Sabtu, Februari 25, 2012

Badan lesu



Dalam praktik sering saya menjumpai pasien dengan keluhan utama : badan lesu, selain gejala-gejala lain seperti: selera makan menurun, tidak konsentrasi dalam belajar atau pkerjaan, sedikit demam dan lain-lain.

Badan lesu, lemah, tidak gairah bekerja / belajar dapat disebabkan karena penyakit kekurangan kadar zat Besi ( Anemia ), penyakit menahun ( TBC paru ), kurang tidur dan lain-lain. Dalam memeriksa pasien demikian biasanya saya  bertanya lebih lanjut dan membuat pemeriksaan penunjang dari Laboratorium  atau Klinik Rontgen untuk membuat Foto Thorax ( Jantung dan Paru-paru ) atau pemeriksaan Ultra Sono Grafi ( USG ). 

Dengan adanya bukti penunjang medis, dokter akan lebih mudah membuat Diagnosa ( penentuan penyakit ) yang tepat. Hambatannya adalah pasien tidak bersedia membuat pemeriksaan penunjang tsb dengan alasan tidak cukup biaya.

Menghadapi kasus demikian saya sering kali membatin: “Lebih baik berbadan sehat dengan keuangan yang pas-pasan, dari pada  punya banyak uang tetapi badan sakit-sakitan. Uang akan habis dalam sekejap untuk biaya  berobat dan lain-lain”.

---

3 hari yang lalu datang pasien, Nn. K, 9 tahun. Wanita. Ia diantar oleh Ibunya. Mereka dari golongan sosial ekonomi menengah.

Keluhannya: H menderita sedikit demam, lesu, tidak konsentrasi belajar, tidak selera makan sejak 1 minggu terakhir. Minggu lalu ia pernah berobat kepada saya dengan keluhan demam cukup tinggi ( tidak diperiksa / diukur dengan Termometer ) adan ada  flu. Saya memberikan resep puyer dan sirop antibiotoka untuk penyakit ISPA yang dideritanya. Setelah obat habis , demam berkurang tetapi gejala badan lesu belum membaik benar. Ia datang  untuk kontrol kembali.

Setelah memeriksa pasien ini yang tampak agak kurus, lesu, aura wajah tidak terang, saya menganjurkan untuk dibuat Foto Thorax dan pemeriksaan Darah ( untuk mencari tahu apakah ada penyakit Tipes perut dan DBD, Demam Berdarah Dengue ) dan Urine ( untuk mencari adakah Infeksi Saluran kencing yang juga sering memberikan gejala demam ).

Keesokan harinya  mereka datang kembali dengan membawa hasil pemeriksaan Laboratorium yang dianjurkan. Hasil Foto Thorax: KP duplex ( TBC paru kiri dan kanan ) dan hasil Urine menunjukkan adanya ISK ( Infeksi Saluran Kencing ).

Saat saya hendak membuat resep untuk penyakit-penyakit yang dideritanya, sang Ibu minta agar anaknya di rawat di sebuah Rumah Sakit saja. Keinginan ini jarang terjadi. Yang sering terjadi adalah sebaliknya yaitu pihak orang tua menolak anaknya di rawat di Rumah Sakit, lagi-lagi dengan alasan biaya perawatan.

Saya menjawab keinginan Ibu tadi dengan berkata “Kalau mau dirawat di Rumah Sakit akan lebih baik. Nanti beberapa hari kalau keadaan kesehatan putri ibu membaik dapat berobat jalan. Baik akan saya buatkan Surat Pengantar ke Rumah Sakit yang Ibu kehendaki.”

Setelah mereka keluar dari Ruang Periksa, saya membatin “ Dengan keadaan sosial ekonomi yang cukup baik, mestinya kesehatan semua anggota keluarganya  juga baik, tetapi mengapa pasien itu bisa menderita TBC paru? Kemungkinan besar ada  seseorang yang enjadi contact person yang juga menderita penyakit yang sama dan menularkan kepada pasien saya ini. Siapakah dia?” Saya belum tahu pasti siapa dia, agar dia juga  dapat diberikan pengobatan.

Penyakit TBC paru bukanlah penyakit turunan, tetapi merupakan penyakit infeksi saluran nafas yang ditularkan dari pasien kepada orang sehat.

Kejadian ini membuat saya teringat saat putri kami  masih berumur dibawah 1 tahun dan memerlukan pengasuh, maka kami mencarinya. Saat wanita calon pengasuh itu tiba, kami segera memeriksa fisik dan minta dibuat Foto Thorax. Ternyata ia menderita TBC paru. Sebelum memegang Bayi kami, kami minta  diberi pengasuh yang lain saja dari pada Bayi kami akan menderita penyakit yang sama.

Pengalaman kami ini  semoga dapat bermanfaat bagi keluarga lain yang mempunyai Bayi atau anak kecil agar mereka dapat tumbuh kembang dengan baik, sesuai dengan umur mereka.

Selamat pagi.-

Jumat, Februari 17, 2012

Monyet





Kemarin siang dalam perjalanan pulang dari kota Bandung ke Cirebon, saya dan isteri melihat pemandangan yang unik. Di daerah antara Jatinangor dan Sumedang kami melihat ada beberapa kelompok Topeng Monyet ( seekor Monyet diberi Topeng dan pakaian ).

Kesempatan itu saya  abadikan dalam beberapa foto saat mobil berjalan lambat karena padatnya lalu lintas di daerah tersebut. Saya yang duduk di sebelah Supir dapat mengambil foto dengan leluasa.

Monyet itu berukuran tubuh kecil, kurus, dan memakai Topeng. Kami merasa Monyet itu akan sukar bernafas sebab hidungnya tertutup oleh Topeng yang dipakainya. Monyet itu akan berakting, menari dengan gerakan bebasnya dengan diirngi music ala kadarnya dari sebuah Gendang. Orang-orang yang melewati mereka  diharapkan akan memberikan sekedar uang kecil untuk mereka. Monyet itu dimanfaatkan oleh sekelompok pemuda untuk mencari uang. Rupanya mereka melakukannya setiap hari tepat di pingggir jalan raya itu.

Setelah mobil kami melaju beberapa puluh meter dari kelompok itu kami melihat ada lagi kelompok Topeng Monyet yang lain. Sedikitnya kami melihat ada 3 kelompok seperti itu.

Saya pernah melihat siaran disebuah channel TV Nasional, Monyet-monyet dimanfaatkan oleh orang untuk mengambil buah Kelapa yang siap dipanen. Monyet-monyet itu dengan gesit memanjat pohon Kelapa yang puluhan meter tingginya dan menjatuhkan buah-buah Kelapa dengan bilangan menit saja. Setelah dirasa cukup Monyet itu turun dari pohon kelapa dan  akan memanjat pohon-pohon Kelapa yang lain yang akan dipetik buahnya. Monyet itu mengerti buah Kelapa mana yang mesti dijatuhkan dari pohonnya. Rupanya mereka sudah terlatih memilih buah Kelapa yang siap dipetik.

Luar biasa ide mansia untuk memanfaatkan tenaga Monyet untuk  membantu tugas manusia. Kalau manusia yang memanjat dan memetik buah kelapa rasanya akan kelelahan saat memanjat sebuah pohon Kelapa, apalagi banyak pohon yang harus dipanjatnya. 

Dengan memberi makan buah-buhan dan merawatnya, maka Monyet-monyet itu sangat membantu pekerjaan majikannya. Mereka tidak pernah menuntut kenaikan Gaji yang memang tidak pernah mereka dapatkan.

Selamat pagi.-

Minggu, Februari 12, 2012

Minta sumbangan



Kemarin malam sekitar pukul 20.15 saat saya sudah tutup praktik dan pintu pagar sudah saya kunci, terdengar ada yang mengetuk-ngetuk pagar pintu halaman rumah.
Saat itu turun hujan gerimis, agak malas juga saya menemui orag yang mengetuk-ngetuk pintu pagar. Beberapa saat kemudian terdengar suara yang sama. Rupanya orang itu memang ingin bertemu dengan pemilik rumah. Ngotot juga dia.

Akhirnya saya keluar rumah dan di depan pintu pagar saya bertanya “Siapa, ya?”
Tidak ada jawaban. Ditanya kok diam tidak menjawab. Perasaan saya tidak enak.

“Ada apa? Kalau mau berobat, kami sudah tutup.”
Saya melihat seorang pemuda umur sekitar 30 – 35 tahun, tampang keren juga, baju tidak lusuh.
Dia berkata “Saya dari suatu instansi anu. Mau minta bantuan dokter.”

Jawaban yang tidak jelas itu membuat saya bertanya lagi “Bantuan apa, ya.” Saya tetap tidak membuka pagar besi rumah.
“Saya mau minta tolong.” Masih belum jelas juga maksudnya.
Saya bertanya lagi “Minta tolong apa?”
Dia menjawab “Mau minta bantuan uang.”

Gleg..saya membatin “Dia ini tidak layak kalau dikatakan sebagai pengemis atau peminta sumbangan dengan pakaian yang demikian. Kalau minta sumbangan, ya datanglah siang hari, bukan malam hari dengan cara mengetuk-ngetuk pintu pagar tidak henti-hentinya. Siang haripun belum tentu saya akan memberikannya, apalagi pada malam hari yang gelap, gerimis mau hujan besar lagi. Aneh ini orang.”

Pintu pagar tetap tidak saya buka. Akhirnya saya mengambil selembar uang kertas yang dimasukkan ke dalam amplop kecil dan diberikan kepada pemuda tadi.

“Ini.” Kata saya sambil menyerahkannya kepadanya. Pemuda tadi menerimanya tanpa mengucapkan terima kasih atau perkataan lain.

Saya balik kanan dan kembali masuk ke dalam rumah.
Dia minta bantuan dan saya sudah memberinya. Besar kecil bantuan itu tidak menjadi masalah bagi saya, tetapi cara  minta dan sikap  orang yang tidak saya kenal itu tergolong aneh bagi saya.

Minggu, Februari 05, 2012

Banjir



2 Pebruari sore hari di kota Cirebon turun hujan besar Selama berjam-jam. Demikian besarnya sehingga terjadi banjir di beberapa daerah di kota Cirebon. Beberapa Mall besar yang ada di kota kami juga  terendam banjir. Baru saat itu banjir  besar terjadi di kota kami.
Banyak kendaraan bermotor yang terjebak banjir. Banjir menyebabkan banyak  kerugian dan penderitaan masyarakat. Rumah dan jalan disekitar rumah kami tidak terjadi banjir, hanya banyak genangan air yang segera surut.

Surat Ijin Mengemudi A saya habis masa berlakunya tepat pada tanggal 31 Januari 2012. Tanggal  3 Pebruari sebelum saya mengunjungi Panti Wreda Kasih, saya bermaksud akan memperpanjangnya. Dengan diantar Supir Minibus Gereja, kami pagi-pagi sekitar pukul 08.15 menuju Kantor Polisi Kota Cirebon. 

Saat menunggu difoto, saya menerima panggilan melalui handphone dari sebuah keluarga, Pak. AN. Dia mengabarkan bahwa ada salah satu keluarganya yang meninggal dunia pukul 03.00 dini hari dan ingin minta Surat Kematian dari Dokter.

Saya menjawab “Kalau saat ini saya tidak bisa dating, sebab sedang berada di Kantor Polisi untuk keperluan perpanjangan  SIM A.”
Pak AN menjawab “Tidak apa-apa Dok. Kapan Dokter bisa kerumah kami?”
Saya pikir kalau sudah meninggal dunia berarti bukan keadaan gawat darurat, sehingga tidak perlu tergesa-gesa mengunjunginya. Sebelum membuat Surat Keterangan Kematian saya  wajib melihat dan memeriksanya terlebih dahulu.

Saya berkata “Baiklah kalau begitu, bagaimana kalau pukul 13.00 anda jemput saya di rumah, setelah saya kembali dari Panti Wreda. Pagi ini saya akan memeriksa kesehatan Oma dan Opa dahulu. Mobil jemputannya sudah ada di dekat saya.”
Pak AN menjawab “Baik Dok pukul 13.00 saya  jemput dokter di rumah.”

Pagi itu Jum’at 3 Pebruari 2012 saya memeriksa Oma dan Opa di Panti Wreda Kasih. Ada seorang Opa TTL, 77 tahun yang baru masuk. Opa ini pindahan dari sebuah Panti di kota Semarang.

Selesai tugas di Panti saya kembali ke rumah dan makan siang sebelum Pak AN datang menjemput.
Pak AN datang menjemput saya pukul 13.15. Kami langsung menuju rumah keluarga yang berduka cita di jalan Amp. Saya tidak melihat banjir di jalan-jalan menuju rumah mereka.
Di ruang depan sebuah  rumah saya melihat ada sebuah peti jenasah. Di dalamnya terbaring jenasah seorang Oma. Tanda-tanda kehidupan sudah tidak ada. Suhu tubuhnya sudah dingin, reaksi anak mata ( pupil ) sudah Negatip dan terjadi pelebaran pupil ( midriasis ). Oma U ini sudah meninggal dunia dan segera saya membuat Surat Keterangan Kematian. Rencananya Oma U ini akan dikremasikan pada hari Minggu pukul 10.00.

Saya bertanya kepada pihak keluarga bagaimana kisahnya sampai Oma U ini meninggal dunia. Adik Oma U yaitu Ny. P berkisah bahwa Oma U ini sejak lama sakit-sakitan, kesehatannya menurun. Saat tadi malam banjir datang, mungkin Oma U ini kedinginan. Air di rumah mereka setinggai 50 Cm dan baru  surut pada keesokan harinya.

Kematian Oma U ini  datang bersamaan dengan datangnya banjir yang melanda rumah mereka dan sekitarnya. Oma U sudah terbebas dari penderitaan dunia. Sebagai manusia kita tidak dapat menawar hidup kita, setiap saat kematian dapat terjadi. “Selamat jalan Oma “.