bukan karena gangguan mahluk halus.”
“Kepribadian saya biasa-biasa saja Dok, saya juga sudah beristeri dan mempunyai 2 orang anak” kata Pak Iwan yang tidak mau dianggap mempunyai gangguan kepribadian.
“Bukan itu masalahnya. Coba diingat-ingat: apakah Pak Iwan bersifat agresif kalau melihat ada orang yang sedang berbicara atau selalu ingin mendahului mobil lain yang telah mendahului mobil Pak Iwan. Juga apakah Pak Iwan mau mendengarkan saran atau advis orang lain termasuk isteri pak Iwan sendiri?” kataku.
Kepala Pak Iwan mengangguk-angguk seperti kepala ayam mematuk butiran padi di tanah. Ia teringat bahwa kecelakaan yang dialaminya kebanyakan akibat ia bersifat agresif, tak mau menerima saran atau tidak mau mendengar nasehat temannya atau isterinya sehingga ia terjatuh dari tangga pada bulan yang lalu.
“Pak Iwan mesti merubah, sikap mental Pak Iwan agar mau lebih banyak mengalah dan menerima saran orang lain. Lain kali Bapak datang lagi kesini untuk bicara soal kepribadian, ya” kataku, sambil membukakan pintu ruang praktek.

Jumat, Oktober 24, 2008

Setengah jam yang melelahkan.


Hari Minggu, 18 Oktober 2008 pukul 18.30, telepon di rumah kami berdering. Pak. A minta agar saya bersedia mengobati putranya yang sakit. Sebenarnya saat itu bukan hari praktek dan saya ingin istirahat. Pak A ngotot agar saya bersedia menolong putranya. Dengan pertimbangan demi kemanusiaan, akhirnya saya bersedia meolong putranya, meskipun bukan hari praktek.

Yang menelepon ayahnya tetapi kemudian yang datang adalah sang pasien, Henri ( bukan nama sebenarnya ), 6 tahun diantar Nenek, Kakak dan Pamannya. Sudut mulut kiri Henri ada luka robek 1 cm dalam 5 mm, akibat main-main kabel elektronik. Luka robek tsb perlu dijahit dengan 2 jahitan kulit. Mengingat Henri terus menerus menangis, saya pikir lebih baik kalau luka robek itu direkatkan dengan 1sebuah Agraf ( penjepit kecil dari bahan stainless steel ) yang 5 hari kemudian dapat dibuka setelah lukan menutup.

Pemasangan Agraf saya anggap yang paling cepat dan cukup baik hasilnya untuk luka robek kecil di sudut mulut sang pasien. Pemasangan Agraf ini tidak membutuhkan penyuntikan anestesi lokal seperti pada penjahitan luka. Pemasangan Agraf membutuhkan waktu yang singkat.

Saya memberitahukan kepada Henri bahwa saya akan membersihkan luka dan akan memberikan larutan Betadine pada luka kemudian akan memberikan sebuah jepit pada lukanya. Tindakan ini tidak menyakitkan dan harap tenang sebentar jangan menangis terus.

Menderngar penjelasan saya Henri makin meronta-ronta, tidak mau. Nenek dan Pamannya turut menenangkan Henri. Tidak berhasil. Ucapan sang Kakak untuk menenangkan Henri juga tidak ada gunanya.

Saya berkata kepada Nenek Henri, agar pasien dibawa saja ke Rumah Sakit terdekat untuk minta pertolongan. Nenek Henri tampaknya tidak setuju dan minta agar saya saja yang mengobati luka Henri.

Baik. Saya mau menolong dengan memasang Agraf yang hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari 5 detik saja dengan syarat agar Henri tenang sebentar sementara saya memasang jepitan luka tsb.

Henri setuju., tetapi ketika ia melihat saya akan memasang Agraf dengan alat khusus, Henri meronta-ronta lagi dan berteriak minta Ibunya datang. Kakak Henri menelepon Ibunya via Handphonenya minta agar sang Ibu segera datang ke rumah saya untuk membantu menenangkan Henri.

Waktu berjalan terus. Sudah 15 menit sejak kedatangan pasien yang panik ini. Saya tidak dapat bertindak banyak, selain mengharap agar Henri tenang sebentar. Akhirnya sang Ibu datang. Ia turut menenangkan dan menasehati Henri tenang agar saya dapat merawat lukanya. Henri memegang tangan Ibunya sambil merengek-rengek. Hasilnya sama saja. Kehadiran Ibunya juga tidak banyak menolong.

Saya duduk dan mulai menulis sebuah Surat Rujukan ke sebuah Rumah Sakit terdekat. Akhirnya Ibu dan Nenek Henri minta agar saya mau memasang Agraf pada luka Henri. Baiklah, kata saya, sekali lagi akan saya usahakan. Kalau gagal lagi, lebih baik segera membawa Henri ke Rumah Sakit.

Tangan dan kaki Henri dipegang oleh Paman, Nenek dan Ibunya, luka Henri ketika saya memasang Agraf. Waktu yang saya pergunakan untuk pemasangan Agraf ini hanya 3 detik saja ( tidak sampai 10 bilangan / detik ). Ketika Agraf sudah terpasang pada luka dan tindakan ini tidak menimbulkan rasa sakit yang berlebihan, Henri tampak diam ketika saya memberikan kain kasa pembalut luka tsb.

Saya segera menulis sebuah resep untuk luka dan berpesan agar 5 hari kemudian datang kembali untuk kontrol dan merlepaskan Agraf tsb bila luka sudah membaik.

Ruang periksa saya dalam 5 detik sudah sepi kembali. Pasien dan anggota keluarganya sudah keluar dan pulang ke rumah mereka masing-masing.

Di hari libur ini saya harus panjang sabar dan berjuang untuk mengobati sebuah luka kecil seorang pasien anak 6 tahun. Saya menghabisklan waktu 30 menit hanya untuk memasang sebuah Agraf yang memerlukan waktu hanya 3 detik saja. Sangat sulit mengobati luka pada seorang pasien yang meronta-ronta, tidak mau ditolong oleh dokternya.

Saya bersyukur kalau saat itu saya dapat memberikan pertolongan kepada pasien yang datang berobat.

Rabu, Oktober 08, 2008

Sakit Maag


Suatu sore beberapa hari yang lalu datang seorang Ibu yang ingin berobat kepada saya. Ibu Umi ( bukan nama sebenarnya ), 30 tahun, mengeluh sakit di daerah ulu hati sejak 5 bulan yang lalu.

Ibu Umi diantar oleh kakaknya, Pak Amin ( bukan nama sebenarnya ), 35 tahun. Keluhan Ibu Umi yang sejak berbulan-bulan ini tidak kunjung sembuh. Dari tanya jawab antara saya dan Ibu Umi, ternyata ia sudah berobat kepada 4 orang Dokter Umum. Macam-macam obat Maag sudah diminumnya tetapi keluhannya tidak kunjung sembuh.

Hasil pemeriksaan yang saya lakukan, kontak pembicaaran : baik, berat badan 49 Kg, tekanan darah normal, Jantung dan Paru-paru dalam batas normal. Perut terdapat sedikit nyeri tekan. Anggota gerak tidak ada kelainan. Saya tidak menemukan kelaiann yang berarti pada tubuh Ibu Umi.

Pembungkus obat atau kemasan obat-obat yang sudah diminum Ibu Umi berkisar pada tablet anti spasme ( mules ), antacida ( penyerap asam lambung ), vitamin. Setelah minum obat2 tsb keluhan membaik, tetapi bila obat habis maka keluhan akan muncul kembali.

Secara Jasmni , Ibu Umi tidak terdapat kelainan yang berarti. Untuk mencari penyebabnya saya mencarinya dalam bidang Rohani.
Ibu Umi ini bekerja di sebuah toko, pekerjaannya tidak terlalu berat. Sang majikan cukup baik dan bahkan menganjurkan untuk berobat sampai sembuh. Ibu Umi mempunyai seorang anak laki-laki usia 3 tahun. Saat ini ia tinggal dengan saudaranya. Suami Ibu Umi sejak 8 tahun, konon pergi ke Saudi Arabia untuk bekerja. Selama ini ia tidak pernah mengirim surat atau uang bagi isterinya di Indonesia. Ia juga tidak menceraikan isterinya. Ibu Umi tidak dapat kontak dengan suaminya. Nomer telepon genggampun ia tidak tahu. Beberapa bulan yang lalu pernah suaminya menelepon isterinya. Selain bicara basa basi, sang suami juga mengancam isterinya agar tidak kawin lagi.

Saudara-saudara pasien saya ini menganjurkan agar ia menikah lagi saja agar ada yang dapat melindungi dan membiayai hidup keluarganya. Ibu Umi takut akan ancaman suaminya tadi.

Saya membatin kok ada ya laki-laki yang begitu terhadap isterinya. Bertahun-tahun pergi jauh entah kemana ( katanya sih ke Saudi Arabia, tetapi seorangpun tidak ada yang tahu dimana ia sebenarnya berada ). Akhirnya Ibu Umi mengalami Stres yang berkepanjangan yang dapat menjadi dasar penyebab dari penyakit Maagnya.

Pada akhir tertemuan dengannya, saya akhirnya memberikan obat-obat klasik sakit Maag dan tablet anti depresi. Semoga penderitaan Ibu Umi menjadi berkurang. Terapi yang terbaik adalah menikah lagi dengan laki-laki yang jauh lebih baik dari suaminya yang mbalelo itu.-