Kamis, Oktober 29, 2009

Tidak punya uang (2)


Tadi pagi 29 Oktober 2009 datang  Ibu S. 35 tahun.

Ibu S berkisah bahwa 10 hari yang lalu ia datang mengantar putranya A, 1 tahun. Saya mencari Catatan pasien elektronik-nya di Laptop saya. A, 1 tahun, dengan Diagnosa: ISPA, mendapat Sirup Amoxycilin dan Puyer racikan  Anti Flu sebanyak 15 bungkus.

Pagi itu Ibu S  datang untuk meminta resep obat itu kembali karena putranya setelah sembuh dari penyakit Flunya,  hari ini ia sakit kembali dengan penyakit yang sama. Kondisi lingkungan hidup yang padat penduduk dan sanitasi kesehatan yang tidak memadai dapat membuat kesehatan tidak baik dan mudah terjangkit penyakit infeksi saluran nafas. Dengan harapan kalau minum obat dari resep saya itu, putranya akan sembuh.

Ibu S mendatangi sebuah Apotik terdekat dengan maksud ingin membeli obat yang sama. Pihak Apotk tidak dapat memberikan obat dari resep tsb karena di dalam racikan obat tsb terdapat obat batuk ( Codein ) yang termasuk obat yang hanya dapat diberikan dengan resep dari dokter. Oleh karena itu Ibu S mendatangi saya  ( tanpa membawa putranya ).

Ketika ditanya “Mengapa tidak membawa utranya untuk diperiksa kembali?”

Ibu S tidak menjawab. Rupanya ia bingung.

Ia berkata kalau ia diperiksa kembali kan harus bayar lagi kepada Dokternya.

Lha, bagaimana saya sebagai dokter dapat memberikan terapi obat yang cepleng kalau  tidak memeriksa pasiennya?

Ibu S menjawab  bahwa ia tidak punya uang. Suaminya sedang tidak ada pekerjaan alias nganggur. Anaknya sakit. Ia bingung. Akhirnya saya bingung juga.

Sebagai pemecah masalah, saya minta agar Ibu S sore harinya dapat membawa putranya untuk diperiksa dan diberi resep obat yang baru yang dapat diambil di Apotik terdekat. Soal tidak punya uang untuk doctor fee, jangan dipermasalahkan benar.

Ketika mengapa anda tidak membawa putra anda ke Puskesmas terdekat? Ia menjawab, sudah, tetapi belum sembuh juga.

Pasien dengan kondisi seperti Ibu S ini ternyata cukup banyak.

Dalam hati saya sering berbuat amal untuk menolong orang-orang lain seperti ini, tetapi saya juga harus membayar Pajak Penghasilan ke Kas Negara. Bagaimana saya dapat membayarnya kalau penghasilannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku?

Tidak punya uang (1)


Kemarin sore, 29 Oktober 2009, datang berobat Ny. L.

Rasanya Ibu ini pernah datang berobat. Lalu saya tanya siapa namanya dan saya cari Catatan pasien elektronik-nya yang ada dalam Laptop Acer 12” saya.

Ternyata  Ny. L, 38 th, pernah datang berobat pada tanggal 4 Mei 2009 dengan Diagnosa: TBC paru dupleks (kiri dan kanan ) dan LED ( Laju Endap darah: 30 mm/jam ). Saya sudah memberikan resep kombinasi obat generik anti TB ( Rifampicin 450 mg, INH 300 mg dan Etambutol 500 mg ) untuk 1 bulan. Saya berpesan agar setelah obat habis datang kembali untuk kontrol penyakitnya.

Beberapa bulan kemudian ia tidak pernah datang kembali dan baru  kemarin sore datang setelah 5 bulan tidak minum obat lagi setelah obat yang dibeli pertama kali habis. Ia mendapat uang dari saudaranya untuk membeli obat tsb. Dengan suaminya,  ia sudah berpisah tanpa mempunyai seorang anak.

Saya bertanya setelah minum obat selama 1 bulan dan obatnya habis apakah ia pernah berobat ke Puskesmas atau Dokter lain?

Setelah obat habis ia tinggal bersama salah satu saudaranya di kota Jakarta dan pernah berobat kepada Teman Sejawat. Di Jakarta-pun ia  minum obat tidak teratur karena katanya ia tidak punya uang untuk membeli obat dari resep yang diberikan oleh dokternya di Jakarta.

Bulan Oktober 2009 ini ia kembali ke kota Cirebon dan datang berobat lagi kepada saya.

Saya membatin “Bagaimana mau sembuh dari TBC parunya, kalau minum obat yang seharusnya diminum  6 bulan terus menerus tidak dilakukan?”

Memang benar untuk mendapat obat ia harus mempunyai uang. Tanpa uang obat tidak bisa didapat. Saya tidak memungut doctor fee pada kunjungan pertama dan kunjungan kemarin sore karena Ny. L tidak punya uang. Saya memberikan motivasi agar minum obat secara teratur, bila ingin sembuh dari TBC parunya dan tidak menularkan penyakitnya kepada orang-orang disekitarnya ( anggota keluarga dan tetangganya ).

Ny. L hanya termenung mendengar ucapan saya. Melihat sikapnya tsb saya menjadi bingung sendiri. Mau apa lagi? Suami tidak punya. Anak tidak punya. Uang juga tidak punya. Lalu dari mana ia dapat membeli makanan sehari-hari?

Akhirnya saya membuat Surat Rujukan ke Puskesmas yang berdekatan dengan tempat tinggalnya. Semoga ia dapat berobat secara teratur di Puskesmas tsb dengan biaya terjangkau atau gratis.

Rabu, Oktober 21, 2009

Wanita misterius



Sore ini sekitar pukul 17.30 WIB datang ke tempat praktik saya seorang wanita, usia 35 tahunan. Terjadilah dialog sebagai berikut.

Ia bertanya “Dokter, sore ini buka praktik?”

Saya jawab “Iya buka, Bu. Siapa yang mau berobat?”

Ia menjawab “Anak kecil bisa , Dok?”

Saya jawab “Bisa ( saya pikir pasien anak-anak sampai nenek-nenek juga bisa ), mana anaknya?”

Ia berkata “Nanti ya, anaknya saya bawa dulu.” Saya tidak bertanya dimana alamatnya.

Saya di Ruang periksa mengerjakan pekerjaan yang lain sambil menunggu kedatangan pasien saya itu. Saya tunggu sampai pukul 19.30 ( 2 jam ) wanita misterius itu tidak kunjung datang. Jangan-jangan  ia kurang waras. Ah…..saya kok jadi paranoid begini ya.

Pukul 19.15 datang seorang pria 30 tahun yang datang dan bertanya apakah saya masih buka praktik dan apakah anak-anak juga bisa diperiksa. Lagi-lagi pertanyaannya kok agak tidak masuk akal. Mosok Dokter tidak bisa periksa anak-anak / bayi.

Pukul 19.35 pria itu datang kembali bersama isteri dan putrinya usia 4 bulan dengan keluhan sedikit demam dan minum susunya rewel. Selesai memeriksa dan membuat resep bagi  bayi itu, wanita misterius tadi masih belum datang juga. Mungkin sekali ia tidak akan datang. Lalu apa maksudnya datang ke tempat praktik saya dan mengajukan pertanyaan seperti diatas?

Senin, Oktober 19, 2009

Berbuat baik pun tidak mudah


Ajaran untuk berbuat baik sejak lama sudah kita ketahui, tetapi  sampai saat ini kalau berbuat baikpun tidak mudah, paling tidak apa yang sudah alami. Mungin anda heran, tetapi inilah faktanya:

Sebagai dokter praktik umum yang seilmu dan seperguruan ( alma mater yang sama ) saya dengan isteri saya dalam masa pensiun kami masih melakukan praktik di tempat praktik yang berbeda.

Bila isteri saya sedang pergi ke luar kota untuk suatu urusan, seperti biasa saya menggantikan  praktik isteri saya.

Kisah di bawah ini mendukung  apa yang tertulis pada judul posting kali ini.

 

1. Seorang Bapak  datang berobat mengantar putranya Ali ( bukan nama sebenarnya ), 6 tahun. Setelah berhadapan dengan saya dalam Ruang periksa, Pak Alimin ( bukan nama sebenarnya ) berkata “ Dokter ini, bagaimana sih ( dengan nada sewot ) masa anak saya 3 hari yang lalu diberi resep obat seharga Rp. 8.900,- untuk 10 bungkus puyer.” ( kejadian ini  seitar 2 tahun yang lalu ).

Saya bertanya “Sembuh tidak, putra Bapak?”

“Sembuh, sih, tapi jatah kantor saya kan Rp. 250.000,-“

“Kalau sembuh kenapa Bapak, marah-marah? Lalu  Sekarang Bapak mau apa datang membawa anak yang lain?” saya bertanya ingin tahu, apa maunya.

“Ini kakaknya, sakit demam , batuk pilek juga. Rupanya tertular adiknya.”

Saya membatin diberi resep yang murah meriah dan sembuh, ia marah-marah. Aneh juga. Berbuat baik kok susah ya.

 

2. Sepasang suami isteri datang berobat. Sang suami menderita Radang Tenggorokan o.k. banyak merokok dan kurang tidur. Setelah memeriksa Pak Budi (bukan nama sebenarnya ), saya membuat resep 3 macam obat generik. Mungkin karena ia sering minum obat-obatan sehingga ia sudah paham nama-nama obat generik.

Setelah menerima dan membaca resep obat dari saya, Pak Budi ini minat agar resep obatnya diganti dengan obat paten. Ia tidak mau diberi resep obat generik.

Saya membatin diberi obat generik dengan harga yang terjangkau, ia tidak mau dan minta obat paten yang harganya lebih mahal, padahal khasiatnya sama persis. Diberi kebaikanpun ia tidak mau. Di depan tempat praktek, saya melihat sebuah Sedan  baru. Mungkin dia punya.

 

3. Ibu Rahman ( bukan nama sebenrnya ), 39 tahun, seorang akseptor KB dengan cara suntik tiap 3 bulan sekali. Setelah masuk ke dalam Ruang praktek ia agak kaget karena yang praktik bukan isteri saya, padahal di depan pintu masuk ada pengumuman bahwa isteri saya digantikan oleh saya. Ia menolak di layani oleh saya.

“Saya tidak mau disuntik oleh dokter ( saya ), katanya.

Saya bertanya “Kenapa, ibu”.

“Saya malu.” Ya Tuhan disuntik dibokong oleh Dokter pria juga malu.

“Baiklah, Ibu,  kalau malu, disuntiknya di lengan atas saja ya? Kata saya memotivasi agar ia tidak malu dan tidak perlu memperlihatkan bokongnya.

Ibu Rahman tetap menolak, katanya “Tidak mau, nanti obatnya tidak sama”.

Masih dengan sabar saya menjawab “Baiklah Ibu. Kalau tetap tidak mau, silahkan Ibu mencari Dokter wanita lain yang buka praktik sore ini, sebab isteri saya buka praktik lagi minggu depan.”

”Bagaimana ya, nanti malam suami saya datang dari Jakarta tempat ia bekerja dan kalau ia mengajak berhubungan, saya takut hamil lagi.” Ibu Rahman berkata dengan cemas.

Saya menjawab “ Pakai Karet KB aja dulu.”

Ibu Rahman menjawab “ Ia tidak mau pakai karet KB.” Ia permisi keluar dari Ruang Periksa.

Setelah memeriksa 2 pasien yang lain, Ibu Rahman kembali memasuki Ruang Periksa dan meminta disuntik KB oleh saya.

Saya berkata “Baiklah, Ibu, suntiknya di lengan atas saja ya!”

Ibu Rahman sudah berbaring tengkurep di atas bed dan siap disuntik di bokongnya. Rupanya ia tidak mau disuntik dilengan atas karena tidak biasanya. Biasanya di suntik di bokong oleh isteri saya.

Untuk berbuat baik ( menolong menyuntikkan  obat KB ) pun tidak mudah.

 

Masih ada beberapa contoh,  tetapi 3  contoh diatas rasanya sudah cukup mendukung bahwa untuk berbuat baikpun, ternyata tidak mudah.-

 

 

Rabu, Oktober 14, 2009

Help


 

MP4 photo bank

Saya sedang membutuh alat yang bernama MP4 photo bank yang dapat menyimpan banyak Foto dan sekaligus menampilkannya. Biasanya alat ini  mempunyai fasilitas utk  playing MP3 dan Video.

Adakah rekan Blogger yang mengetahui dimana saya dapat membelinya? ( di Indonesia: Bandung / Jakarta ).

Terima kasih atas bantuannya.

Jumat, Oktober 09, 2009

Jet lag



9 Oktober 2009:

Pk. 03.00 WIB saya terbangun. 

Sesaat mata terbuka saya berpikir saat ini saya ada dimana ya?


7 Oktober 2009 pagi masih di Sydney, 7 Oktober 2009 malam berada di Jakarta, 8 Oktober 2009 siang berada di Cirebon, 9 Oktober 2009 dst telah berada di Cirebon.


Saya kok bingung saya berada dimana? di Sydney, di Jakarta, atau masih diatas pesawat?


Rupanya saya mengalami Jetlag.


Kalau saat ini pukul 03.00 ( jam dinding saya menunjukkan angka tsb, GMT +7 ) matahari masih belum terbit, berarti di Sydney sudah jam 07.00 ( GMT +11 ), cahaya matahari sudah bersinar terang, yang selama 2 minggu saya terbiasa bangun pada pukul segitu. Pada saat Summer di Sydney perbedaan waktu dengan Jakarta adalah lebih siang 4 jam, dari GMT +7 ( Jakarta ) ke GMT +11 ( Sydney time ), oleh karena siang hari lebih panjang. Pk. 07.00 p.m. di Sydney pada saat Summer langit masih terang. Barulah sekitar pk. 07.30 langit gelap. Di luar bulan Summer perbedaan waktu hanya 3 jam ( GMT +7 di Jakarta ) menjadi GMT +10 ( Sydney time ).


Setelah beberapa detik kemudian, saya tersadar bahwa saya tidur semalam di atas bed saya di rumah kami di Cirebon. Ah...jam biologis saya masih belum ter-reset benar.


Keadaan demikian biasa terjadi bila seseorang telah melintasi beberapa zona waktu sehingga jam biologis yang ada di dalam setiap orang belum tersinkronisasi dengan jam di tempat tujuan ( dari Sydney ke Cirebon ).

 

Jetlag terjadi bila seseorang mengalami perjalanan jauh dalam waktu singkat setelah naik pesawat, sehingga terjadi gangguan perubahan ritmet sirkadian ( siang – malam ).

 

Saya ingin tidur kembali, tetapi tidak bisa.


Ingin ketik artikel, rasanya masih terlalu pagi. Akhirnya saya menyalakan TV, melihat film tayangan salah satu channel TV.

 

Pukul 05.00 WIB saya bangun dari bed dan melakukan aktifitas harian yang rutin saya lakukan, oleh karena kami tidak mempunyai Maid ( semua self service ). Jadi pada saat mudik dimana kebanyakan Keluarga bingung karena para Maid pulang mudik, kami sudah terbiasa melakukan secara self service seperti di Sydney, Australia.

 

Beruntung saya yang saat mengalami Jetlag hanya sesaat mengalami disorientasi  tempat saja ( tidak tahu saya berada dimana? ) dan tidak memerlukan benar terapi obat-obatan.

 

Gejala Jetlag:

Pada orang-orang lain gejala jetlag dapat berupa: gangguan pencernaan, Sakit kepala, lelah, gangguan tidur, insomnia sementara, disorientasi ( waktu, tempat ), mudah tersinggung, grogi / gugup, depresi ringan.

 

Terapi Jetlag:

Jaetlag terjadi selama beberapa hari. Kecepatan recovery ( perbaikan ) memerlukan waktu 1 hari untuk tiap perbedaan waktu ( time zone ).

Tablet yang mengandung hormon Melatonin dapat membantu sinkronisasi jam biologis kita. Pada percobaan hewan ( Hamster semacam tikus  percobaan ) menunjukkan bahwa Sildenafil ( VIAGRA ) membantu sebanyak 50% lebih cepat terjadi recovery. Dosis rendah dapat dimulai sebagai terapi awal. Percobaan in belum pernah dilakukan pada manusia. ( http://en.wikipedia.org/wiki/Jet_lag ).

Home sweet home



Kembali ke tanah air:

Sydney Trip ( 14)

7 Okt 2009:

Hari ini hari terakhir Sydney  Trip kami. Tidak terasa selama 2 minggu sudah kami berada di kota Sydney.

Pk. 11.30 a.m. Kami menuju Sydney Kingsmith Airport diantar oleh putri dan anak mantu kami.

Kami melakukan check in untuk mendapatkan kartu Boardingpas untuk dapat memasuki pesawat kami Qantas QF 41 yang akan membawa kami ke Jakarta. Kami tidak perlu membayar Airport tax lagi ( sudah termasuk harga tiket Qantas yang kami beli di Jakarta ). Di Bandara Sukarno-Hatta, tiap penumpang international flight dipungut Rp. 150.000,-/penumpang sebagai Airport tax dan di pungut Fiskal ( pajak ) sebesar Rp. 2,5 juta rupiah ( sebelum 1 Januari 2009 Rp. 1 juta /penumpang ), kecuali kalau dpat memperlihatan nomer pada Kartu Asli NPWP ( Nomer Pokok Wajib Pajak ). Untuk isteri dan anak-anak juga bisa bebas fiskal dengan membawsa Fotokopi Kartu Keluarga.

Kami melihat iklan Garuda Airways juga sudah membuka penerbangan langsung ( direct flight ) JakartaSydney atau JakartaMelbourne. Tahun lalu GA masih harus transit di Denpasar, Bali selama 2 jam tengah malam untuk ganti pesawat yang lebih besar dan untuk mengangkut penumpang dari Denpasar yang akan ke Sydney. Lama penerbangan menjadi jauh lebih lama bila dibandingnya dengan direct flight. Semoga GA dapat memberikan service yang lebih baik dan harga tiket yang lebih murah, untuk memajukan sektor Pariwisata Indonesia yang sudah terpuruk oleh karena banyak hal.

Pagi hari kami dibantu  anak mantu kami dan putri kami melakukan Check in Online. Dengan laptop yang terhubung ke Internet kami dapat melakukan Check in di website Qantas dan dapat memilih nomet Seat dalam pesawat kami yaitu Air bus 330-200, QF 41, Sydney- Jakarta, 7 Oktober 2009.

Setelah semua data yang diperlukan dari masing-masing penumpang, kilk dan setelah disetujui oleh Qantas, kami dapat mencetak ( print ) lembaran Check in online ini. Data yang diminta dapat dilihat dari Tiket elekronik kami.

Keuntungan Check in online ini: nanti di Sydney Airport kami tidak perlu mengikuti antrian panjang pada waktu check in seperti biasa ( manual ). Memang tersedia banyak counter Qantas tujuan Jakarta : 14 – 26 yang melayani sekitar 300 penumpang yang akan check in untuk mendapat Boarding pass, sebuah kartu kecil untuk dapat memasuki pesawat yang akan kami tumpangi. Pada boarding pass ini tertera nomer seat tiap penumpang.

Setiba di Sydney airport kami langsung melihat tayangan di monitor TV yang bersisi daftar pesawat dan konter nomer berapa. Untuk Qantas QF41, konter 13-26. Kami menuju konter 13 yang khusus untuk Check in online. Kami memberikan print out check in oline dan paspor kami. Antrian di depan kami tidak banyak hanya 4 penumpang. Konter 14-26 melayani antrian yang panjang, calon penumpang QF41 ini. Jadi proses Check in lebih cepat. Berat total 3 koper  pakaian kami: 43 kg, tidak melebihi quota 23 kg / penumpang ( 46 kg ).

Dengan laptop tsb, kami juga mendaftar sebagai anggota QFF ( Qantas Frequen Flyer ) yaitu penumpang yang pernah terbang dengan pesawat Qantas akan mendapat point. Setelah mengisi data-data yang dibutuhkan, kami mendapat jawaban dan persetujuan yang mereka kirim ke email address kami. Setelah terdaftar sebagai anggota QFF maka setiap penerbangan yang pernah diikuti mendapat point. Besarnya point selama bertahun-tahun dapat dijumlahkan. Bila mencukupi persyaratan dan ketetuan yang berlaku maka anggota QFF dapat menerima Tiket Gratis ke kota-kota tertentu dikemudian hari. Adik saya dan suami sering mengikuti penerbangan Qantas dan tahun lalu mendapat tiket gratis Jakarta- Sydney, Perth dan New Zealand, pulang pergi.

Maskapai penerbangan Garuda ( GA ) dan Singapure ( SQ ) juga mempunyai fasilitas FF ( Frequent Flyer ) seperti Qantas.

Pesawat kami QF41 ini take off pukul 14.50 ( Sydney time ) terbang dengan mulus setinggi 40.000 feet  sejauh 5.517 km jarak tempuh SydneyJakarta dalam cuaca yang bagus tanpa ganguan cuaca. Pesawat landing di Sukarno-Hatta Airport pada pukul 18.35 ( WIB ).

Selama penerbangan para penumpang mendapat pelayanan dari awak kabin ( pramugara ) dengan pelayanan yang prima dan banyak senyum. Para penumpang juga mendapat suguhan tayangan Film di layer monitor yang terpasang di tiap belakang seat penumpang sehingga penumpang dibelakangnya dapat melihat film yang dipilih masing-masing penumpang. Untuk mendengarkan suara tiap penumpang mendapat Headphone masin-masing.

Hidangan minuman dan makaan siang juga disuguhkan dengan baik. Untuk menu utama ada 2 pilihan yaitu Fish ( ikan dengan potongan kentang rebus ) dan lain-lain lauk kecil ( keju, susu, gula, garam, sendok garpu plastic ) atau Chiken ( dengan nasi putih / steam rice, rebusan wortel, brokoli ) dan lain-lain lauk spt pada Fish. Untuk minuman kami dapat memilih: Teh hangat, Kopi, Apple juice, Mineral water, Red wine, Orange Juice.

Setiba di landasan pacu, kami  turun dan segera menuju konter Imigrasi untuk mendapat Stempel pada Paspor kami sebagai bukti bahwa kami sudah memasuki negara Indonesia kembali. Tanpa potongan Kartu ini  penumpang akan mendapat kesulitan. Oleh karena itu ketika kita  akan take off Kartu Kepergian dan slip kedatangan harus disimpan dengan baik dan jangan sampai hilang ( taruh bersama paspor kita ).

Kami menuju ban berjalan untuk mengambil koper pakaian kami. Dengan Troley yang tersedia kami segera menuju konter Custom ( pabean ). Koper tidak usah di-sanning dengan x ray lagi hanya handbag yang kami bawa di-scanning kalau –kalau ada barang yang terlarang ( senajta api dll ). Kartu pabean yang diberikan oleh awak kabin setelah kami isi, diserahkan / akan diminta oleh petugas di bagian pabean ini.

Setelah semua ceremonial ini selesai kami menuju pintu keluar dan dijemput oleh supir adik ipar kami. Mobil menuju rumah adik ipar kami untuk beristirahat malam.

8 Okt 2009: pk. 09.00 kami naik k.a. Argo Jati menuju kota kelahiran saya, Cirebon. 12.20 kami tiba dengan selamat setelah melakukan perjalanan yang jauh ( lintas Negara dan Benua ), cukup melelahkan dan menambah pengalaman hidup kami berdua. Semoga Tuhan memberkati kami dan semoga kami dapat melakukannya lagi kelak di kemudian hari, bila tabungan kami sudah mencukupi untuk membiayai semuanya. Home sweet home.

EOS ( end of story ).-

===

 

 

Selasa, Oktober 06, 2009

Sydney Supa Centre



Sydney Trip ( 13 )
6 Okt 2009, Senin:
pk। 07।00 a.m.: wake up, it is cloudy, langit berawan hitam.
Pk। 09.00 a.m.: putra kami ( A ) pk. 07.30 a.m. berangkat kerja di St George Hospital s/d. 06.00 p.m. Oleh karena itu saya, isteri dan diantar putri kami ( yang masih cuti kerja ) round-round kota Sydney lagi. Dengan cekatan putri kami ( N ) drive Sedan Nisan Pulsar-nya ke Dep. Store Supa Centre Moore Park, di daerah Kensington, Sydney, NSW, yang khusus menjual perabot rumah tangga. Kami melihat-lihat perabotan rumah tangga. Harganya cukup aduhai. Ada 1 set Sofa seharga AUD 4,999. Emang enak untuk duduk dan bahkan untuk tiduran ( atau tidur beneran ). Bila mengingat harganya, apakah kita masih dapat tidur dengan nyaman? Disini kami hanya sight seeing saja dari pada bengong di flat kami.

Pk. 11.30 a.m. matahari bersinar terang. Udara sangat cerah. Tanpa jaket atau mantel maka tetap saja kami kedinginan karena diluar gedung atau mobil suhu udara masih terasa dingin.
Kami menuju Anzac Parade dekat Maroubra Road, mencari In Can, sebuah Thai Restaurant, langganan putri kami. Ah…pasti kami dapat menikmati lagi Nasi putih. Putri saya mengatakan bahwa Resto ini agak aneh, sebab dalam seminggu tutup 3 hari, entah mengapa. Mungkin syaratnya seperti itu agar bisnisnya maju. Di dinding diatas meja kami meihat ada 2 Pigura berfoto Raja dan Ratu Thailand. Bagus juga idea menampilkan Kepala Negara mereka.
Resto ini mempunyai cukup banyak langganan. Saya memesan Tom Yam Soup, sejenis sup yang rasanya asam-asam pedas khas Thailand yang terkenal itu, kesukaan saya. Isteri dan putri kami memesan hidangan lain: Fork BBQ and Rice dan Bihun goreng rasa Thailand yang diberi kocokan telur dan chiken.
Isteri saya bertanya kepada saya, bagaimana rasa Tom Yam Soup ini? Saya jawab dengan mengangkat Ibu jari tangan kanan saya yang berarti o.k. lah. Ini Tom Yam Soup asli, bukan ala Indonesia yang sering kami buat di tanah air. Akhirnya saya sharing ( berbagi ) juga dengan membagikan sop ini ke dalam 2 Mangkok kecil kosong ( empty bowel ) tambahan untuk isteri dan putri kami.
Bumbu Tom Yam ini sudah banyak di jual di Dep. Store di Jakarta. Air mendidih diberi beberapa sendok makan Bumbu yang sudah jadi ini lalu ditambahkan Mie / Bihun, daging Ayam, sea food ( irisan Cumi, Ikan , Kepiting ). Setelah mendidih , angkat dan sajikan dengan ditaburi sayur seledri atau lainnya. Tanpa ditambah bumbu lain lagi. Sudah pas segitu. Anda ingin mencoba? Silahkan membuatnya sendiri. Pasti ketagihan deh, seperti saya. he…he…
Perut kalau sudah diisi Nasi Putih ( meskipun hanya sedikit ) rasanya tenang bila dibandingkan diisi Roti atau lainnya dalam jumlah banyak। Perut saya masih agak sukar diajak kompromi. Perlu waktu agak lama untu beradaptasi. Mungkin pengaruh usia juga yang sudah S2 ( Sudah Sepuh ). Makin bertambah usia, makin sulit beradaptasi makanan, lingkungan, budaya dll. Ternyata menyesuaikan diri tidak mudah dan perlu perjuangan keras untuk mendapatkannya.

Pk. 06.15 p.m.: anak mantu dan isteri saya menyiapkan Dinner. Saya melihat diluar flat udara masih cukup terang ( seperti pk. 16.30 WIB ) padahal saat ini sudah pukul 18.15 ( sore hari ) waktu Sydney. Jadi memang bulan ini siang hari lebih panjang. Gerimis masih turun dan di kejauhan di langit arah timur kami melihat ada Rainbow ( pelangi ) dengan bermacam warna. Kombinasi warna inilah yang membuat indahnya. Kombinasi sifat manusia jugalah yang membuat indahnya kehidupan. Kalau semua berwarna kuning atau merah maka tidak akan terdapat suatu keindahan. Dari pada kita menggerutu, maka lebih baik kita bersyukur bahwa adanya perbedaan pendapat atau lainnya itu dapat membuat indahnya kehidupan. Beda pendapat adalah wajar dalam kehidupan kita. Persoalannya: bagaimana kita menyikapi perbedaan diantara kita ini dengan baik, win win solution.
Siaran TV, channel Ten at News saat ini menyiarkan bahwa di suatu daerah Sydney terdapat hujan dan Hail ( hujan batu es ) sebesar kelerang.
Perkiraan cuaca di kita Sydney untuk besok tanggal 7 Okt 2009: suhu 10 – 17 derajat Celsius, berawan dan kemungkinan masih ada Hail।

Pk. 07.00 p.m. langit masih cukup terang.
Selesai Dinner kami lebih enak tinggal di flat oleh karena di luar masih turun hujan dan udara terasa dingin. Menikmati siaran berita dan Film lebih baik dari pada keluar tempat tinggal. Tayangan Film yang bagus sering kali menyebabkan kami tidur larut malam sekitar pk. 00.00 yang jarang dilakukan di rumah sendiri di tanah air. Hal ini disebabkan sudah lelah dan ngantuk juga siaran Film terlalu banyak tayangan iklannya. Kadang iklannya lebih panjang dari pada Filmnya, tidak seeperti di sini. Iklan hanya sekilas saja, pemirsa lebih dapat menikmati tayangan Film.


Senin, Oktober 05, 2009

Australian Labour Day



Sydney Trip ( 12 )
5 Okt 2009, Senin:
Sejak hari Sabtu, Minggu dan hari Senin ini merupakan hari libur yang panjang ( long week end ), karena Senin ini merupakan hari libur nasional, Hari Buruh Nasional। Sejak tanggal 1 Oktober 2009 yang lalu disini diberlakukan perubahan waktu menjadi GMT +11, karena waktu siang hari menjadi lebih panjang. Perbedaan waktu dengan WIB ( Waktu Indonesia bagian Barat ) menjadi 4 jam lebih siang/cepat dari pada WIB. Udara di Sydney sejak Jum’at yang lalu mendung dan hujan. Bila pada long week end, cuaca hujan maka kita tidak dapat bepergian sehingga merasa rugi. Bagi para petani hujan merupakan berkah bagi kehidupan pertaniannya. Hari libur ini lebih banyak dinikmati dengan melihat siaran TV. Channel: 7 ( seven ), 10 ( ten ) merupakan channel yang sering menyiarkan berita atau film yang menarik. Film-film USA ternyata banyak ditayangkan di Channel tsb.

Pk। 07.00 a.m. ( pk. 03.00 WIB ): saya terbangun. Saya melihat lewat jendela flat, udara masih mendung juga meskipun tidak hujan. Semoga siang ini tidak turun hujan. Saya berharap cucian semalam dapat kering, sebab membutuhkan cahaya matahari.

Tadi malam saya terbangun karena kedinginan, padahal pakaian tidur ( berpiayma lengan panjang ) dan selimut sudah menutupi tubuh saya। Merasa tidak kuat menahan suhu dingin, badan saya terasa menggigil juga akhirnya. Saya memakai Kaos kaki tebal dan Jaket ( belum pernah saya tidur memakai Kaos kaki dan Jaket, betapa dinginnya udara malam tadi ), Perkiraan cuaca kemarin siang di siaran TV adalah antara 12 ( minimal ) – 17 ( maksimal ) derajat Celsius. Spring ( musim semi ), Summer ( musim panas ) di Oz ini biasanya tidak ada hujan, tetapi sekarang cuaca sudah tidak menentu ( seperti juga di Indoneia pada musim kemarau-pun dapat turun hujan di beberapa daerah dan bahkan terjadi banjir ). Hujan yang memberikan kehidupan bagi manusia, dapat juga memberikan malapetaka bagi manusia.

Pk। 09.00 a.m. sinar matahari mulai tampak terang.

Pk। 11.00 a.m. kami Lunch di Rumah Makan New Orient – Pempek Palembang, 198 Anzac Parade Kensington, sejalan dengan Kampus UNSW. Seperti biasa kami memesan menu yang berbeda agar dapat saling mencicipi. Saya sendiri memesan 1 porsi Gado-gado लोंतोंग।Rasanya lumayanlah mirip Gado-gado di tanah air. Kami melihat hanya ada 2 orang yang bertugas melayani yaitu sang suami sebagai juru masak merangkap paramusaji dan sang isteri sebagai pengawas dan merangkap sebagai Kasir. Tampaknya mereka orang Indonesia sebab fasih bicara Indonesia. Cukup banyak juga langganan mereka. Lokasi RM yang dipinggir jalan raya memudahkan para langganan menuju RM mereka.

Pk। 12.30 p.m. kami menuju East Garden, suatu Dep. Store yang berlantai 3. Cukup besar bangunan gedung ini dan tempat parkir in door yang cukup luas menampung mobil. Di D.S. ini kami lebih banyak melihat orang kulit putih ynag shoping bersama keluarga, maklum week end panjang. Siang itu hujan masih turun meskipun tidak besar. Udara dingin dan berawan hitam yang cukup tebal. Dep. Store, pantai dan Kafe / Rumah makan biasa ramai dikunjungi penduduk atau visitor ke kota ini.

Pk। 06.30 a.m. kami menikmati Dinner di flat putra kami. Kami menikmati Ayam goreng, Ca sayur Pakcoi, Tumis Kentang dan udang, serta minum Teh hangat.

Pk। 7.30 p.m. kami kedatangan keluarga Mr. I.B. dan keluarga Mr. T. Kami ngobrol dan menikmati snack puding buatan sendiri.

Pk. 10.00 p.m. mereka pamit dan kami juga mengucapkan banyak terima kasih dan pamitan juga sebab tanggal 7 Oktober 2009 kami akan kembali ke tanah air.

Ternyata kami mempunyai sanak famili dalam jumlah yang cukup banyak. Mereka umumnya berharap kami dapat mengikuti jejak mereka dengan alasan putra/i kami sudah mendapat PR ( Permanent Resident ) setelah menyelesaikan study mereka di Sydney ini. Untuk mendapatkan status Parent Visa PR, mereka mengira tidak sulit. Saya saya baca di web pemerintah Australia, pemerintah menerima ribuan permohonan semacam itu dan bagi yang beruntung akan mengalami seleksi ketat dan baru akan dikabulkan sekitar 5-10 tahun kemudian. Kalau usia kami saat ini kepala 6 dan 10 tahun kemudian menjadi kepala 7 ( itupun kalau diberi umur panjang ) maka kami sudah S3 ( Sudah Sangat Sepuh ) untuk dapat hidup disini. Akankah hal ini membuat kami nyaman hidup disini? Saya tidak tahu. Manusia berencana tetapi Tuhan juga yang menentukan.-

Bertemu dengan banyak famili



Sydney Trip ( 11 )

4 Okt 2009, Minggu:
Pk। 10.30 a.m. kami berlima mengikuti Kebaktian di Gereja IPC ( Indonesian Presbyterian Church ). Kebaktian dilakukan dalam bahasa Indonesia. Bapak Pdt J.S. selalu memperkenalkan para Jemaat yang baru pertama kali mengunjungi IPC dan bahkan memperkenalkannya kepada hadirin. Jemaat yang berasal dari tanah air juga disambut dengan suka cita dan tepuk tangan para Jemaat yang lain. Bila kebaktian dilakukan dalam bahasa Inggris Australia, kami yang belum terbiasa dengan dialek Aussie sehingga mengalami kesukaran mengikuti pembicaraan karena speeed ( kecepatan bicara ) yang sukar diikui oleh kami. Kami harus mengikuti gerakan bibir pembicara yang nyaris tidak terbuka lebar. Bagi visitor dari luar Aussie harus banyak berlatih dengan logat Aussie. Kami membaca di sebuah Tabloid ada Kursus bahasa bagi para visitor ( pendatang ) dari tanah air yang ingin memperlancar bahasa disini secara Free yang dilakukan setiap hari Jum’at pk. 10.00 – 12/00 a.m. Penyelenggaranya juga para komunitas Indonesia. Para visitor disarankan agar banyak bergaul dalam komunitas ini sehingga hidup di Aussie tidak boring, jenuh dan banyak teman sehingga mudah bergaul. Manusia tidak dapat hidup menyendiri, tetapi hidup berkelompok dan membutuhkan teman yang dapat saling membantu dan sharing dalam segala bidang. Kalau bukan dengan teman se-tanah air lalu dengan siapa lagi?


Komunitas Indonesia juga cukup banyak jumlahnya, bahkan mereka menerbitkan Tabloid-tabloid yang dapat diambil secara Free di Rumah-rumah Makan Indonesia yang berada di banyak tempat di kota Sydney ini। Dana yang dipakai berasal dari iklan yang banyak terpampang di Tabloid tsb.


Pk। 02.30 a.m. kami berjanji dengan putra Paman saya di Cirebon yaitu Mr. I.B., 30 tahun yang berdomisili di daerah Botany dekat Sydney Airport. Keluarga mereka sudah migrasi dari kota Cirebon ke Sydney sejak lama. I.B. bekerja di sebuah perusahaan Komputer. Keluarganya I.B., istrinya P dan putra mereka D, 12 tahun akan mengunjungi Nenek kami dari pihak Ibu di daerah Marrickville, dekat rel k.a. Keluarga saya berlima datang ke rumah ( bukan flat ) nenek kami. Nenek hidup dengan keluarga putranya, Mr. T yang berprofesi Taxi driver sejak ia tiba di Sydney puluhan tahun yang lalu. Mr. T mempunyai 3 putri yang sudah menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi. Nenek saya , Mrs. I.B. , 89 tahun, sudah sepuh dan pendengarannya sudah banyak berkurang sehingga bila bericara kami harus dekat dengan telinganya. Alat hearing aid pernah dipakai tetapi sering kali tidak dipakai dengan alasan alat tsb sering mendengung di telinganya meskipun sudah di setel dan diganti baterenya. Nenek mempunyai 3 putri yang semuanya sudah menikah dengan orang Aussie ( salah satu putrinya menikah dengan pria Aussie yang pensiunan Angkatan Udara Aussie yang pernah mengikuti perang di Vietnam ) dan 2 orang putra. Mr T yang Taxi driver dan Mr. O.S. yang pengusaha taksi. Kami sempat juga berfoto bersama. Terakhir kali kami mengunjungi Nenek pada tahun 2007 dan mengadakan acara BBQ daging Sapi dan Kambing di halaman belakang rumah mereka. Kami membakar daging sambil ngobrol dan tertawa pada malam hari yang cerah sehingga acara dapat berlangsung dengan baik. Nenek masih mengenali saya dan keluarga, meskipun usia sudah sepuh. Nenek berkisah bahwa giginya masih cukup lengkap dan dapat dipakai untuk makan dengan cukup baik. Matanya juga masih dapat dipakai untuk membaca terutama membaca Alkitab baik di rumah maupun di Gereja terdekat. Satu-satunya keluhan adalah pedengarannya yang jauh berkurang di usia nya yang ke 89. Belum tentu usia kami dapat mencapai sebanyak itu. Sama seperti bila saya melayani pemeriksaan kesehataan warga Panti Wreda Kasih di kota Cirebon milik Gereja kami. Usia mereka sudah sepuh-sepuh. Pada saat ulang tahun saya selalu membatin “Selamat Panjang Umur atau Selamat Berkurang 1 Tahun usiamu “, semuanya benar. Kami semua berserah kepadaNya yang memberikan kehidupan bagi kami semua. Amin.


Pk। 05.00 p.m.: kami berpamitan dengan keluarga Nenek dan kembali ke flat putra kami di daerah Campsie.


Pk. 06.30 p.m. isteri saya dan anak mantu kami menyiapkan Dinner bagi kami sekeluarga. Di luar hujan masih turun juga, menambah dingin suhu udara. Selesai Dinner, kami menikmati Film yang ditayangkan di Channel 7 atau 10. Film yang ditayangkan “Sound of Music” yang pernah beredar di bioskop-bioskop di tanah air beberapa tahun yang lalu. Film yang tidak membosankan ini bertemakan musik dan komedi ini bagus dan enak dilihat. Mutu Audio stereo dan Video ( seperti mutu DVD film ) pada layar lebar dapat menyuguhkan acara keluarga yang bagus.Pk. 10.00 p.m. kami beristirahat malam.

Minggu, Oktober 04, 2009

Makanan Indonesia




Sydney Trip ( 10 )

3 Sept 2009:
Sejak pagi udara kota Sydney mendung, berawan, hujan gerimis dan hujan besar sampai malam hari। Kami tidak dapat menjemur pakaian dan biasanya malas bepergian.

Ketika kita berada di luar negeri dan pada suatu saat di suatu tempat bertemu dengan orang yang berbahasa Indonesia, maka secara batiniah kita merasa dekat dengan mereka, paling tidak masih dapat bertemu dengan orang-orang se-tanah air। Saya sering membatin, dunia ini kok kecil ya। Dimana-mana kita masih dapat bertemu dengan orang yang satu bahasa dengan kita.

Ketika kami berada di sebuah Kios di pasar tradisionil, Paddy’s Market yang terkenal itu di kota Sydney, isteri saya berkata kepada saya bahwa itu Ibu A. Saya memperhatikan seorang Ibu yang sedang menawar suatu barang souvenir di sebuah Kios. Saya mendekatinya untuk memastikannya. Setelah berhadapan dengannya, saya memandangnya.
Saya berpikir kalau benar itu adalah Ibu A, yang berdomisili di kota Bandung, maka ia pasti masih mengenal wajah saya. Benar saya, ketika Ibu A diperhatikan oleh saya yang berada dekat dengannya, Ibu A bertanya “ Pak Basuki ya?” Saya jawab “Benar, Ibu. Anda Ibu A, bukan?’ Ia tersenyum mengiyakan.
“Dengan siapa Pak Basuki ada di Sydney?” ia bertanya.
Saya jawab “Dengan keluarga। Itu isteri saya” sambil menunjuk ke arah kiri Ibu A. Ibu A langsung mendekati isteri saya, bersalaman dan asik ngobrol. Kami mengenal Ibu A ketika ia masih berdomisili di kota Cirebon. Saat itu Ibu A, shoping dengan salah seorang familinya yang berdomisili di Sydney. Suaminya tidak ikut shoping karena katanya sedang asik melihat TV di flat mereka. Setelah dirasa cukup, kami berpisah dengan Ibu A. Ada rasa gembira di hati kami bahwa kami masih mengenalnya dan Ibu A masih mengenal kami, meskipun sudah lama kami tidak berjumpa dan kami dapat berjumpa lagi di sebuah kota yang jauh dari tanah air.

Beberapa hari yang lalu, ketika kami menikmati Lunch di sebuah Korean Resto, kami mendengar suara percakapan 2 wanita muda sekitar 25 tahunan, Asian face, tampaknya mereka student। Mereka asik bicara dengan bahasa Indonesia dengan volume suara yang cukup terdengar jelas dan kecepatan bicara yang tinggi sambil menikmati hidangan mereka. Ah…rupanya mereka orang Indonesia juga yang sedang study di Negara Kangguru ini. Mereka tidak peduli dengan kami yang duduk di sebelah meja mereka. Disangkanya kami tidak menegerti bahasa mereka padahal itu adalah bahasa kami juga. Kami tidak menyapanya, karena kami memang tidak mengenal mereka secara pribadi.

Sydney mempunyai banyak sekolah atau perguruan Tinggi, seperti UNSW ( University of New South Wales ), almamater putra/i kami। Banyak student dan pasca sarjana orang Indonesia yang melanjutkan study S2, S3 dll di UNSW. Sydney University, Tafe Sydney Institute, dll sekolah juga terdapat di kota Sydney ini. Pada umumnya lulusan Senior High School ( SMU ) dari Indonesia setelah lulus dari Junior High School ( SMP ), sebelum dapat kuliah di salah satu Universitas, wajib mengikuti suatu pendidikan semacam bimbingan belajar ( Bimbel ) selama 1 tahun ( praktis hanya 9 bulan o.k. banyak libur ) di Univ yang akan mereka masuki. Tiap Univ bisasanya mempunyai Bimbel yang disebut sebagai Foundation. Belajar di Foundation selain untuk mempersiapkan mereka dalam bidang study masing-masing juga berlatih bahasa Inggris Australia, terutama dialek atau logat Aussie. Bahasa Inggris yang kita miliki sering kali masih Indonesian style, logat Indonesia. Orang Singapore juga punya logat Singapore atau Singlish ( Singapore English ), bahasa Inggris dengan logat Mandarin. Memang bahasa menunjukan bangsa. Logat Assie memang berbeda dengan logat Amrik atau Negara-negara lain yang perlu dipelajari oleh para calon student yang akan study disini.

Bicara soal makanan Indonesia di Sydney tidak merupakan masalah besar। Tampaknya di kota ini ada banyak penduduk Indonesia yang berdomisili atau igrasi ke Negara Oz ini. Bila rindu dengan makanan Indonesia,maka kita dapat menikmatinya di Rumah Makan Indonesia. Asal punya uang dan mengetahui lokasinya, kita dapat menikmatinya dengan mudah.

Sebuah Kedai makan “Mie Kocok Bandung”, 108 Maroubra Road, Maroubra 2035, lokasinya disebelah flat putri kami, menyediakan makanan khas Bandung ( mie kocok, Yamien/Yahun, Batagor & Siomay goring, Baso Tahu Bandung, Lotek Bandung, Sop Buntut, Gepul ala Bandung, Bandeng Presto, Combro, Risoles, Kroket dll )।

“Aneka Soto”, Indonesia Restautant, 1/70 Botany Road, Mascot 2020 menyediakan Aneka Soto ( Soto Babat, Soto Bandung, Soto MIe, Soto Ayam, Tongseng, Sop Kikil, Nasi liwet, Nasi Goreng, Nasi Timbel, Gudeg Ypgya Komplit। Tahu Gejrot ( khas Cirebon ), Es Campur, Es Teler, Es Duren dll ).

“Rosebery Martabak”, Bakso House, 341 A Anzac Parade, Kingsford MSW 2032, menyediakan MartabakManis ( rasa Keju, Pandan, Kacang, Pisang, Jagung, Pisang,Kimis ), Martabak Telur dengan beberapa rasa ( Sapi, Seafood, Sosis ayam, Vegetarian, Bakso, Ikan Tuna, Smoked Salmon dll ).

“Kharisma, Restaurant and Catering”, 65 Bunerong Road, Kingsford. NSW 2032, menyediakanm Catering, menerima pesanan Tumpeng untuk Pesta, Birthday dll,mrmpunyai menu: Bakmi Spesial “Kharisma”, Nasi Goreng Spesial “Kharisma”, Soto Solung /Jakarta / Buntut, Sate Ayam / Kanmbing. LOntong Sayur isi semur Daing dan Tahu dll.

Tahun 2007 kami pernah menimati Pempek Palembang di sebuah Kedai Pempek di Anzac parade dengan cita rasa yang sama dengan yang dijual di tanah air।

Rumah Makan Indonesia dan juga Restaurant lainnya sering kali mempunyai pramusaji yang sedikit, nyaris hanya 1-2 orang saja। Itupun merangkap sebagai Kasir dan Owner ( pemilik ). Maklum upah buruh disini termasuk mahal juga, sekitar AUD 8-10/jam.

Kemarin siang kami mencoba menikmati Ayam Goreng Tulang Lunak “Maranatha”, 392 Jone Street, Ulimo, Sydney, NSW 2000, yang menyediakan menu hidangan Khas Indonesia। Lokasi Restauran ini berada dekat perkantoran sehingga banyak yang menikmati makanan Indonesia di Resto ini. Kami memesan 5 macam hidanfgan yangberbeda sehingga kami dapat saling mencicipi. Ayam Goreng Tulang Lunak memang benar-benar lunak, o.k. dimasak Presto. Tulang Ayam pun dapat dikunyah dengan amat mudah. Dimakan dengan ditemani semangkuk Sayur Asam, ah….emang khas Indonesia. Rindu tanah air dapat terlunasi. Pemiliknya orang Chinese Indonesia. Di Resto ini saya melihat hanya ada 3 orang. Seorang pramusaji merangkap Kasir ( mungkin suaminya ), isterinya yang menyiapkan makanan dan seorang wanita muda ( mungkin putrinya ) sebagai pramusaji. Mereka dengan cekatan melayani pesanan para tamu yang makan disini. Ketika saya bertanya dimana restroom. Sang putri mereka berkata “Terus saja dan belok kanan, Oom” dalam bahasa Indonesia yang fasih. Resto dan toiletnya bersih tersedia westfafel dengan aliran air dingin yang bersih. Untuk minum air teh hangat, sendok, garpu dan kertas tissue kamipun harus mengambil sendiri ( self service ) disebuah meja di sudut ruangan dekat kasir. Hal ini tidak merupakan masalah bagi para tamu, oleh karena disini hal tsb sudah biasa secara self service dinegara Oz ini. Mengisi bensin di SPBU juga self servive tidak peduli mereka wanita / pria.

Harga makanan Indonesia pada umumnya hampir sama, sekitar AUD 8-12/porsi। Konon itu merupakan harga standard. Makanan di Resto selain Indonesia umumnya berkisar sekitar AUD 15-30/porsi tergantung apa yang dipesan.

Pk. 07.30 p.m. di flat putra kami, terjadi suatu Reuni keluarga isteri saya. 5 orang anggota keluarga isteri saya semua berkumpul dan berfoto bersama. Kami ber-9 orang menikmati Dinner bersama.
Hidangan yang disantap, kami sediakan masing-masing। 1 keluarga menyediakan 2 dus besar Ayam panggang, 1 keluarga lain menyediakan 1 Dus Lunpia Jakarta, Sate Ayam / Kambing, Pudding Coklat Strawberi, Air Jeruk, Jus mangga. Keluarga kami menyediakan Nasi Putih ( Steam rice ), Masakan daging Kangguru dan masakan sayur lain. Rasa daging Kangguru ini mirip daging sapi, lebih kenyal dan bau agak prengus / amis ( menurut saya ).

Selesai Dinner, kami ngobrol ke Barat dan ke Timur dengan santai। Tidak terasa waktu berjalan terus dan sudah menunjukkan pukul 10.30 p.m. Di luar flat masih turus hujan sejak pagi hari. Mereka pamit dan kami membereskan semua peralatan Dinner, self sercice juga o.k. tidak ada pembantu ( maid ). Bagi yang ingin hidup di Negara Oz ini sebaiknya berlatih diri untuk bekerja self service, harus dikerjakan sendiri. Bagi kita di Indonesia yang selalu dilayani oleh maid, maka disini semuanya harus self service, tidak peduli mereka keluarga Dokter atau keluarga lainnya. Sering kali kita merasa aneh, kalau pada Hari Raya Idul Fitri, para maid pulang mudik, maka keluarga yang berkecukupan tinggal di hotel yang sudah dipesan agar mereka tidak melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh para maid. Ketika maid mereka pulang, mereka kembali dari hotel mereka. Luar biasa. Penduduk Oz sudah terbiasa hidup self service.

Bila ingin bertemu dengan seseorang di Oz, kami harus buat perjanjian lebih dahulu ( dokter, keluarga dll relasi ). Bila tidak maka kami akan buang waktu, biaya transportasi bila mereka tidak mau bertemu dengan kita atau mereka seदानg cuti keluar kota dll acara. Lain Negara, lain kebiasaan. Kita harus dapat beradaptasi dengan baik.-


Sabtu, Oktober 03, 2009

DFO

DFO
( Direct Factory Outlet )
Sydney Trip ( 10)

2 Okt 2009.
Pk. 07.00 ( 04.00 WIB ): wake up.
Up to 10.00 a.m. Cloudy and no wind. Sesuai dengan ramalam cuaca, 3 hari ke depan, kota Sydney akan turun hujan. Hujan turun sekitar pk. 06.00 p.m.
Pagi ini kami Breakfast di flat. Isteri dan anak mantu kami masak sendiri dan menikmati Nasi putih ( steam rice ) yang dimasak dengan Rice cooker. Ditemani Kerupuk udang yang kriuk-kriuk, kami menikmati sarapan sambil ngorol bicara mau kemana siang ini?
Cuaca mendung dan gerimis membuat kami enggan keluar rumah.
Selesai makan kami melihat Film “Sumpah Pocong” dari CD bawaan dari Indonesia. Film yang dikira film hor-hor ternyata lebih banyak lucu-nya dari pada ngerinya. Aktris Yulia Perez dengan tubuh seksi-nya membawakan peran seorang isteri sang Kades dengan baiknya. Sering terdengar ketawa kami ha…ha….saking lucunya ini film Komedi. Bila ada kesempatan, anda dapat menikmati adegan demi adegan film ini ( bukan promosi lho ).

Pk. 03.00 p.m.: cuaca cerah. Kami berlima drive menuju suatu DFO ( Direct Factory Outlets ) di daerah Homebush, ex kompleks Olympiade Sydney tahun 2000. DFO ini berlokasi di seberang Parramatta Road, jalan raya yang menghubungkan kota Sydney dan Penrith ( West Sydney ).
Gedung DFO menampung puluhan Kios, toko yang menjual barang-barang keperluan Rumah Tangga, Tas, Fashion, Sepatu, Buku-buku, Cafes, Pakaian anak-anak, Jaket, Keperluan tidur dll dengan harga diskon sebesar 20 – 50 %. Saya pribadi hanya sight seeing, cuci mata. Putri kami membeli semacam Sandal. Harga yang ditawarkan mungkin murah bagi penduduk setempat. Sepasang Sepatu kats AUD 59.90, T Shirt Polo AUD 59.99, Jaket pria AUD 129,99. Kalau di kurs x Rp. 8.400,- harganya tidak cukup murah bagi kantong kita yang ber-IDR. Kalau melancong ke luar negeri emang kita akan membuang uang, bukan mencari uang. Jadi Kalkulator yang kita bawa sebaiknya disimpan dalam saku saja. Lelah juga nih kaki berjalan dalam gedung DFO yang luas dan adem ini selama 2 jam-an.
Nilai IDR kita adalah AUD 1 = Rp। 8.400,- ( berubah-ubah setiap hari ) atau US$ 1 = Rp. 10.000,- ( berubah-ubah setiap hari ). Sepertinya nilai IDR kita amat rendah, tetapi bila dibandingkan dengan mata uang Vietnam ( Vietnam Dong ) maka nilai IDR masih lebih baik. Rp. 1.000,- = VD 2.000 ( tahun 2008 ). Nah lho….nilai VD hanya setengah dari nilai IDR kita. 1 porsi Mie ayam di Jakarta sekitar Rp. 8.000,-, di Hanoi sekitar Rp. 16.000,- Sering kali para pedagang di kios-kios souvenir lebih suka menerima uang US$, karena lebih ringkas. US$ 1 = VD 20.000. Kalau punya 1 lembar US$ 100, maka nilainya sebesar VD 2.000.000. Kalau diberi pecahan uang kecil, maka kita akan punya segepok tebal uang VD. Di tiap gedung Bandara, setelah turun dari pesawat para penumpang dapat menukarkan uang US$ yang dibawa dengan mata uang setempat dengan nilai tukar yang fixed untuk saat itu. Lebih praktis dari pada menukar uang di Money changer dan harus tawar menawar lagi.


Kemampuan berbahasa Inggris juga kadang tidak cukup dapat untuk berkomunikasi dengan penduduk setempat yang sering kali kemampuan bahasa Inggrisnya hanya pas-pasan saja atau tidak paham bahasa Inggris sama sekali. Logat bahasa atau dialek bahasa sepempat juga sering kali tidak kita mengerti. Lebih nyaman kalau kita dapat berbahasa mereka misalnya Mandarin ( untuk oriental countries ). Kita bisa membeli barang yang lebih murah dari pada kita berbahasa Inggris. Bertanya di mana letak Toilet room, juga merupakan masalah tersendiri bila kita makan di suatu Kafe atau Resaurant. Di Hanoi atau Macau sering kali kami harus bertanya bukan “Where is the rest room?” tetapi cukup bilang “siauwpien” atau pipis saja. Lawan bicara kita ( pramusaji ) dengan segera akan menunjuk letaknya dengan tersenyum.
Kalau semuanya mentok, maka ada jalan keluar yang cukup efektip untuk berbelanja, yaitu memakai Kalkulator saku bila ingin membeli sesuatu barang di Kios souvenir ( yang harganya masih tawar menawar )। Kalkulator akan berpindah-pindah tangan dari penjual ke calon pembeli. Setelah deal, maka jadilah transaksi tsb. Lebih enak kalau belanja bersama teman-teman se-group, saling mendukung dan seringkali si penjual akan menurunkan harga barangnya, khawatir group kita tidak jadi membeli barang-barangnya. He॥he...


Ada trik lain yaitu pura-pura kita tidak setuju dengan harga yang ditawarkan, lalu kita meninggalkan Kios-nya dan pindah ke Kios tetangganya. Sang penjual akan memanggil-manggil kita dengan hei…hei…tanda oke-lah dengan harga yang kita tawar. Biasanya kaum Ibu lebih pandai menawar dari pada kaum bapak yang lebih banyak cincai-nya atau malas tawar menawar. Harga-harga barang di Dep. Store pada umumnya fixed price, tidak bisa ditawar lagi. Tinggal gesek Kartu Kredit Visa atau Master atau bayar cash.
Pk। 06।00 p.m.

Kami drive menuju ke daerah Broadway untuk Lunch. Sedan di parkir di sebuah Dep. Store. Parkir gratis untuk 3 jam pertama. Karcis parkir diambil pada pintu masuk ( tanpa petugas ) otomatis. Ketika kami akan pulang, kartu parkir dimasukkan ke dalam mesin bayar parkir. Bila lebih dari 3 jam mesin akan menghitung berapa menit kelebihan jam parkirnya dan akan menampilkan berapa sen / AUD yang harus kita masukkan ke dakm mesin parker tsb. ( lagi-lagi tanpa petugas ). Semuanya self service. Praktis dan cepat.
Kami memasuki sebuah Resto Mexico yang bernama “BAJA CANTINA” ( kantin Baja, entah apa arti kata Baja itu ) di Globe Point Road. Menu yang tercantum di Daftar Menu terasa asing bagi kami, meskipun ada penjelasannya dibawah nama menu yang tercantum. Kami memesan 5 macam hidangan yang dapat kami share, makan saling mencicipi. Kami memesan: Chiken Mole ( Nasi berbumbu khas, Ayam Goreng yang ditaburi biji Wijen dan Bubur Kacang Merah/Buncis ), Chiken Talita dan 3 hidangan lainnya yang saya lupa namanya. Oleh karena perut sudah lapar, maka hidangan yang kami pesan habis juga disantap dengan macam-macam komentar dari kami berlima. Rasanya memang terasa aneh o.k. belum terbiasa dengan hidangan Mexico ini. Saat itu ada banyak tamu yang akan bersantap malam, bahkan beberapa meja sudah dipesan ( reserved ). Masing-masing tamu bicara dengan bahasanya masing-masing ( Indonesia, Mandarin, Jepang, Korea, Arab dll ). Kalau kita bicara bahasa Sunda atau Jawa-pun orang sekitar kita tidak akan tahu. Ada banyak suku bangsa yang berada di kota ini ( multirasial ). Bahasa Inggris Australia hanya berlaku di Perkantoran dan Ruang Kuliah.
Pk। 08।15 kami tiba di Flat untuk beristirahat malam।



Kamis, Oktober 01, 2009

Darling Harbour




Sydney Trip ( 09)

1 Okt 2009, Kamis:
Pk. 09.00: Kami berlima menuju daerah City kota Sydney naik kereta api.
Flat putra kami lokasinya dekat dengan stasiun k.a. sekitar 200 meter. Cukup jalan kaki sambil olah raga. Bila melancong kesini sebaiknya kita memakai sepatu olah raga karena pasti kita akan banyak berjalan kaki. Kami membeli 5 lembar tiket di loket yang dilayani oleh seorang pria bule. Harga tiket return ( pulang-pergi dalam 1 hari ) AUD5,2 yang dapat dipergunakan oleh kami dari stasiun Campsie ke stasiun Musium ( dekat St. James museum di daerah City ) dan nanti sore ketika kami kembali ke Campsie, kami sudah mempunyai tiket k.a.
Saya mencatat di sebuah Notes kecil, nama-nama stasiun k।a। yang kami lewati। Kereta api melaju dengan speed sekitar 30 km/jam dan berhenti di setiap stasiun yamg dilewati routenya. Ada banyak k.a. penumpang dan k.a. barang yang beroperasi setiap hari diatas rel di kota Sydney. Kalau di Singapore ada MRT ( Mass Rapid Transit ), suatu k.a. yang beroperasi di dalam kota S’pore yang bersih, terawat dan ber-AC.

Dari stasiun k.a. Campsie, k.a. akan melewati stasiun: Canterbury, Hulstone Park, Dulwich Hill, Marrickville, Sydenham, St. Peter, Erskinellie, Redfern, Central dan Musium ( St. James Museum ). Di tiap stasiun saya mencatat k.a. berhenti selama 2 menit untuk menurunkan dan menaikkan penumpang. Di stasiun Central ( pusat stasiun k.a.) berhenti agak lama sekitar 5 menit. Pintu akan terbuka dan tertutup secara otomatis. Pada saat k.a. memasuki stasiun, terdengar suara pria yang menyebutkan nama stasiun dimana k.a. akan berhenti ( persis seperti di Singapore ). Setiap stasiun k.a. selalu ramai dengan penumpang pada jam-jam pergi dan pulang kantor. Tiap gerbong k.a. bertingkat dua ( atas dan bawah ), sehingga dapat mengangkut lebih banyak penumpang. Power k.a. ini berasal dari arus listrik, mirip KRL di Jakarta ( route ke Depok, Bogor dll ). Kami turun di stasiun Musium ini.
City adalah sebuah daerah kota Sydney yang merupakan CBD, Central Business Distric, daerah yang paling ramai। Disini terdapat banyak perkantoran dan pelabuhan ( Darling Harbour ), Gedung Opera House & Jembatan Sydney Harbour Bridge yang merupakan ikon kota Sydney ( Monas bagi kota Jakarta atau Petronas Tower bagi kota KL। Kuala Lumpur ). Disini terdapat juga suatu menara Sydney ( Sydney Tower ). Dengan membayar tiket masuk setiap pengunjung ( visitor ) naik dengan bantuan senuah lift dan dapat melihat view kota Sydney dari ketinggian. Bila naik mobil pribadi masalah parkir merupakan suatu masalah juga, selain sukar mencari tempat parkir yang kosong ( apalagi pada week end ) dan tarif parkir yang cukup mahal, sekita AUD2,0 sehingga banyak visitor datang naik k.a. atau bus ( tarifnya AUD2,0 /penumpang ).

Disekitar Darling Harbour terdapat sebuah Gedung Pasar tradisionil yang bernama Paddy’s Market yang terkenal. Barang-barang yang dijajakan disini lebih murah harganya bila dibandingkan dengan harga di Mall. Sambil melancong kita dapat shoping ( seperti belanja di Pasar Sukowati, Denpasar ) dan dapat ditawar. Para pedagang umumnya orang Chinese, maklumlah lokasinya kan di Pecinan. Ada banyak Jaket, Baju, bermacam Sovenir, Jam, arloji, dll barang.
Di dekat Paddy’s Market terdapat daerah Pecinan dengan pintu gerbang yang khas Tiongkok. Warna dominan adalah Merah menyala dan Golden yellow. Disini terdapat banyak Chinese Resto. Bila kita datang ke tempat ini pada saat Tahun Baru Imlek ( sekitar bln. Pebruari ) maka disini akan ramai sekali. Biasanya ada sambutan dari Bapak Walikota Sydney untuk menyambut perayaan Imlek ini di kota Sydney. Pertunjukan Barongsai mendominasi acara pertunjukan yang ramai dikunjungi para Chinese visitor / penduduk setempat.
Di area Darling Harbour terdapat Chinese Garden, suatu taman yang ditata dengan suasana oriental dan terdapat suatu taman yang asri yang ditumbuhi pohon Bambu yang khas Tiongkok.
Disini juga terdapat gedung bioskop IMAX ( layar 3 dimensi, mirip bioskop Keong Mas, di Taman Mini Jakarta ). Pada tanggal 2-5 Oktober akan diadakan peringatan ke 21 Darling Harbour Fiesta. Poster-posternya sudah ditempel di tempat-tempat strategis di kompleks ini.
Terdapat gedung Sydney Centre-Darling Harbour, merupakan tempat pertunjukan seni, sebuah Dep. Store mewah yang menjual barang fashion ( pakaian, perhiasan, arloji, cake, kafe dll ), juga tersedia Internet Kafe dengan tariff AUD2,5/jam ( sekitar Rp. 20.750,- ) dengan speed ASDL. Bandingkan dengan tarif di Negara kita yang sekitar Rp. 3.000,-/jam-nya.
Di Taman Darling Harbour ini juga terdapat view yang bagus seperti pantai dengan beberapa kapal feri, air mancur di setiap sudut taman. Melancong ke Darling Harbour dengan membawa anak dan cucu sungguh menyenangkan. Masuk ke kompleks Darling Harbour tidak dipungut bayaran. Ada suatu tempat dimana bentuknya seperti mangkuk besar, diameternya sekitar 20 meteran. Dibagian bawah mangkuk ini ada air mancur, tempat bermain anak-anak. Tempat ini selalu ramai dikunjungi orang tua yang datang membawa anak-anak atau cucu mereka.
Di halaman komleks ini juga tersedia 2 buah kereta mini yang dikemudikan seorang supir bule yang menggandeng 5 kereta kecil, mirip kereta api mini. Kereta ini hilir mudik di halaman yang sangat luas ini. Tarinya AUD4,5 ( dewasa ) dan AUD3,5 ( anak-anak ) untuk sekali putar kompleks ini. Penumpang tidak usah jalan kaki mengitari kompleks ini, tetapi duduk manis di kereta untuk melihat semua yang ada di kompleks ini. Idea yang bagus untuk mencari AUD. He…he…
Pk। 16।30: kami berjalan kaki menuju QVB ( Queen Victoria Building ), suatu Mall mewah. Disini terdapat patung Ratu Inggris dan bermacam perhiasannya, juga terdapat suatu Lonceng / jam yang antik. Bagus untuk dijadikan background berfoto bersama keluarga, isteri atau pacar. Pada setiap jam akan memperdengarkan musik yang khas. Kami menuju bagian paling bawah ( terowongan ?) yang menuju ke stasiun k.a. Kami pulang dengan melalui route tadi pagi.


Pk. 17.15 kami tiba di stasiun Campsie, jalan kaki menuju flat putra kami.
Pk. 20.00: kami menikmati dinner bersama keluarga. Nah…ketemu Nasi pulen lagi. Putra kami membeli lauk Capcai goreng, Kangkung Ca di Resto terdekat. Dengan ditemani kerupuk Udang gorengan sendiri, dinner malam ini sungguh nikmat. Nikmatnya makan bukan karena apa yang kita makan, tetapi tergantung dengan siapa kita makan. Makan bersama keluarga: isteri, suami, anak, cucu dan sanak famili merupakan suatu kenikmatan tersendiri. Malam ini kami dapat tidur nyenyak dan mimpi indah…….