Minggu, Juli 31, 2011

Menunggu



Setiap hari Kami di Gereja kami diadakan suatu cara Keakraban Lansia ( Lanjut Usia )pukul 16.00 - 17.30.
Tema yang disampaikan oleh seorang Pendeta atau Pendeta Tamu ( dari luar kota ) selalu berubah-ubah. Untuk Kamis 28 Juli 2011 mengambil tema “ Harapan pasti “.

Peserta yang hadir bisa dari anggota Jemaat Gereja atau para Opa dan Oma  yang tinggal di Panti Wreda Kasih dimana saya melayani pemeriksaan kesehatan mereka. Mereka senang dapat berkomunikasi dengn Lansia lain dan mendengarkan materi yang disampaikan dalam acara ini.

Hari Jum’at 29 Juli 2011 saat saya  berkunjung ke Panti untuk melaksanakan tugas, saya mendengar keluhan para Opa dan Oma. Konon  kemarin sore saat para Opa dan Oma sudah siap berangkat menuju gedung Gereja, tetapi mobil jemputan yang biasa menjempt mereka  belum datang. Ditunggu sampai  setengah jam juga belum datang. Tata Usaha Gereja sudah tutup kantor dan tidak ada yang dapat dihubungi oleh Ibu Panti.

Menunggu…menunggu…
Menunggu merupakan pekerjaan yang menjemukan dan membuat hati kesal.
Keinginan para Opa dan Oma hadir di acara Keakraban Lansia tidak terlaksana. Baru kali ini hal itu terjadi. Entah mengapa.

Tentang transportasi bukan kewenangan saya sehingga saya hanya dapat memberikan laporan kepada T.U Gereja, mengapa hal itu sampai terjadi. Mungkin ada baiknya kalau mobil jemputan tidak bisa datng, mereka diberitahu sebelumnya sehingga dapat diusahakan mobil jemputan yang lain.

Sebenarnya kita semua termasuk orang-orang yang sedang menunggu jemputan dari atas  ( waiting list ). Kita tidak mengetahui kapan waktu itu akan tiba.

Selama belum tiba waktunya, kita dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan  lain yang berguna bagi diri sendiri dan bagi orang-orang lain.

Orang bijak pernah berkata “Kita mempunyai 2 tangan. Tangan yang satu untuk menolong diri sendiri dan tangan yang kedua dapat dipakai untuk menolong orang-orang lain.” Pas sekali ucapan beliau itu.

Bersediakah kita menolong orang lain?

Sabtu, Juli 30, 2011

Jamu Gendong



Pagi ini pukul 07.30 datang Pak S, 34 th. Ia ditemani isterinya. Pak S mengeluh nyeri ulu hati sejak 1 jam yang lalu.

Pagi hari sebelum sarapan pagi, Pak S  membeli Jamu Gendong yang dijajakan oleh seorang Ibu penjual Jamu Gendong. Ia ingin minum Jamu karena badannya pegel linu. Pak S belum minum obat tablet atau kapsul apapun. Pekerjaan Pak S adalah penjual Mie Ayam yang berkeliling di kota kami. 

Beberapa saat setelah minum Jamu, Pak S merasa mual, nyeri ulu hati dan muntah satu kali. Yang membuat ia datang berobat adalah rasa nyeri ulu hati yang sangat membuat tidak nyaman.

Pada pemeriksaan terdapat fisik Pak S dalam batas normal, kecuali ada nyeri tekan pada daerah epigasrium ( ulu hati ). Pak S menderita Gastritis akut setelah minum cairan Jamu Gendong.

Wajah Pak S meringis menahan rasa nyeri ulu hati.
Saya memberikan sebuah tablet penetral asam lambung dan segelas air mineral. Pak S segera meminum tablet tsb.

Saat saya menulis resep obat, kami mendengar suara e… dari arah Pak S. Rupanya udara dalam Lambung Pak S keluar. Pak S merasa lebih nyaman setelah minum tablet itu.

Untuk mengetahui lebih lanjut kisahnya, saya bertanya kepada Pak S “Apakah Bapak sering minum Jamu Gendong?”

Pak S menjawab “Pernah beberapa kali, dok. Baru kali ini saya merasakan nyeri dan muntah seperti ini.”

Saya memberi masukkan “Lain kali kalau mau minum Jamu, sebaiknya jangan ketika perut kosong. Sebaiknya setelah sarapan, jadi perut sudah ada isi makanan. Iya kalau bisa sih minum saja Jamu yang  sudah dikemas dalam kantong kertas / alumunium ( yang paten ) yang sudah banyak di jual di kios-kios atau mini market. Jadi kondisinya lebih bersih dan terjamin.”

Kepala Pak S mengangguk-angguk.

Saya melanjutkan “ Pak, saya tidak anti Jamu, tetapi sering kali Jamu  yang dijajakn penjualnya itu  kurang terjamin kebersihan dan kwalitasnya. Sering kali dicampur dengan  tablet obat tertentu. Setelah ditumbuk ia masukkan ke dalam ramuan jamunya, misalnya tablet Parasetamol ( penghilang rasa nyeri  dan turun panas ) atau lainnya atau kombinasi beberapa tablet yang ditumbuk dan dicampur dengan Jamu yang ia buat sendiri ( jahe, kunyit, temu ireng dll ). Kalau Bapak tidak tahan dengan  campuran obat-obat itu maka  dapat membuat perut mual,muntah atau diare.”

Saat itu perut Pak S sudah tidak nyeri lagi  dan sudah dapat tersenyum.

Ah..ada ada saja. Mungkin dalam Jamu itu ada bubuk obat Prednison ( anti nyeri sendi, anti peradangan, anti alergi ) atau lainnya yang efek sampingnya dapat merangsang Lambung. Perlu diselidiki lebih lanjut apa saja isi cairan Jamu yang dijual itu.-

Jumat, Juli 29, 2011

RTD Neobost








Sambil menunggu kedatangan pasien yang hendak berobat, pagi ini saya nyeruput Teh Hijau sambil membaca Koran Kompas yang baru datang. Ada berita yang baru yang menarik untuk dibaca.

Siang hari saya dan isteri menghadiri RTD ( Round Table Discussion ) produk Neobost di sebuah Rumah Makan Bumbu Desa. Lokasinya disebelah Depstore Carefour, Cirebon.

Rumah Makan ini menyediakan makanan khas Sunda. Lambang Cabe Merah di atas atap bangunan menunjukan bahwa RM ini menyediakan Sambel yang khas.

Undangan pukul 12.00, seperti biasa acara selalu ngaret. Setelah lewat 30 menit kami para undangan, 10 orang dokter-dokter  yang umumnya sudah pensiun minta agar acara dimulai saja, sebab waktu Lunch hampir habis sehingga selera makan nanti akan menurun.

Pak M selaku perwakilan dari perusahaan farmasi ini  memberikan presentasi suatu produk Neobost yang merupakan antioksidan yang bermanfat bagi pasien yang sedang menderita Flu. Dengan terampil Pak M mempresentasikan materinya dan menjawab pertanyaan yang diajukan para peserta RTD. Presentasi selesai dalam waktu sekitar 10 menit saja.

Selesai Presentasi, kami menuju ruang pengambilan hidangan yang boleh dipilih mana suka: Ayam Goreng, Bebek Panggang, Gurame Goreng, Cumi Goreng, Sayur Asem, Tumis Pare, Tumis Taoge, Tempe & Tahu goreng, Lalaban & Sambel, Kuah tahu pedas, dll. Di RM Sambel Desa ini  semua hidangan akan di panaskan ( digoreng, atau dimicrowave ) dahulu sebelum disajikan kepada para tamu. Dengan demikian hidangan akan lebih nikmat saat disantap.

Acara Lunch antara para undangan yang sebelumnya sudah saling mengenal terasa lebih akrab dengan ngobrol. Hidangan ditutup dengan sajian Buah Pepaya dan Melon yang segar. Pukul 13.30 acara Lunch selesai.

Saat kami akan meninggalkan gedung, ada seorang Ibu Dokter yang datang terlambat. Terlambatnya tidak kepalang, sebab acara Presentasi dan Launch sudah selesai, kok ia baru datang. Kalau terlambat hanya 5 – 10 menit masih wajar, tetapi kalau terlambat sampai 90 menit maka ini tidak wajar. Mungkin lebih baik tidak usah hadir saja sebab akan membuang waktu dan bahan bakar kendaraannya.

Yang paling merepotkan adalah rasa malu, sebab semua undangan sudah selesai bersantap siang dan acara praktis sudah selesai. Orang lain hendak pulang, ia baru datang. Sibuk ya Ibu dokter……

Minggu, Juli 24, 2011

Seminar Akut Abdomen



Sepulang Kebaktian pagi pukul 07.15 di Gereja saya dan isteri menimati breakfast di sebuah Kedai Makan “Soto Lamongan” di tepi sebuah jalan di kota Cirebon. Soto ini termasuk makanan favorit kami.

Selesai sarapan pagi pukul 08.15 kami drive menuju Kecamatan Sangkanurip, tempat Seminar “Akut Abdomen” ( penyakit mendadak pada perut ). Seminar ini diadakan oleh Keluarga Besar Rumah Sakit “Wijaya Kusumah”, Kuningan dalam memperingati HUT ke 25 RS ini. Pihak RS bekerja sama dengan IDI Cabang Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Setelah melakukan Registrasi ulang di meja Panitia, kami menerima Seminar Kit berupa Tanda Peserta Seminar, Fotokopi 4 materi Seminar, Pinsil, Ballpoint, Notes, Brosure obat dari pihak sponsor sebuah perusahaan farmasi “S” dan Sertifikat Seminar dengan nilai 5 SKP ( Satuan Kredit Profesi ) yang dapat diambil pada akhir acara Seminar.

Selain itu di dalam sebuah Tas yang menarik terdapat pula 1 CD yang berisi 4 file digital berupa : 3 Slide show ( Power Pont ) dan 1 File Pdf, materi yang disampaikan pada acara ini. Belum pernah kami mendapat perlengkapan Seminar / Simposium selengkap ini. Luar biasa.....Salut untuk RS Wijaya Kusumah, Kuningan. Setiba di rumah kami masih dapat mengulang dengan seksama apa yang telah disampaikan dan dapat dilihat  di layar komputer / laptop kami masing-masing.

Dalam Seminar / Simposum yang lain, sering kali untuk mengkopi File materi ke dalam Flash disk kami dirasa sulit,  sebab harus ada ijin dari Dokter Pembicara. Padahal itu adalah materi yg akan disampaikan bagi seluruh peserta dan kami sudah membayar semua biaya Seminar / Simposium. Mestinya  Pembicara memberi  kemudahan bagi para peserta dalam menyerap ilmu mereka agat dapat terjadi transver knowledge bagi Teman Sejawat yang sudah datang dari jauh. 

Pemberian Fotokopi materi juga kadang tidak ada, sehingga saat kami pulang dan setiba di daerah kami masing-masing, apa yang telah disampaikan mudah terlupakan lagi, karena tidak ada arsip materi Seminar / Simposium.

Kami menikmati Coffee break dengan mencicipi snack, teh atau kopi hangat di meja hidangan yang tersedia. Biaya  Seminar per orang Rp. 50.000,- dengan mendapat Seminar Kit, Sertifikat, Snack dan Lunch sangat memadai dan dirasa lebih murah dari pada mengikuti Seminar di kota Cirebon, apalagi di kota Bandung yang mencapai biaya ratusan ribu rupiah.


Udara di Sangkanurip lebih sejuk dari pada udara kota pantai Cirebon yang hangat menyengat. Maklum daerah ini berada dekat Gunung Ciremai, sebuah gunung yang tertiggi di Jabar.

Penerimaan peserta oleh Panitia dirasa cukup hangat dan ramah. Para peserta disambut dengan  gembira dan familier. Kami banyak berbincang dengan para pembicara yang semuanya berasal dari RS tsb. Kami melihat usia mereka  lebih muda dari kami yang sudah pensiun ini. Mereka respek kepada kami dan sempat saling bertukar kartu nama masing-masing. Mereka senang ada banyak peserta yang berasal dari kota Cirebon, sekitar 40 Km dari Sangkanurip.


Seminar Sehari yang bertema “PENATALAKSANAAN TERKINI KEGAWATDARURATAN PENYAKIT DALAM, ANAK, BEDAH DAN OBGYN” diadakan dengan materi yang banyak ditemui dalam praktek sehari-hari baik di Rumah Sakit, Klinik maupun praktik pribadi.

4 Dokter Ahli dalam bidang masing-masing membawakan materi dengan baik. Selesai acara dilakukan diskusi atau tanya jawab. Para peserta dipersilahkan bertanya kepada para pembicara yang djawab dengan baik dan jelas. Para peserta puas  dalam mengikuti acara Seminar Sehari ini.

Pada akhir acara pukul 14.00 dilakukan undian Door price. Isteri saya kali ini beruntung lagi mendapat nomer undian. Hadiahnya berupa sebuah Timbangan badan. Lumayan  untuk menghentikan kenaikan BB kami.


Saat Lunch, kami menikmati hidangan yang telah disediakan oleh Panitia. Kami menikmati Nasi putih dengan Soto Ayam, Ayam bakar, Tumis  Taoge, Gurame Goreng, Acar mentimun, Kerupuk, Sambal, Buah-buahan dan Koktail buah.

Kami ngobrol bersama para Panitia dan Pembicara Seminar dalam suasana kekeluargaan. Kami saling bertukar informasi ilmu, pekerjaan  dan keluarga.

Setelah dirasa cukup kami pamitan. Mobil kami meluncur kembali ke kota Cirebon. Kami tiba kembali di rumah dengan selamat pukul 15.15. Terima kasih Tuhan yang sudah menyertai perjalanan kami hari ini.

Hari ini pengalaman kami bertambah satu lagi.-


Sabtu, Juli 23, 2011

Belimbing Wuluh



Di halaman depan rumah kami tumbuh sebuah pohon Belimbing  Wuluh  (Averrhoa bilimbi). Selain memberi keteduhan dari sinar matahari, pohon ini juga memberikan banyak buah.

Pohon ini berbuah nyaris sepanjang tahun. Pada musim hujan pohon kami ini memberikan buah yang bernas dan banyak. Beberapa pasien yang datang berobat, kagum dengan pohon kesayangan kami ini. Kami  berikan kantong plastik ( keresek ) kepada mereka kalau  mereka ingin memetik sendiri buahnya. Bisa  dimanfaatkan sebagai bumbu dapur penyedap masakan.

Ada juga orang-orang yang lewat memetik buah Belimbing ini tanpa ijin. Ya silahkan saja. Kalau minta ijin akan lebih baik dan mungkin bisa lebih banyak yang mereka bawa.

Ada banyak pohon yang kami tanam di halaman depan sebagai bumbu dapur ( Pandan, Belimbing wuluh, Jahe, Lidah buaya, Lombok cengek, Caisim, Ginseng Jawa dll ). Dari semuanya ini pohon Belimbing Wuluh inilah yang tertinggi dan selalu berbuah sepanjang tahun. Kami biarkan ia tumbuh, kami sirami  dan pohon ini  memberikan buahnya kepada kami.

Kami bersyukur atas pemberian alami. Kami memetik apa yang kami tanam sesuai dengan moto Blog saya ini.

Pagi hari kalau kam menyapu halaman depan, sering kali menemukan buah Belimbing ini berjatuhan di lantai. Kami mengumpulkan buah ini  dan sering kali kami bagikan kepada Ibu kami untuk  bumbu dapur.

Oleh isteri saya  panen buah yang banyak ini sering dibuat semacam Manisan Belimbing Wuluh. Jumlah yang banyak membuat kami kewalahan memakannya dan sering kali kami membagikan kepada relasi yang bersedia mencicipi Manisan ala isteri saya itu.

Mereka sangat menyukai pemberian kami karena rasanya yang asem manis dan gratis lagi.

Selain dibuat Manisan buah ini juga dapat digunakan sebagai bumbu penyedap masakan sehari-hari seperti : Sayur asem, Sayur Bayam, Soto, Empal Asem dll.

Nah ..di kota Cirebon  ada kuliner berupa Empal Gentong ( semacam Soto daging sapi / kerbau, kuah bersantan, diberi  taburan goreng bawang merah dan sambal ) yang rasanya nyam..nyam.

Bila tidak suka Santan, maka kuahnya dibuat tanpa Santan dan diberi beberapa potong Belimbing Wuluh. Rasanya asam-asam segar, hangat dan membuat selera makan meningkat.

Kalau anda  berkunjung ke kota Cirebon, jangan lupa mencicipi Empal Gentong atau Empal Asam ini yang sudah banyak dijual di banyak tempat.

Ada sebuah Kedai makan “Amarta” yang menjual Empal Gentong dan Empal Asem di daerah Plered ( 4 km dari kota Cirebon ke arah Barat / kota Bandung ) yang selalu ramai dikunjung tamu yang akan santap siang. Laris manis ini tempat. Harga yang terjangkau membuat para tamu merasa puas bersantap siang disini. Lokasinya persis di tepi jalan raya Cirebon – Bandung. Mudah di jumpai.

Selain itu juga tersedia menu  lain yaitu Sate Kambing. Wah tambah berselera makan nih. Hati-hati yang kadar Kolesterolnya tinggi. Jangan terlalu banyak menyantapnya.

Hal ini membuat ada banyak Kedai Makan yang menyediakan Empal Gentong dan Empal asam juga. Hanya mungkin tidak seenak yang satu tadi tetapi, lumayanlah.

Selamat mencicipi.

Secara tradisioil, belimbing Wuluh ini konon dapat menurunkan Tekanan Darah Tinggi. Oleh karena asam, maka sebaiknya dikonsumsi setelah makan ( perut sudah berisi makanan ). Perut yang tidak tahan  mungkin akan membuat sakit Maag kambuh.

Jumat, Juli 22, 2011

Unik (02)



Kalau sudah kepepet, apapun dilakukan juga.
kalau ketahuan Pak Polisi kena Tilang engga ya?

Rabu, Juli 20, 2011

Renungan




Selaku anggota Pengurus Panti Wreda Kasih yang merawat para Oma dan Opa, saya mengikuti Rapat Pengurus yang diadakan setiap bulan sekali.

18 Juli 2011 kami  mengadakan Rapat bulanan untuk utuk membahas dan mengevauali program kerja  masing-masing bidang ( kesehatan, gizi, sarana & prasarana, administrasi, donatur dll ).

Awal acara selalu disampaikan sebuah Renungan yang disampaikan secara bergilir oleh  setiap orang Pengurus Panti. Hari itu giliran jatuh kepada saya.

Renungan biasanya memakan waktu cukup panjang sekitar 30 menit. Kalau rapat dimulai pukul 18.30 ( sering tidak tepat waktu juga ) maka Renungan akan selesai sekitar pukul 19.00. Sudah saatnya dinner. Kalau sudah lewat waktu makan, sering  selera makan sudah hilang. Oleh karena itu saya  mohon ijin agar Renungan hanya 10 menit saja. Yang penting  adalah isi dari Renungan itu.

Waktu 10 menit rasanya tidak cukup, karena itu bahan Renungan saya  buat print out agar  bila waktu habis dan Renungan belum selesai, para peserta Rapat dapat membaca sendiri di rumah. Selain itu juga Renungan saya dapat dibaca lain kali. Kalau tidak dibuat print out maka selesai Rapat para peserta Rapat,  sudah tidak ingat lagi apa yang tadi direnungkan.

Sebelum dan sesudah Renungan saya memimpin doa bersama seperti kebiasaan yang sudah baku. Bahan renungan saya ambil dari Peng. 3 ( semua ada waktunya ). Ayat 11 yang menjadi favorit saya juga turut dibahas.

Setelah  membacakan hal Pembukaan Renungan, saya masuk ke inti Renungan sore itu.
Antara lain disampaikan:

Para Oma dan Opa  saat ini sudah memasuki Manula (  Masa Usia Lanjut ). Umur mereka tentu tdak sekonyong-konyong  menjadi 65, 71, atau 84 tahun. Semua dimulai dari 0 tahun saat mereka dilahirkan. Umur ada masanya.

TV warna setelah 5 tahun, maka warnaya mulai memudar. Tampaknya  si pembuatnya sudah merencanakan berapa tahun TV itu layak pakai, setelah itu mesti ganti yang baru dan produki TV di pabriknya akan terus berjalan. Kalau TV masih baik maka produksi tidak berjalan dan pabrik akan ditutup. Jadi TV juga ada masa pakainya.

Mobil setelah usia 10 tahun, mesti ada banyak perbaikan agar tetap dapat digunakan. Kalau dihitung dengan faktor penyusutan mka dalam 1 tahun  penyusutan harga sebesar 10 %. Kalau sudah 1 tahun mobil itu sudah menjadi 0% harganya. Di lapangan bisa berbeda, apalagi kalau  bagus perawatan mobil itu. Mobil antik akan lebih mahal harganya dari pada produksi tahun terbaru.

Pada manusia sebaliknya, makin tua umurnya makin tidak laku / diperhatikan lagi. Contoh lebih senang menghadapi wanita yang berusia 20 tahun atau wanita yang telah berusia 70 tahun? Peserta Rapat gerrr…….

Anggota Pengurus Panti mempunyai masa bakti 2 tahun. Setelah itu mesti turun dan kalau  mereka masih ingin melayani Panti lagi, maka mereka dapat dipilih / diangkat kembali untuk masa 2 tahun ke depan. Setelah 4 tahun melayani, mereka  mesti turun dan tidak dapat dipilih kembali.

Anehnya dan ini yang menjadi bahan Renungan sore itu: dr. Basuki melayani sejak 2004. Sekarang sudah 2011 berarti sudah 7 tahun melayani. Pengurus Panti silih berganti setiap 2 tahun, tetapi dokternya tidak turun-turun? Mengapa? Ini tidak sesuai dengan ketentuan Pengurus Panti. Mesti ditanyakan kepada atasan Basuki ( Ketua Pengurus Panti ).

Wajah peserta rapat tidak ada yang gerrr….., tetapi wajahnya banyak yang mengkerut. Benar, mengapa ya? Kok dokternya tidak turun-turun, apakah tidak ada faktor penyusutan jasmani dan rohani? Padahal umur saya terus bertambah dari tahun ke tahun.

Saya diam sejenak. Banyak wajah peserta Rapat yang memperhatikan saya.
Saya melanjutkan bahwa saya akan tetap melayani kesehatan para Opa dan Oma yang dirawat di Panti selama saya masih dapat melayani kecuali kalau  ada hambatan Fisik atau kepindahan kami ke kota lain atau Negara lain. Pernyataan saya ini membuat plong semua yang hadir.

Dalam acara Renungan tidak ada acara Tanya jawab. Hanya  komunikasi 1 arah saja. Kalaupun ada Tanya jawab, saya tidak tahu apa lasannya sampai terjadi begitu.

Mungkin Renungan saya agak aneh. Tidak seperti  Renungan dari peserta Rapat yang lain.

Saya pikir kalau  masalahnya mudah dipecahkan, maka itu bukan Renungan lagi. Merenung perlu banyak waktu untuk berpikir dan mempertimbankan suatu masalah.

Acara Renungan diakhiri dengan doa dan doa sebelum santap malam berama.

Selesi acara dinner, kami  masuk ke acara Rapat Bulanan yang rutin diadakan.

Rapat diakhiri pada pukul 21.05 dan ditutup dengan doa oleh Wakil Ketua Pengurus Panti. Semoga apa yang dibahas dapat dilaksanakan dengan baik dan menjadi berkat bagi orang-orang lain. Amin.-

Minggu, Juli 17, 2011

Unik (1)





Bila anda seorang pengemudi yang handal, tolong beritahu saya 
bagaimana caranya Minibus itu bisa diparkir di atas solokan itu?
Terima kasih.

Memberi



15 Juli 2011 datang Pak G, 45 th mengantar putranya, A, 7 th.
A telah dikhitan pada tgl. 3 Juli 2011. Luka baik dan kering. Benang jahitan chromic cat gut masih ada.

Ibu pasien bertanya “Dok. Benangnya apakah mesti dicabut?”

Saya menjawab “Benang itu akan terlepas dengan sendirinya dan tidak usah diangkat. Perlu waktu beberapa hari lagi ya.”

Saya membuat resep  Sirup vitamin untuk A. A sudah memakai CD dan celana pendek . Hari Senin 18 Juli 2011 A sudah masuk sekolah kembali.

Saya menambil beberapa buku Notes dan beberapa ballpoint yang merupakan gimmick dari beberapa perusahaan obat. Dalam sebuah kantong plastik saya memberikan gimmick itu kepada A.

“Ini Om, punya  Notes dan Ballpoint untuk A, lumayan untuk  mencatat sesuatu dan menulis.”

A segera menyambut pemberian saya dengan  tersenyum dan wajah yang cerah. “Terima kasih Om.”

Ah...ia masih memanggil saya  Om, bukan Opa. Kalau Opa mungkin saya sudah tidak dapat praktik lagi.

Saat mereka  meninggalkan Ruang Periksa, A mencium tangan saya.
Saya bersyukur kalau Ortu A telah mengajarkan sopan santun dengan baik kepada putranya sehingga A bersikap sopan santun orang yang lebih tua.

Saat saya dapat memberikan sesuatu kepada orang lain, ada perasaan lega dalam hati saya.

Saya masih ingat sebuah kalimat dalam sebuah artikel yang berbunyi “Orang yang kaya adalah orang yang sudah dapat memberi kepada orang lain. Memberi bukan hanya uang / materi tetapi juga dalam bentuk perhatian, kesembuhan, memberi tumpangan, mendengarkan, pendapat, semangat, dll.”


Sabtu, Juli 16, 2011

Simposium Migren & Vertigo






Sabtu, 16 Juli 2011, kami mengikuti suatu Simposium Migren dan Vertigo di Hotel Grage Cirebon. Peserta cukup banyak sekitar 200 orang. Dengan biaya yang terjangkau, para peserta Seminar mendapatkan  1 set Simposium Kit dan Sertifikat dengan 3 SKP IDI ( Satuan Kredit Profesi, Ikatan Dokter Indonesia  ).

Ada 3 materi yaitu: 1. Migren, 2. New insight into management of vertigo, 3. Betaserc 24 mg ( Betahistine HCl ) yang dipresentasikan oleh 3 orang Dokter Ahli Syaraf. Materi-materi ini  pas untuk bekal  praktik sehari-hari kami.

Acara dengan sponsor tunggal sebuah Perusahaan Farmasi “A” berlangsung cukup meriah walauun dengan kondisi yang sederhna. Pada akhir acara  tidak ada Undian Door Price seperti biasa pada sebuah Simposium. Para peserta  masih dapat menikmati Lunch di ruang Simposium.

Simposium diakhiri pada pukul 13.00. Para peserta dapat langsung pulang ke rumah masing-masing atau dilanjutkan dengan shoping di Grage Mall yang masih satu  lokasi dengan Grage Hotel tempat Simposium ini.

Bagi kami mengikuti Simopsium yang diadakan secara berkala oleh IDI setempat  dapat menerima ilmu pengetahuan Kedokteran dan bertemu dengan para Teman Sejawat lain baik yang masih aktip dalam  kedinasan, maupun yang sudah pensiun seperti kami.

Surat Kenangan



Semalam saat saya merapihkan berkas arsip surat-surat di dalam filling cabinet, saya menemukan segepok amplop surat. Surat lama.

Ada yang berasal dari adik saya saat bertugas di Kepulauan Solomon, dari adik ipar saya di kota Urbana, USA, adik ipar di Sydney, Australia dll.

Yang  paling menarik perhatian saya adalah sepucuk surat  bersampul warna biru muda.

Surat itu bertanggal 15-08-1984 yang dikirimkan sebuah kota di USA. Surat itu dari ayah saya yang saat itu sedang mengikuti perjalanan sebuah tour ke negara Amrik.

Isi surat itu mengabarkan bahwa  ayah, ibu dan peserta tour lainnya sudah tiba disana dengan selamat. Selama mengikti tour tsb, selain surat  ayah juga mengirim beberapa postcard bergambar objek-objek  pariwisata setempat.

Memori saya kembali ke masa silam.  Saat menerima surat dan postcards itu, saya merasa senang dan bersyukur bahwa orang tua saya dapat menikmati perjalanan wisatanya.

Yang paling berkesan adalah kebiasaan ayah untuk menulis surat kepada saya sebagai putranya. Saya terharu kalau melihat kembali surat dan postcards yang telah saya terima. Kebiasaan menulis rupanya menurun kepada saya.

Orang bijak pernah berkata “Menulis adalah salah satu cara untuk menghilangkan Stres.”

Surat-surat itu tidak pernah  dapat saya balas, sebab  ayah tidak mencantumkan alamat saat mengirim surat. Kalaupun ada alamatnya, maka balasan surat saya yang paling cepat akan datang sekitar  10 hari ( pos ), juga tidak akan dapat diterima ayah saya sebab  10 hari kemudian ayah sudah berpindah tempat mengikui jadwal tour-nya.

Yang unik adalah saat ayah dan ibu kembali ke kota kami, ayah bertanya apakah surat dan postcard yang terakhir ayah kirim dari sebuah tempat pariwisata sudah saya terima atau belum?

Saya jawab belum. 2 hari kemudian saya  menerima surat dan postcard itu ( via pos ) yang dimaksud. Yang mengirim surat sudah tiba di kota kami, tetapi suratnya  masih belum tiba. Jadi lebih cepat tiba orangnya dari pada suratnya!

Sekarang saya tidak dapat berkomunikasi dengan ayah lagi, baik melalui ucapan maupun melalui surat, sebab ayah sudah meninggalkan kami untuk selama-lamanya pada bulan Mei 1992.

Beberapa kali saya berjumpa dengan ayah yang tersenyum dalam mimpi saya, tetapi ayah tidak berpesan apa-apa kepada saya. Saya tidak dapat melupakan saat-saat indah ketika ayah masih bersama kami. Meskipun kertas surat sudah mulai lapuk, saya masih menyimpan surat-surat  kenangan itu.-

Jumat, Juli 15, 2011

Kecewa



Di dalam kehidupan kita sering mengalami berbagai macam perasaan. Ada perasaan yang Positip ( senang, bahagia, bangga dll ) dan ada yang Negatip ( sedih, marah, kecewa, dll ).

Situasi yang Positip dan Negatip datang silih berganti setiap hari. Perasaan hati itu juga banyak dipengaruh oleh situasi disekitar kita ( saat tanggung bulan, saat datang menstruasi, hari Senin, mendapat perlayanan petugas suatu kantor / instansi, dll ).

---

Kali ini saya akan berkisah tentang perasaan: Kecewa.

Tanggal 8, 9 dan 10 Juli 2011 saya dan isteri mengikuti rombongan ke Pulau Tidung (  artikel Pulau Tidung Trip ) sehingga selama itu pula kami tidak buka praktik.

Ada masa kerja dan ada masa libur, ada masa sibuk dan ada masa santai. Untuk sekedar penyegaran, maka kami juga ingin pergi ke suatu tempat yang belum kami kunjungi dan berharap akan mendapatkan suatu pengalaman dalam hidup kami di masa pensiun kami. Kami pikir ini wajar saja. Setiap orang boleh dan dapat melakukannya bila ada kesempatan ( ada ajakan orang lain, waktu sedang libur dll ) dan kemampuan ( badan sehat, cukup dana dll ).

Kasus 1:

Pak Z dan putranya S pada tanggal 11 Juli 2011 datang berobat.
“Dok, tanggal 10 Juli kami datang kesini karena putra kami ingin berobat, tetapi dokter tidak buka praktik. Kami bingung dan akhirnya untuk sementara kami membeli obat di sebuah toko obat. Tolong dok, periksakan putra kami yang demam sejak 3 hari yang lalu.”

Saya menjawab “Pak Z, maaf kami waktu itu sedang pergi ke Jakarta. Baguslah kalau Bapk dapat minum obat  penurun demam dahulu, nanti saya periksa putra Bapak. Rumah Bapak dimana? Jauh ya?”

Pak Z menjawab “Rumah kami di desa Anu ( sekitar 4 km dari tempat kami )”.

“Cukup jauh, ya. Kalau kami tdak praktik, Bapak dapat berobat di dokter lain atau Puskesmas terdekat” kata saya.

“Sudah, tetapi belum sembuh. Kami cocoknya disini, dok” jawab Pak Z.

Saya tidak dapat menjawab pernyataan Pak Z. Saya dapat merasakan rasa kecewa pada diri mereka.


Kasus 2:

Ibu M ingin control berobat karena obat penyakit Paru-parunya sudah habis. Tanggal 8 JUli 2011 ia datang ke tempat praktik saya dan kami tidak buka praktik.

Ia bingung sebab obat sudah habis dan dokternya  tidak praktik. Ia kecewa, marah, bingung bercampur menjadi satu. Lengkaplah sudah kepanikan pasien yang satu ini.

“Dok, hari Jum’at saya kesini, karena obat saya habis, tetapi dokter tidak praktik. Aduh bagaimana ini, nanti penyakit saya tidak sembuh-sembuh. Di rumah suami saya sedang pergi ke luar kota. Putri kami juga sedang demam. Waktu itu saya bingung. Mau berobat ke dokter lain, khawatir obatnya akan diganti dan mungkin tidak cocok” Ibu M curhat kepada saya.

“Ibu, mohon maaf saya waktu itu juga sedang pergi ke Jakarta, jadi tidak praktik.”

Berkali-kali saya mohon maaf kepada pasien karena saya dan isteri tidak buka praktik.
Di hari Minggu bila kami sedang berada di rumah, ada juga pasien yang datang minta berobat. Bila kami ada dirumah , mereka akan dilayani juga. Kalau tidak oleh saya, kalau mau dapat juga dilayani oleh isteri saya.

---

Baru 3 hari tidak buka praktik sudah ada pasien-pasien yang merasa kecewa kepada kami. Tidak terbayangkan, bagaimana  ketika kami  selama 2 minggu pergi ke Negara Kangguru untuk menengok putra/i kami. Bagaimana kalau kami tidak buka praktik  lagi karena  faktor usia lanjut atau  pindah tempat kediaman kami ( kota atau negara lain ).

Sudah waktunya  kita mempunyai alternatif lain, jadi punya double setup. Bila yang satu tidak dapat melayani, maka dicarilah orang lain yang juga sama bagus pelayanannya. Paling tidak, mendekati kwalitas pelayanannya.

Bila pasien enak diajak bicara dan sudah lama kenal, beberapa kali saya berkata kepada pasien saya “Bapak / Ibu kalau bisa jangan sakitlah. Kalau sakit jangan hari Minggu / libur, sebab susah cari dokter dan apotik yang buka pada hari Minggu.”

Jawaban mereka  selalu sama “Susah Dok, sakit itu datang tidak diundang dan bisa datang kapan saja.”

Saya menimpali jawaban mereka “Termasuk kedatangan Maut, ya. Kita bisa dipanggil kapan saja dan tidak dapat menawar lagi.”

Kami tertawa kecut kalau mendengar kata Maut, kematian.
Semua ada masanya. Ada masa kedatangan dan ada masa kepergian. Sudah siapkah kita?

Rabu, Juli 13, 2011

Selamat jalan



Kemarin siang ketika saya  keluar dari sebuah Mini market, dekat rumah kami berpapasan dengan Pak K, suami Ibu E, 60 tahun.

Ia turun dari sepedanya, menyapa saya “Darimana, Dok?”

Saya menjawabnya “Pulang dari Mini market, beli keperluan sehari-hari, Pak.”

“Dok, isteri saya sudah selamat dan  dikuburkan di pemakanan keluarga”

Saya terkejut, tidak menyangka Ibu E, akan pergi begitu cepat. Tidak ada seorangpun yang tahu kapan akan pergi menghadapNya.

“Kami turut berduka cita, Pak. Iya  kasihan Ibu. Sekarang sudah terbebas dari penderitaan dunia. Semoga diterima disisiNya” saya  turut berduka cita atas kepergian isteri Pak K ini.

Seminggu yang lalu Ibu E pergi meninggalkan keluarganya.
2 hari sebelum kepergiannya, saya  dipanggil oleh suaminya untuk memeriksa Ibu E di rumahnya.

Setelah itu kami  pergi ke Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, Jakarta, sehingga kami tdak mengetahui kepergian  Ibu E.

Ibu E ini pernah beberapa kali berobat kepada saya.
Badannya jurus dan keluhan terakhir  datang berobat ialah tidak selera makan dan banyak lupa.

2 minggu yang lalu, Ibu E masih dapat berjalan dibantu oleh suaminya. Saya memberikan supplement Vitamin, tablet untuk memperbaiki aliran darah ke otak dan sirup untuk menambah selera makan. Sebelum meninggalkan ruang periksa saya memberi advis untuk berobat kepada Dokter Ahli di Jakarta.

Konon kata Pak K, isterinya  sudah dibawa berobat ke Dokter Sesialist Syaraf di kota dekat Jakarta dengan diangosa Dementia praecox, pikun sebelum waktunya.

Jarang saya mendengar istilah medis ini. Kalau Dementia senilis, pikun karena usia lanjut  sering saya jumpai di masyarakat Manula (Manusia Usia Lanjut ).

Ibu E pergi meninggalkan kami pada usia 60 tahun. Keluarga yang ditingalkannya  sangat sedih, bahkan Ibunya  masih hidup pada S3 ( Sudah Sangat Sepuh, 81 tahun ).

Saat Pak K berjumpa dengan saya, ia berkata kalau ia  naik sepeda berkeliling kota untuk mengurangi rasa  sedih dan jenuh saat saya berada di rumah. Wajarlah perasaan Pak K ini yang baru saja kehilangan isteri tercintanya.

Pada saat-saat seperti itu saya  sering membatin “Siapapun pada saatnya akan menghadapNya. Jadi kita  hidup harus ingat akan saat-saat itu. Kita hidup mesti ingat akan orang-orang lain disekitar kita yang masih banyak membutuhkan pertolongan orang lain demi menunjang kehidupan mereka.”

Sekarang hidup makin susah. Sukar mencari pekerjaan di negeri sendiri, sehingga tidak heran kalau ada banyak orang pegi ke luar negeri sebagai TKI ( Tenaga Kerja Indonesia ) untuk mencari nafkah di negeri-negeri orang dengan penuh perjuangan.-

Senin, Juli 11, 2011

Tidung Island Trip









Ada banyak pulau-pulau kecil di Kabupaten Kepulauan Seribu, antara lain: Pulau Bidadari, Pulau Ayer, Pulau Tidung, Pulau Putri dll.

Saya dan keluarga pernah berkunjung ke Pulau Ayer pada tahun sekitar 1992. Saat itu keadaan pulau ini sudah dikelola sebagai objek pariwisata, tetapi tampak belum banyak pengunjung dan belum banyak promosi melalui media massa. Pantai yang tenang, pasir putih yang lembut, air laut yang bersih dan jernih merupakan daya tarik setiap pantai dimanapun juga.

Tanggal 8, 9, 10 Juli 2011 saya, isteri dan peserta lain sebanyak 21 orang melakukan perjalanan menuju sebuah Pulau di Kepulauan Seribu, Jakarta, yaitu Pulau Tidung. Nama Tidung belum banyak dikenal orang. Harian Kompas minggu yang lalu memuat sebuah artikel tentang Pulau Tidung. Di Internet ada beberapa website yang menampilkan Pulau Tidung sebanyak Objek pariwisata di sebelah Utara kota Jakarta.

Bisa di lihat di website:
www.najhan.com dan lain-lain

Rombongan kali ini disponsori oleh sebuah perusahaan. Peserta 21 orang menaiki sebuah Minibus Panther Turbo tahun 2010 dan sebuah Minibus Pariwisata. Ada  yang dewasa, ada yang sudah S2 ( sudah sepuh ) dan ada yang masih kanak-kanak.

8 Juli 2011:
Start dimulai pukul 15.15 dari kota Cirebon menuju kota Jakarta. Rencana melalui jalur Pantura ( Pantai Utara Jawa ) dialihkan ke jalur lain sebab jalan raya di beberapa tempat sedang dilakukan perbaikan jalan menjelang  musim mudik pada  Hari Raya Idul Fitri 2011. Kemacetan lalu lintas dapat sepanjang 5 km dan membuat perjalanan banyak terhambat.

Kami menuju jalur menuju kota Bandung. Setelah melewati kota Majalengka, rombongan memasuki jalur Cipularang menuju kota Subang. Sepanjang perjalanan jalur ini dapat dilalui dengan cukup nyaman, tetapi di banyak tempat jalan banyak yang rusak sehingga kendaraan tidak dapat melaju cepat. Kami merasa “Belum nyampe, badan sudah cape.”

Tiba di kota Subang sekitar pukul 19.00. Malam sudah tiba. Rombongan berhenti sejenak di rest area. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan melalu jalan Tol ke kota Jakarta. Lalu lintas di jalan Tol ini  tidak pernah sepi. Selama 24 jam selalu  ramai dilalui kendaraan roda empat.

Pukul 22.30 rombongan menuju jalan Cempaka Putih Raya. Kami akan numpang tidur di Hotel Megah “Hotel Kawanua”. Setelah menyimpan kopor pakaian, kami menikmati makanan malam kami di sebah tempat makan “Bebek Kaleyo” di sekitar hotel ini. Namanya cukup antik dan di papan namanya yang seperti papan nama dokter, tertulis Spesialist Bebek dan tertulis jam prakteknya. Hebat….

Menunya Nasi Putih dan Bebek. Ada Bebek Goreng, Bebek Panggang dan Bebek Cabe Hijau yang pedas menggigit. Beruntung kami masih dapat menikmati makan malam kami di tempat ini sebab hari sudah larut malam dan hidangan sudah hampir habis disantap tamu-tamu lain sebelum kami. Bebeknya cukup nikmat. Kalau ditempat lain kami sering mendapat goreng Bebek yang  banyak lemak dibawah kulitnya. Disini tidak banyak lemak, digoreng kering dan  ada sensasi kriuk-kriuk.

Badan lelah, perut kenyang membuat mata berat dan ingin cepat bertirahat. Setelah badan diguyur air hangat dari shower kamar mandi, badan terasa lebih nyaman. Kami segera  tidur dan bermimpi berada disebuah pulau. Ah…inikah pulau Tidung? Mimpi belum berlanjut, saya sudah  terbangun lagi.

9 Juli 2011:
Saya terbangun oleh bunyi alarm  ponsel saya yang diset pukul 04.00 dini hari. Pukul 05.00 rombongan akan menuju Dermaga Muara Angke, dekat daerah Pluit tempat berlabuh kapal-kapal  yang akan membawa kami ke Pulau Tidung.

Setelah mandi ala cowboy, kami segera bergegas menuju Lobi hotel untuk bergabung dengan peserta lain. 2 mobil kami menuju dermaga Muara Angke. Jalanan sepagi itu sudah agak macet dengan banyak kendaraan  roda -4 dan roda-2.

Rencana kapal tongkang yang akan membawa kami akan berangkat pukul 08.00, tetapi baru berangkat pada pukul 08.40. Kapal yang padat diisi penumpang sekitar total 200 orang ini masih menunggu rombongan peserta lain yang ber T-shirt Putih. Kami berT-shirt Hitam. Keterlambatan mereka konon karena  kendaraan mereka terhalang  kemacetan menuju Dermaga Muara Angke ini. Dimana-mana macet. Jakarta sudah tidak nyaman lagi.

Menunggu merupakan  pekerjaan yang sering kali membuat jengkel. Tidak tahu kapan  kapal tongkang ini akan berangkat? Ada 2 lantai yaitu atas dan bawah. Masing –masing diisi sekitar 100 orang penumpang. Toilet ada di lantai bawah, dibagian belakang kapal. Untuk pipis-pun sulit sebab harus permisi-permisi melewati penumpang lain yang  tidak rela memberikan jalan, sebab lantai tongkang sudah penuh sesak. Untuk meluruskan  kaki saja juga sukar sebab akan menyenggol pantat penumpang lain.

Setiap penumpang tongkang  wajib memakai Baju pelampung dengan warna Oranje yang ngejreng. Bila kapal tenggelam, maka para penumpang akan terapung sebab memakai baju pelampung dan mudah terlihat sebab mempunyai warna Oranje yang kontras dengan warna alir laut, sehingga mudah terlihat dari jarak jauh.

Biaya karcis tongkang saya lihat Rp. 33.000,-/dewasa dan Rp. 20./000,-/anak. Tidak jelas batasan umur dewasa dan anak-anak. Lama perjalanan Muara Angke – P. Tidung 2,5 jam. Cukup lama sebab kecepatan tongkang tidak dapat melaju cepat, sebab beban sangat berat dan kapasitas mesin tongkang yang  terbatas. Saat melaju terdengar bunyi ..kletek..kletek..yang bising.

Saat menunggu tongkang berangkat, kami menikmati Nasi Kotak KFC yang dibawa dari Hotel. Sukar menikmati Breakfast kami, sebab ada banyak mata penmpang lain melihat kami saat makan. Mau menawarkan, Nasi terbatas. Apa boleh buat, makan cepat-cepat saja.

Kami melihat ada banyak tongkang sejenis yang juga diisi banyak penumpang di lantai atas dan lantai bawah. Ini terjadi kemungkinan  karena  sekarang musim liburan sekolah sehingga banyak orang yang ingin menuju ke P. Tidung. Pada umumnya mereka  berusia dewasa, dewasa muda dan sebagian ada  usia anak-anak di bawah 12 tahun.

Jumlah penumpang konon dapat mencapai 3.000 orang setiap hari, pulang-pergi ke P. Tidung. Ada yang bolak balik dan ada juga yang bermalam di Pulau itu.

Dalam perjalanan laut ini saya perhatikan air laut berwarna Coklat kehijauan dan berubah warna menjadi kebiruan saat tongkang sudah berada di perairan lepas pantai. Air yang Biru dan jernih. Beberapa kapal Nelayan  juga kami lihat sedang menangkap ikan.

Makin ke tengah laut, ombak makin besar bahkan sampai membuat tongkang oleng dan terdengar jeritan para penumpang. Itu belum seberapa. Saya membayangkan betapa besarnya tinggi  dan kuatnya terjangan Tsunami yang dapat menghanyutkan kapal besar. Beberapa penumpang juga ada yang mual dan muntah. Lebih enak kalau badan dibawa rebahan. Ada banyak penumpang yang egois tiduran seenaknya tanpa mau bebagi tempat dengan penumpang lain. Dengan rebahan, maka rasa mual dan muntah jarang terjadi. Tidak heran mereka lebih banyak yang rebahan dan tertidur selama 2,5 jam lama perjalanan tongkang menuju pulau yang kami datangi. Angin yang bertiup kencang juga membuat, badan tidak nyaman.

Angin yang  besar dan ombak yang cukup tinggi sering kali membuat tongkang tidak berdaya. Mudah terombang-ambing dan membuat perut mual dan muntah-muntah.

Akhirnya  tongkang kami mendarat juga di dermaga P. Tidung pada pukul 11.15. Sekitar 3 jam kami melaut. Dalam perjalanan beberapa kali mesin tongkang mati yang membuat penumpang deg-degan juga. Bagaimana kalau mesin tidak dapat hidup kembali?

Sudah banyak tongkang yang merapat ke dermaga. Saya melihat ada sebuah kapal boat yang lain dari pada yang lain. Penduduk disini menyebut sebagai “Barakuda”, namanya seperti mobil panser saja. Kendaraan ini mempunyai mesin yang kuat dan dapat melaju sangat cepat diatas permukaan air. Mereka ini berangkat dari dermaga Ancol, dekat Hotel Mercure di Ancol, Jakatra Utara. Biayanya juga lebih mahal dan dapat mengangkut 30 orang penumpang.

Kami bermalam di 3 rumah penduduk ( home stay ) yang sudah di sewa. Lokasinya dekat dermaga, cukup jalan kaki saja dengan membawa koper pakaian masing-masing. Cuaca panas membuat  mudah berkeringat. Hembusan angin pantai menolong juga agar tidak kepanasan. Tiap tumah mempunyai 1 AC di ruang tamu dan tiap kamar ( biasanya 2 kamar tidur dalam 1 rumah ) hanya tersedia fan, kipas angin. Lumayanlah dari pada tidak ada sama sekali.

Setelah menyimpan koper, kami  santap siang bersama menikmati Nasi putih, Goreng Ayam dan Udang Goreng tepung yang ditemani dengan Lalaban Mentimun dan Sambel. Setelah istirahat rombongan diambil alih oleh Event Organizer ( EO ) setempat yang dipandu oleh Sdr. B ( yang berasal dari kota Bogor ).

Kami berkumpul di sebuah tepi pantai di depan Home stay kami. Pukul 14.00 kami akan menuju ke sebuah pulau kecil ( P. Burung ? ) yang berjarak sekitar 30 menit naik perahu yang bermotor. Masing-masing memakai baju pelambung Oranye dan  membawa alat snorkeling untuk melihat ikan-ikan di dalam alut. Disekitar pulau Tidung ini ada banyak pulau-pulau yang lebih kecil. Dalam laut  ditepi pulau ini antara 1 – 3 meter dan ada banyak batu karang tempat berkumpul ikan-ikan.

Suhu air laut disini tidak begitu dingin. Saat ada ombak datang, saya mencicipi air laut yang masuk ke dalam rongga mulut saya. Rasanya sangat asin, mungkinkah sudah tercemar oleh limbah industri yang membuang limbahnya ke sungai dst menuju ke laut? Konon  air laut ini bila masih ke dalam lambung dapat membuat perut mual-mual.


Pukul 16.15 kami kembali ke P. Tidung. T Shirt dan celana pendek kami yang basah oleh air laut tertiup angin laut saat perahu melaju membuat badan kami kedinginan. Sinar matahari dan hembuasan angin membuat pakaian kami  agak kering ketika tiba kembali di pantai. Kami berharap semoga  besok tidak Flu.

Setiba di Home stay kami mandi dan beristrahat. Pukul 20.00 pimpinan rombongan membangunkan kami.
“Pak, makan malam sudah siap. Tongkol bakar sudah menunggu nih.”

“Iya-iya kami siap.” Kami segera bergegas, sebab perut sudah minta diisi. Hah..Ikan bakar…Boleh juga!
Lauk pauk disini umumnya berupa seafood hasil tangkapan para Nelayan.

Setelah santap malam, kami ngerumpi.
Cerita  kisah tadi siang dan lain lain kisah. Tidak terasa pukul sudah menunjukan 23.00. Saat tidur sudah tiba. Besok pk. 05.00 kami harus berkumpul lagi untuk melihat Sun rise at Tidung Island.

10 Juli 2011:
Matahari terbit setiap pagi saya lihat di depan halaman depan rumah kami. Kalau terbit di P. Tidung  mungkin berbeda. Berbeda suasana hati dan suasana tempat. Semoga kami dapat melihat matahari terbit di tepi pantai. Saya sudah menyiapkan Kamera digital saya.

Masing-masing naik sepeda yang sudah dipesan. Kami menuju lokasi tepi pantai yang lain. Disana ada sebuah jembatan yang bernama unik yaitu “Jembatan Cinta.”
Di jembatan inilah ada banyak pasangan muda-mudi yang berkumpul sianghari, apalagi  pada malam hari. Bentuknya merupakan setengah lingkaran yang terbat dari rangka besi. Dari atas jembatan ini  sering kali ada yang berani dan nekad terjun ke bawah, ke air laut yang jernih. Di dasar  terdapat batu-batu karang. Kedalaman air disini sekitar 3-4 meter.

Disini terdapat 2 pulau yang berdekatan. Satu lebih besar ( P. Tidung Besar ) dari pada yang lain ( P. Tidung Kecil ). Kedua pulau ini dihubungkan dengan jembatan yang terbuat dari balok kayu dan persis ditengah terdapat Jembatan Cinta tadi.

Saya melihat sudah banyak pengunjung yang berdiri di sepanjang jembatan ini. Masing-masing membawa Kamera digital, Handphone berkamera atau Handycamp untuk membuat foto kenangan disini.
 
Semalam turun hujan di Pulau-pulau ini. Sampai  waktu menunjukkan pukul 07.00 banyak awan di langit yang menutupi matahari. Kami tidak seorangpun yang dapat melihat matahari terbit karena tertutup awan. Ada rasa kecewa pada kami yang tidak dapat menikmati Sun rise di tepi pantai Pulau Tidung ini.

Ketika kaki sudah mulai lelah, kami duduk di balok jembatan sambil melihat jernihnya air laut dan sekali-kali tampak sekelompok ikan berenang melewati bawah kaki kami. Tampak jelas batu-batu karang berwarna-warni membuat indahnya lukisan alam di dasar laut ini.

Di tepi pantai juga tersedia perahu karet  yang bentuknya sperti buah Pisang sehingga dinmai: Banana boat. Boat ini ditarik oleh sebuah speed boat sehingga penupang di banana boat ini akan ikut meluncur di atas permukaan air.

Bentuk Pulau Tidung Besar ini memanjang. Tidak ada jalan raya beraspal tetapi  tedapat jalan yang ber-paving block. Lebar jalan sekitar 2,5 meter.

Angkutan penduduk  kami melihat ada Sepeda ( paling banyak ), Sepeda motor ( yang sering tidak berpelat motor ), Becak bermotor, pengendara banyak yang tidak memakai Helm. Kami belum pernah menjumpai ada  Mobil, atau roda-4 di pulau ini.

Konon  dalam 1 keluarga mempunyai sepeda sampai berjumah 10 sepeda yang  biasa disewa oleh para pengunjung pulau. Jadi jumlah sepeda lebih banyak dari jumlah penduduk yang berjumpah sekitar 4.000 orang.

Masing-masing rumah sudah dialiri listrik./ Saya tidak tahu dari mana sumber listrik ini. Apakah disini ada pembangkit listrik atau ada panel listrik bertenaga surya. Harga solar di Jakarta Rp. 4.500,- dan di  depot solar nelayan dihargai Rp. 6.000,-

Bahasa penduduk memakai bahasa Betawi, sehingga  tidak sulit untuk berkomunikasi. Ada banyak Musola untuk sembahyang penduduk di Pulau ini. Penduduk disini  cukup ramah menerima para pengunjung yang datang ke pulau ini.

Mata pencaharian penduduk  sebagian besar Nelayan dan sebagian lain hidup dari sektor pariwisata terutama pada week end atau hari-hari libur. Banyak orang yang datang dan bermalam di rumah-rumah penduduk sehingga dapat menghidupi keluarga mereka.

Disini juga terdapat Kantor milik Pemerintah seperti: Balai Benih Ikan Laut, Pulau Tidung Besar, Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan, Provinsi DKI Jakarta.
 
Pukul 08.00, kami sudah berada di lantai 2,  sebuah tongkang yang akan membawa kami kembali ke Derrmaga Muara Angke, Jakarta. Tongkang ini melaju lebih cepat dari pada tongkang yang kemarin kami tumpangi.

Pukul 10.30: tiba dengan selamat di kota Jakarta.

2 Minibus Pariwisata sudah menunggu kedatangan kami.
Kami meluncur ke sebuah Rumah Makan  di daerah Sunter.
Di sebuah ruangan yang adem dari AC, kami menyaksikan Presentasi sebuah Obat baru yang dibawakan oleh seorang Apoteker dari perusahaan ini. Setelah Presentasi dan Tanya jawab selesai, kami langsung menikmati Lunch kami.

Menunya selain Nasi putih ( orang kita selalu menyantap Nasi Putih ditemani lauk pauk: Kepiting Saos Tirem, Udang ca Pete, Ikan Patin bakar, Ca Kacang panjang ( meskipun sudah dipotong-potong tetap saja dinamai Kacang Panjang, aneh tapi nyata ), Kerang Hijau saos tirem, Buah-buahan ( Semangka, Nanas, Melon ), Teh hangat dan Juice Alpukat dan Es Kopyor.

Selesai santap siang, kami berfoto bersama. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak Sponsor atas fasilitas dan pelayanan yang sudah kami terima selama trip ini.

Saya, isteri, dokter teman sejawat lain dan suami diantar kembali ke kota Cirebon oleh supir yang  low profile Pak B. Kami menuju kota Bandung via jalan Tol Purbaleunyi, 2,5 jam menuju Cileunyi, belok kanan langsung menuju kota Sumedang dan akhirnya kota Cirebon.

Santap malam kami di kota Sumedang. Perjalanan sangat nyaman bila dibandingkan naik tongkang  menuju P. Tidung. Mobil Panther Turbo tahun 2010, supir yang handal, jalanan yang tidak macet membuat kami yang duduk di jok tengah, bisa merem-merem ayam. Eh..tahu-tahu sudah tiba dengan selamat pukul 20.30 di kota Cirebon. Home sweet home. Badan lelah, tetapi hati kami cukup puas menikmati Trip kali ini.

Rombongan lain ada acara lain yaitu  ingin melihat Pekan Raya Jakarta yang pada tanggal 10 Juli 2011 merupakan hari terakhir ( penutupan ). PRJ yang dimulai 1 bulan yang lalu berakhir sudah pada hari ini, 10 Juli 2011. Selamat melihat-lihat dan berbelanja.

---