Di kutip dari Buku “Taste Berries for Teens”, Kisah-kisah Remaja tentang Hidup, Cinta, Persahabatan dan Saat-saat Sulit, Bettie B. Young, Ph.D., Jennifer Leigh Youngs, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2001.
Tiga minggu yang lalu, aku sedang membeli perangko di Kantor Pos untuk dua surat yang ingin kukirimkan. Seorang perempuan bersama dua anak yang masih kecil mengantri di belakangku. Anak-anak itu rewel dan tidak ingin ikut mengantri. Ibunya tampak lelah dan kesal seperti anak-anaknya. Jadi kukatakan kepadanya, dia boleh duluan. Dia mengucapkan terima kasih dan mengantri di depanku.
Di loket Kantor Pos, jumlah orang yang dilayani itu terbatas, dan waktu itu beberapa menit lagi loket tutup. Sayangnya, antrian tidak terlalu cepat bergerak, dan petugas pos menutup antrian tepat di belakang ibu itu dan di depan aku. Keputusan si petugas itu berarti aku tak akan bisa mengeposkan suratku hari itu dan semuanya karena kau membolehkan ibu itu mengantri di depanku.
Pada mulanya aku kesal karena memberikan tempat di antrian, terutama karena berarti aku harus kembali di hari lain. Akan tetapi, saat wanita itu berbalik kepadaku dan berkata, “Aku jadi tidak enak merepotkanmu karena kau memberiku tempat antrianmu. Tetapi aku ingin mengucapkan terima kasih karena kau begitu baik. Jika bayaran untuk tagihan penghangat ruangan tidak diposkan hari ini, perusahaan Gas dan Listrik akan mematikan penghangat ruangan di apartemenku.”
Dengan membolehkan dia antri duluan, aku telah melakukan sesuatu yang berarti baginya dan kedua anaknya yang masih kecil.
Mungkin kita tak akan selalu tahu kapan hal-hal kecil yang kita lakukan itu berarti bagi orang lain, tetapi setelah mengetahui arti perbuatanku bagi wanita itu, menyelamatkannya karena penghangat ruangannya tidak dimatikan, aku memutuskan untuk lebih peduli kepada orang lain, dan berarsumsi bahwa perbuatanklu berarti bagi mereka, entah bagaimana.
Aku yakin, jika kita semua berbuat baik, jika niat baik menjadi motto kita, maka kita dapat benar-benar membuat dunia ini lebih baik.
Saat meninggalkan kantor pos, aku tak lagi kesal karena aku harus repot berkendaraan ke sini, parkir dan mengantri. Aku malahan pergi dengan perasaan enak. Keharusan kembali ke sini besok terasa setimpal. Sejak hari itu, aku jelas terus mencari cara membantu orang lain manakala mungkin, dan dengan cara-cara kecil apapun yang kubisa.
Clara Robinson, 17.
Tiga minggu yang lalu, aku sedang membeli perangko di Kantor Pos untuk dua surat yang ingin kukirimkan. Seorang perempuan bersama dua anak yang masih kecil mengantri di belakangku. Anak-anak itu rewel dan tidak ingin ikut mengantri. Ibunya tampak lelah dan kesal seperti anak-anaknya. Jadi kukatakan kepadanya, dia boleh duluan. Dia mengucapkan terima kasih dan mengantri di depanku.
Di loket Kantor Pos, jumlah orang yang dilayani itu terbatas, dan waktu itu beberapa menit lagi loket tutup. Sayangnya, antrian tidak terlalu cepat bergerak, dan petugas pos menutup antrian tepat di belakang ibu itu dan di depan aku. Keputusan si petugas itu berarti aku tak akan bisa mengeposkan suratku hari itu dan semuanya karena kau membolehkan ibu itu mengantri di depanku.
Pada mulanya aku kesal karena memberikan tempat di antrian, terutama karena berarti aku harus kembali di hari lain. Akan tetapi, saat wanita itu berbalik kepadaku dan berkata, “Aku jadi tidak enak merepotkanmu karena kau memberiku tempat antrianmu. Tetapi aku ingin mengucapkan terima kasih karena kau begitu baik. Jika bayaran untuk tagihan penghangat ruangan tidak diposkan hari ini, perusahaan Gas dan Listrik akan mematikan penghangat ruangan di apartemenku.”
Dengan membolehkan dia antri duluan, aku telah melakukan sesuatu yang berarti baginya dan kedua anaknya yang masih kecil.
Mungkin kita tak akan selalu tahu kapan hal-hal kecil yang kita lakukan itu berarti bagi orang lain, tetapi setelah mengetahui arti perbuatanku bagi wanita itu, menyelamatkannya karena penghangat ruangannya tidak dimatikan, aku memutuskan untuk lebih peduli kepada orang lain, dan berarsumsi bahwa perbuatanklu berarti bagi mereka, entah bagaimana.
Aku yakin, jika kita semua berbuat baik, jika niat baik menjadi motto kita, maka kita dapat benar-benar membuat dunia ini lebih baik.
Saat meninggalkan kantor pos, aku tak lagi kesal karena aku harus repot berkendaraan ke sini, parkir dan mengantri. Aku malahan pergi dengan perasaan enak. Keharusan kembali ke sini besok terasa setimpal. Sejak hari itu, aku jelas terus mencari cara membantu orang lain manakala mungkin, dan dengan cara-cara kecil apapun yang kubisa.
Clara Robinson, 17.
---
Semula jengkel, kemudian mengikhlaskan orang lain maju dahulu. Hati saya tersentuh setelah membaca kisah ini. Bersediakah kita melakukan hal seperti ini? Amin.
Yah, komentar pertama saya tujukan untuk buku2 kisah yang menyentuh tersebut. Memang ada baiknya sekali2 disela kesibukan, kita menyempatkan diri membaca kisah seperti itu. Dahulu saya suka buka 'a chicken soup for...' dan juga berlangganan milis sarikata.com yang biasanya mengirimkan kita cerita-cerita penuh renungan.
BalasHapusKedua, Berbuat Baik untuk orang lain, memang sangat melegakan. Apalagi jika orang itu tidak kita kenal... dan setiap haripun saya selalu berdoa pada-Nya agar diperkenankan untuk berpikir yang baik, berkata yang baik dan berbuat yang baik. :p
Mungkin ini pula yang menjadi inspirasi saya selama ini kenapa saya menggunakan nama 'PanDe Baik'.
To PanDe Baik:
BalasHapusAnda sudah menjabarkan kebaikan sesuai dengan nama anda PanDe baik.
Menulis Review macam2 HP,menulis lain2 yag berguna bagi orang lain, itu juga suatu kebaikan, sesuai dengan kemampuan anda.
Demikian juga saya, sesuai dg kemampuan saya.
Semoga Tuhan memberkati orang-orang yang baik. Amin.