Sore ini datang seorang pasien Pak K, 4o tahun. Pak K bekerja sebagai Satpam
sebuah kantor Pemerintah. Ia datang diantar seorang temannya. Sebuah Becak
mengantar Pak K.
Pak K tampak lemah dan harus dibantu untuk memasuki Ruang
Tunggu. Sebelum memasuki Ruang Tunggu Pak K minta diantar ke Toilet untuk buang
air kecil. Pak K muntah di Toilet. Saya persilahkan Pak K duduk disebuah
kursi di dalam Ruang Periksa. Pakaiannya
basah oleh keringat.
“Pak siapa namanya” saya bertanya kepadanya.
“Nama saya K, Dok” jawab pasien degan lemah.
“Berapa usia Bapak?”
“Empat puluh.”
“Dimana rumah Bapak?”
“Di Sumber ( Kabupaten Cirebon ), Dok” jawab Pak K. Wah jauh
juga ya.
“Apa yang Bapak rasakan saat ini?” saya bertanya kemudian.
“Pinggang saya nyeri sekali. Saya pernah mengeluarkan batu
dari saluran kncing .”
Saat saya memasang manset Tensimeter untuk pengukuran
tekanan darahnya, saya merasakan kulit lengannya dingin dan basah oleh
keringat. Bajunya juga basah.
Wah …pasien ini rupanya menahan sakit yang hebat.
Tekanan darahnya 160/80 mmHg. Detak Jantung cepat sekitar 100 / menit. Paru-paru: normal.
Secara spontan saya membuat Air Teh hangat dan manis.
“Pak, Bapak minum dulu Teh manis ini ya, agar badan Bapak
lebih kuat.” Saya khawatir kalau pasien ini belum makan saat hendak bertugas
malam ini.
Berkeringat banyak mungkin sekali selain menahan nyeri Batu
Ginjalnya, dapat juga karena keadaan
kadar Gula yang menurun ( Hipoglikemia ).
Dalam sekejap air Teh itu habis diminumnya.
Saya perhatikan wajah pasien ini. Pucat. Keadaan umumnya
lemah dan ia tampak sakit berat.
Saya berkata kepada teman sekerjanya yang turut mengantar
Pak K “Pak, sebaiknya Pak K ini dirawat di Rumah sakit terdekat saja. Tubuhnya
lemah dan pucat. Ia perlu mendapat pertolongan lebih lanjut.”
Pak K berkata dengan lemah “Dok saya tidak mau dirawat di
Rumah Sakit, saya mau pulang ke rumah saja.”
“Pak K, apakah isteri
Bapak ada di rumah?”
“Isteri saya sedang mengajar. Di rumah tidak ada siapa-siapa
lagi. Kedua putra saya ikut isteri saya
yang tua.”
Rupanya Pak K ini sudah bercerai dan ia menikah lagi dan
belum mempunyai anak lagi. Jadi kalau
mau pulang, nanti siapa yang akan membantu atau merawat pasien ini?
Tidak lama kemudian Ibu M, isteri Pimpinan Kantor dimana Pak
K bekerja, datang dengan 3 orang putra/inya. Mereka datang setelah Kebaktian sore di sebuah Gereja di kota kami.
Saya melaporkan kepada Ibu M ini bahwa, karyawanya Pak K ini
sakit berat dan sebaiknya di rawat di Rumah Sakit sehari dua hari.
Ibu M ini tidak dapat memutuskan. Tidak lama kemudian datang
Pak L, atasan Pak K.
Pak L ini memotivasi agar Pak K mau dirawat di Rumah Sakit
sesuai anjuran saya.
Pak K tetap tidak mau di rawat di Rumah Sakit. Ia ingin
pulang ke rumah saja.
Saya segera membuat sebuah Surat Pengantar dengan Diagnosa Observasi Kolik Ginjal untuk Dokter Jaga
di Rumah Sakit setempat. Surat
ini saya berikan kepada Pak L dengan
pesan agar Pak K segera dirawat di Rumah Sakit.
Kalau pasien ditanya “Apakah mau di rawat di Rumah Sakit atau
tidak.”
Jawabannya hampir pasti “Tidak mau.”
Yang memutuskan dirawat ke Rumah sakit adalah orang yang
sehat yang mempunyai pikiran yang jernih dan bukan pasien yang dalam keadaan sakit tidak berpikiran jernih.
Saya pikir kalau seorang karyawan menderita sakit, pada saat
ia menunaikan pekerjaannya maka pihak Kantorlah yang bertangung jawab atas
biaya perawatan dan pengobatan karyawannya itu. Keputusan dirawat di Rumah
Sakit atau tidak, tentu tanggung jawab pihak Pimpinan Kantor dimana Pak K
bekerja.
Sebagai Dokter, memutuskan sebaiknya di rawat di Rumah Sakit
malam ini. Kalau besok membaik bisa saja berobat jalan tidak perlu dirawat inap
lagi. Semuanya tergantung dari perkembangan penyakit Pak K sebagai pasien.
Memang tidak mudah memotivasi pasien mau di rawat d Rumah
Sakit. Ada
banyak pertimbangnnya antara lain:
- Biaya
- Rasa takut
- Kapok karena pengalaman dirawat di Rumah Sakit sebelumnya
- Belum berunding dengan Keluarga
- Dll
Setelah saya memeriksa pasien-pasien lain. Saya melihat
mobil yang akan membawa Pak ini sudah datang. Ibu M dan Pak L mohon pamit
kepada saya.
Selamat malam.
saya pernah punya pengalaman serupa dok... suatu kali pasien sesak napas yang sudah diantar ke IGD rumah sakit... setelah dipasangin monitor dan EKG, kondisi semakin memburuk, keluarga bersikeras ingin pulang paksa dan kalau terjadi apa-apa "biarlah di rumah saja"...
BalasHapussering kejadian ada pasien yang harus dibawa ke rumah sakit namun keluarga tidak mau, sebaliknya ada yang sudah sampai di rumah sakit, malah bed/kamar yang nggak ada..
To Mikhael,
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung.
Benar tidak mudah merujuk pasien ke Rumah Sakit. Ada banyak pertimbangan diluar jangkauan Dokter.
Saya pernah berharap agar saya dberi kemampuan menyembuhkan penyakit pasien hanya dengan meraba / memegang anggota tubuh pasien, tetapi saya tidak mempunyai kemampuan seperti itu. Hanya Dokter Yang Agung yang mempunyai daya sembuh yang luar biasa. Amin.
Salam.