Minggu, Juni 30, 2013

Menegaskan kematian



Hari Sabtu 29 Juni 2013 pukul 21.30 saat saya sudah tutup praktik, terdengar dering telepon.

“Halo,” saya menyapa.

“Halo, ini rumah dokter H ( isteri saya ),” terdengar suara wanita.

“Benar, ini siapa?’ saya bertanya.

“Saya Ibu T, pasien dr. H, ingin minta bantuan.”

“Saat ini kami sudah tutup praktik, Bu,” saya menjawab.

“Begini, dok, salah satu anggota keluarga kami meninggal dunia, kami ingin minta tolong, dapatkah dokter, siapa saja, untuk datang ke rumah kami, untuk menegaskan kematian salah satu anggota keluarga kami. Sebentar dokter akan kami jemput.”

“Rumahnya dimana ya,” saya bertanya.

“Di jalan P di dalam kota Cirebon, dok.”

Saya berpikir kalau di dalam kota, tentu tidak memerlukan banyak waktu.

“Boleh, Bu, saya tunggu,” saya menjawab.

Saya berkata kepada isteri saya bahwa saya akan dipanggil ke rumah pasien.
Tidak berapa lama kemudian, jemputan datang. Dua orang pemuda masing-masing naik sepeda motor.

Saya bertanya “Anda mau menjemput saya ke jalan P?”

Salah seorang pemuda tadi menjawab “Benar, dok. Maaf kami jemput naik sepeda motor.”

Saya menjawab “Tidak apa-apa, ayo berangkat.”

Saya sudah biasa dijemput naik sepeda motor, seperti naik ojek. Tidak berapa lama, tibalah kami di sebuah gang. Di gang tersebut banyak diparkir sepeda motor, sekitar 20-30 sepeda motor. Saya pikir orang yang meninggal dunia ini tentu orang penting. Di dalam rumah yang cukup baik, saya melihat ada banyak anggota keluarga yang meninggal.

Saya diantar ke bagian belakang rumah, dekat sumur. Bukan diantar ke kamar tidur.
Ternyata disana ada seseorang di atas sebuah bale, siap untuk dimandikan. Saya minta ijin kepada anggota keluarga untuk memeriksa tubuh di atas bale tersebut.

Dengan sebuah lampu senter, saya membuka kain yang menutupi tubuhnya. Tampak seorang pria, wajahnya pucat dan dingin, wajahnya diikat dengan sebuah kain putih. Pupil ( anak mata ) sudah Midriasis total ( sangat melebar ), reflex Pupil dengan penyinaran lampu senter kedua mata: Negatip. Dengan alat Stetoscope, pada pemeriksaan Auskultasi: tidak terdengar bunyi Jantung dan Pernafasan.

Saya berkata kepada anggota keluarga yang hadir “Sudah pergi, Pak. Saya turut berduka cita.”

Segera saya menulis Surat Keterangan Kematian, di ruang keluarga rumah tersebut.

Saya bertanya kepada isteri almarhum tentang identitas suaminya ( nama, umur, alamat ) dan pada pukul berapa meninggal dunia ( pukul 19.00 ). Saat ini pukul 21.40, berarti sudah 2 jam lebih almarhum meninggal dunia. Kalau benar ingin menegaskan kematiannya mengapa tidak segera memanggil dokter? Kalau sudah siap dimandikan, berarti semua anggota keluarga sudah mengetahui bahwa pria tadi sudah meninggal dunia ( almarhum ). Ah… saya tidak mengerti apa alasannya.

Selesai menulis Surat Keterangan tersebut, saya menyerahkannya kepada isterinya.

“Ibu, surat Keterangan ini nanti di Fotokopi sebanyak 5 lembar untuk arsip. Surat yang asli untuk membuat Akte Kematian di Kantor Catatan Sipil Kota Cirebon. Akte ini nanti diperlukan untuk keperluan bagi waris, urusan di Bank dan lain-lain.

Setelah selesai semua, saya pamitan dengan seluruh anggota keluarga almarhum dan saya minta diantar pulang dengan ojek yang tadi menjemput saya.-

Sabtu, Juni 29, 2013

Mengejar dokter


Sore ini sekitar pukul 15.45 saat saya berada di rumah ibu saya yang juga tempat praktik sore isteri saya, datang berobat seorang pasien. Kebetulan Ruang Periksa dan Ruang Tunggu sudah dibuka oleh asisten isteri saya yang akan praktik pukul 16.00.

“Dok ada pasien yang mencari Bapak,” kata asisten isteri saya itu.

Saya membukakan pintu Ruang tunggu dan nampak seorang Ibu membawa putrinya usia 2 tahun.

Ibu tadi berkata “Dok, tadi saya ke rumah dokter, kata isteri dokter, dokter Basuki masih disini.”

“Benar Bu, kami ada Tukang yang betulin genteng bocor, saya sedang menunggu Tukang yang sedang bekerja. Ada apa ya?” saya bertanya, kalau mau berobat kan bisa kepada isteri saya yang juga dokter umum. Rupanya Ibu tadi sudah langganan saya sehingga tidak mau diperiksa oleh dokter lain.

Keluhan putrinya diare dan muntah. Segera saya menuliskan resep obat untuk putrinya berupa 2 macam sirop obat.

---

Kejadian serupa ini sudah sering terjadi. Bila saya sedang berada di rumah Ibu saya karena sesuatu keperluan, beberapa pasien datang mencari saya. Padahal masih ada dokter-dokter lain yang dapat membantu pasien tersebut. Kalau sudah cocok berobat kepada seorang dokter, pasien enggan diperiksa oleh dokter lain.

Selasa, Juni 25, 2013

Bunga Blimbing Wuluh




Siang ini sekira pukul 15.30 saat saya akan mandi sore, terdengar ketokan pintu pagar rumah kami. Saya menghampiri pintu pagar dan melihat seorang pemuda, usia sekitar 25 tahun.

“Ada apa ya?” saya bertanya.

“Pak, bolehkan saya minta bunga Blimbing Wuluhnya “, sambil menunjuk ke pohon Blimbing Wuluh yang tumbuh di dekat pintu pagar halaman depan.

“Oh..boleh,” kata saya sambil membukakan pintu pagar.

Sang pemuda tadi mengambil sebuah kantong plastik kecil dari saku bajunya. Ia segera memetik bunga-bunga Blimbung Wuluh itu. Saat ia memetik bunga itu, saya bertanya “Untuk apa bunga itu?”

Ia menjawab “Kata bos saya untuk obat, entah obat apa, saya juga tidak tahu.”

“O…begitu ya,” saja menjawab.

Setelah penuh kantong plastik kecil itu, ia mengucapkan terima kasih kepada saya. Saya mempersilahkan pemuda tadi keluar dari halaman depan rumah.

----

Kejadian orang meminta bunga Blimbing Wuluh dari pohon kami ini untuk yang kedua kalinya. Yang pertama pada tahun yang lalu, malam hari sekitar pukul 20.00, ada 2 orang pemuda yang meminta bunga Blimbing Wuluh dari pohon kami juga. Katanya untuk obat batuk. Mungkin juga pemuda itu disuruh oleh bosnya minta bunga Blimbing Wuluh untuk obat Batuk juga.

Saya heran jaman sekarang kok masih ada orang yang minum ramuan obat dari tumbuhan hanya untuk mengobati Batuknya. Bukankah saat ini sudah banyak dijual di Apotik / Toko Obat, obat Batuk berupa tablet, kapsul atau sirop yang lebih praktis, tinggal minum saja.

----

Dari Internet, saya membaca memang bunga Blimbing Wuluh, yang dicampur dengan ramuan yang lain dimanfaatkan sebagai obat Batuk pada orang dewasa dan anak-anak.
Selain bunganya, juga Buah Blimbing Wuluh dimanfaatkan sebagai obat Darah Tinggi dan obat Jerawat. Hanya bagi orang yang mengidap penyakit Maag mesti hati-hati meminumnya karena Blimbing Wuluh rasanya sangat asam.-

Gawat darurat (?)


Hari Minggu, 23 Juni 2013 pukul 16.15 terdengar dering telepon.

“Halo” , saya menyapa si penelpon.

“Halo, dokter Basuki ya,” terdengar suara wanita.

“Dok, anak saya sakit. Tadi pagi saya telepon berulang-ulang, tapi tidak ada yang menerima.”

“Maaf, hari ini dan kemarin, saya dan isteri saya tidak di rumah sebab mengikuti Simposium Kedokteran di Aston Hotel,” saya menjelaskan.

“Ada apa ya?”, saya bertanya.

“Anak saya sakit, dok. Gawat darurat nih. Anak saya berak-berak dan badannya lemas.”
Saya menjawab “Hari ini kan hari Minggu, saya tidak buka praktik. Mengapa tidak ke UGD ( Unit Gawat Darurat ) di salah satu Rumah Sakit?”

“Kami kan biasa berobat ke dokter Basuki.”

“Benar, tapi kalau keadaannya Gawat Darurat, Ibu bisa minta bantuan di Unit UGD di Rumah Sakit terdekat. Baiklah, sekarang silahkan datang ke tempat praktik saya,” saya menjawab lagi.

Ya, sudah resiko jabatan. Tidak hari Minggu ataupun hari kerja, tidak siang, sore atau malampun, masayarakat harus dilayani. Mereka lupa bahwa praktik dokter ada waktu / jam buka praktik, sesuai dengan yang tertulis dipapan nama, kecuali Dokter Jaga di Unit UGD Rumah Sakit. Itupun ada giliran jaga, pergantian dokter jaga 2 kali/ 24 jam, silih berganti.

----

Ibu M, 40 tahun datang bersama putranya K, 20 tahun.

Keluhan K, sejak tadi pagi diare dan perutnya mules.

Saya bertanya “Kenapa bisa diare? Apakah makan makanan yang pedas-pedas atau berlemak?”

Ibu M menjawab “Tadi malam K minum susu ( merk tertentu ) dan makan makanan yang pedas bersama teman-temannya, dok”

Makan enaknya dinikmati oleh pasien, giliran sakit perut, dokter dicari-cari. He…he…

“O…begitu ya, mari saya periksa dulu.”

Pada pemeriksaan fisik K, tidak ada yang abnormal, kecuali gerakan peristaltik usus yang bertambah cepat.

“Lain kali jangan minum susu merk itu dan jangan makan makanan yang terlalu pedas agar tidak menderita diare,” saya memberi advis.

“Baik, dok” jawab K.

----

Setelah pasien dan Ibunya meninggalkan Ruang Periksa, saya membatin “Kalau menderita Diare 3-4 kali, itu sih bukan keadaan gawat darurat, kenapa mesti panik.”

Rupanya Ibu M khawatir oleh karena putranya mengalami berak-berak dan panik mencari bantuan dokter.-

Teman lama


Kemarin sore datang berobat seorang Bapak di temani oleh isterinya. Rasanya wajah ini saya kenal, tetapi siapa ya?. Wajahnya seperti tidak asing bagi saya.

Saya bertanya “Bapak ingin berobat?”

Ia menjawab “Coba siapakah saya ini?”

Wah datang-datang, main tebak-tebakan.

Saya menjawab “Maaf saya lupa nama Bapak. Rasanya sih kenal, tapi saya lupa nama Bapak. Siapa ya?”

Ia menjawab “Saya ini I, teman lama.”

Astaga Pak I ini dahulu tetangga saya, sewaktu kami sekolah SMA, tahun 1965 - 1966. Pak I ini lalu pindah ke kota Bandung. Sudah lama kami tidak bertemu. Saya dan Pak I ini adalah teman dekat, maklum rumahnya berdekatan dengan rumah saya. Kami tidak berjumpa sejak sekitar 47 tahunan, suatu kurun waktu yang lama. Hampir setengah abad.

Saya bertanya “ Apakah anda masih tinggl di jalan J, Bandung?”

Ia menjawab “Oh.. kami sudah pindah ke Banjaran, Bandung Selatan.”

Usia Pak I ini 67 tahun, 2 tahun diatas saya. Pada pemeriksaan tampak semua rambut Pak I ini, sudah berwarna putih, tampak lesu, lemas.

Keluhannya: badan lemas, kaki lemas, perut sakit. Tekanan darah normal. Jantung dan Paru-paru dalam batas normal. Tidak ada nyeri gerak pada kedua tungkai.

Mungkin Pak I ini kecapean. Segera saya membuatkan resep obat berupa tablet pain killer, tablet multi vitamin dan tablet Bio ATP untuk meningkatkan energi dalam badannya.

Saat isterinya bertanya berapa fee doctor, mereka ingin membayar, tidak mau digratiskan. Saya berikan discount 40 % untuk Pak I, teman lama saya ini.

Saya lupa bertanya dari siapa mereka mengetahui tempat praktik saya saat ini, karena kami sudah pindah dari rumah kami yang dahulu.

Minggu, Juni 16, 2013

Warga Panti Wreda Kasih Santap siang








Pada Rapat Bulanan Pengurus Panti Wreda Kasih Cirebon tanggal 10 Juni 2013, dibahas acara santap siang bersama di Restaurant Green Eastern, Cirebon. Santap siang ini dibiayai oleh seorang donatur bagi warga Panti dan Pengurus Panti di sebuah Restaurant mana saja di kota Cirebon. Jumlah peserta sekitar 20 orang atau 2 buah meja makan a 10 orang.

Mendengar berita ini Opa dan Oma Panti tentu saja gembira. Gembira karena diajak makan siang bersama disebuah Rumah Makan. Tentu saja menu makanannya berbeda dengan menu makanan di Panti.

Selesai Kebaktian pagi pukul 11.00, minibus yang mengantar Oma dan Opa tiba di gedung panti. Pukul 11.15 rombongan berangkat menuju Green Eastern Restaurant di jalan Bahagia, Cirebon. Rombongan memasuki gedung ini. Kami sudah memesan hidangan untuk santap siang berupa: Nasi Putih, Mie Goreng, Gurame Goreng Asam manis, masak Ayam kuah kecap, masak sayur Poleng, Tahu goreng kuah kuning dan Minuman Buah Melon dan Selasih. 2 meja makan terisi penuh dengan peserta santap siang.

Acara ini didahului dengan doa bersama yang dipimpin oleh Pak T, Seksi Kerohanian. Selesai berdoa, kami langsung menikmati hidangan yang sudah tersedia. Nikmatnya makan bukan dilihat dari apa yang dimakan tetapi dilihat dari dengan siapa kami makan. Makan bersama dengan orang-orang yang kami kasihi ada rasa gembira, senang dan bahagia. Kami sudah dapat membawa orang-orang yang kami kasihi dengan santap siang bersama di sebuah Rumah Makan. Kami melihat para Oma dan Opa juga sangat gembira dan menikmati santap siang ini. Hidangan yang tersedia habis tidak bersisa.

Bulan Juli 2013 acara santap siang ini juga ada lagi, karena ada donatur yang akan membiayai santap siang ini. Kami sudah merencanakan santap siang di sebuah Rumah Makan lain di kota kami.

Selamat siang.-

Rabu, Juni 12, 2013

Pusing melihat jahitan kulit



Kemarin sore datang berobat A, 4 tahun. Ia diantar oleh ayahnya Pak T.

Seminggu yang lalu, A terjatuh ketika sedang bermain dan ada luka robek di dahinya. A segera dibawa ke sebuah Rumah Sakit terdekat dan luka tadi dijahit. A mendapat resep obat berupa 2 macam sirop.

Pak T menelepon saya setelah 5 hari putranya dijahit, yang bermaksud untuk angkat jahitan kulit putranya. Saya menjawab “Boleh datang saja besok sore saat saya buka praktik.”

Kemarin sore A diantar ayahnya Pak T datang menemui saya.
A berbaring diatas bed pemeriksaan. Meskipun lampu ruang Periksa cukup terang, tetapi untuk melihat benang jahitan yang halus, saya merasa penerangan ke arah lukan jahitan belum cukup terang. Oleh karena itu saya meminta bantuan Pak T untuk memegangi sebuah lampu senter untuk menerangi jahitan kulit di dahi putranya.

Dengan menggunakan sebuah pinset dan sebuah gunting yang kecil, saya mengangkat 5 buah jahitan. 5 menit kemudian saat akan mengangkat jahitan yang kelima, Pak T berkata “Aduh kepala saya, pusing dok,” sambil menundukkan kepalanya.

Saya persilahkan Pak T duduk di kursi saja dan saya melanjutkan mengangkat jahitan yang terakhir. Cukup lama juga mengangkat jahiatan itu karena benang hitam ( zyde ) yang lembut tertimbun oleh kulit. Mungkin luka robeknya tidak teratur sehingga, benang jahitan terhalang oleh jaringan kulit. Akhirnya beberapa menit kemudian selesai sudah, semua benang jahitan kulit tadi terangkat semuanya. Bekas jahitan tersebut saya olesi dengan larutan Betadine dan ditutup dengan sebuah kain kasa steril yang diplester diatas kulit dahi pasien A.

Saya bertanya kepada Pak T “Pak, masih pusing?”

Pak T menjawab “Sudah tidak pusing lagi, dok.”

Saya berkata lagi “Sudah selesai, Pak. Benang jahitan kulitnya sudah dicabut semuanya.”

Setelah Pak T dan putranya meninggalkan Ruang Periksa, saya membatin “Baru melihat jahitan kulit saja sudah pusing, apalagi kalau melihat luka robek yang berdarah dan perlu dilakukan penjahitan. Mungkin Pak T ini bisa pingsan. Wah …Pak T ini tidak bisa jadi dokter, nih.”

Selamat malam.-

Selasa, Juni 11, 2013

Ulang tahun








Hari Senin, 10 Juni 2013, pukul 18.00 kami para pengurus Panti Wreda Kasih mengadakan Rapat Bulanan di gedung Panti. Hari ini pula bertepatan dengan hari ulang tahun Oma Wawa, 74 tahun. Jadi sekalian diperingati pada Rapat Bulanan ini. Begitu pula bila ada Oma / Opa yang lain, warga Panti yang berulang tahun maka akan diperingati bersamaan dengan Rapat Bulanan.

Sebelum Rapat dimulai seperti biasa diadakan puji-pujian rohani dan Renungan rohani selama 10 menit. Kali ini saya yang mendapat tugas membawakan Renungan rohani tsb. Sebagai dasar renungan saya ambil ayat dari Mazmur 127: 2.

Selesai renungan saya membacakan doa sebelum acara memperingati ulang tahun Oma Wawa dan makan malam bersama.

Pada acara Ulang Tahun ini tampak Oma Wawa berseri-seri. Setelah lilin berangka 74 dinyalakan, kami bersama-sama bernyanyi “Selamat Ulang Tahun”. Selanjutnya pemotongan cake Ulang tahun dan pemberian ucapan “Selamat Ulang Tahun” kepada Oma Wawa oleh 9 warga Panti dan Pengurus Panti Wreda Kasih yang berjumlah 12 orang.

Selesai acara Ulang tahun, acara dilanjutkan dengan makan malam bersama.
Pukul 19.15 kami mengadakan Rapat Bulanan Pengurus Panti. Di dalam Rapat ini dibahas Notulen Rapat bulan yang lalu, membahas laporan para Seksi Kesehatan, Logistik, Donatur, rencana kegiatan bulan depan dll.

Pukul 20.45 selesailah Rapat Bulanan ini. Doa penutup dibacakan oleh Pak T, Wakil Ketua Pengurus Panti.

Senin, Juni 10, 2013

Demam


Hari Minggu 9 Juni 2013 pukul 15.00 saat saya tidur siang terdengar ketokan pintu pagar berulang-ulang. Saya yang sedang tidur di kamar depan rumah terbangun karena ketokan pintu tadi.

Segera saya memuju halaman depan rumah dan melihat ada seorang Ibu dan seorang anak laki-laki usia 4 tahun.

Ibu itu bertanya “Dok, buka praktik?”

Saya menjawab “Ini kan hari Minggu, Bu. Sebenarnya saya tidak buka praktik. Ada apa ya?”.

Orang yang datang ke rumah kami tidak selamanya pasien yang mau berobat, tetapi bisa juga karena alasan lain, seperti: bertanya rumah seseorang atau ada keperluan lainnya.
Ibu itu berkata lagi “Ini, dok anak saya demam mau berobat.”

Saya berkata lagi “Ya sudah, mari masuk, Bu”, sambil membukakan pintu pagar.

Di dalam Ruang Periksa, Ibu tadi berkata “Anak saya demam sejak tadi pagi, dok. Kalau demam ia sering kejang.”

Pada pemeriksaan fisik pasien A, usia 4 tahun ini teraba badannya agak demam. Hidungnya berlendir. Bunyi Jantung dan Paru-paru dalam batas normal. Saya membuat Diagnosa: ISPA, Infeksi Saluran Pernafasan Akut.

Saya membuatkan sebuah resep obat berupa racikan puyer dan sirop vitamin untuk pasien A ini.

Saya berkata kepada Ibu tadi “Ibu, sebaiknya ibu selalu menyimpan tablet atau sirup anti demam seperti Paracetamol sirup. Bila putra Ibu timbul demam segera minum sirup anti demam itu agat tidak terjadi Kejang. Bila dalam 2 hari demam masih berlanjut, sebaiknya putra Ibu diperiksakan ke Puskesmas terdekat atau ke dokter.”

“Baik, dok.”

Setelah Ibu dan putranya meninggalkan Ruang periksa saya membatin “Ibu ini mempunyai sikap yang baik, saat putranya demam ia segera membawa putranya ke dokter tidak peduli itu hari libur / Minggu sekalipun. Rupanya pengalaman saat putranya demam dan timbul kejang, membuat Ibu tadi khawatir akan kesehatan putranya.”

Saya periksa di Catatan Medis pasien, nama putra Ibu tadi pernah datang berobat beberapa bulan yang lalu dengan keluhan demam juga. Kejang demam sering terdapat pada pasien anak-anak.

Selamat siang.-

Kamis, Juni 06, 2013

Nyeri uluhati


Kemarin malam sekitar pukul 21.00 datang berobat Ibu A, 50 tahun, badan gemuk sekitar 65 Kg, diantar oleh suaminya, Pak B. Mereka naik sepeda motor.

Pak B berkata “Tolonglah dok, isteri saya sesek nafas.”

Pada pemeriksaan didapatkan tekanan darah Ibu A: 140/90 mmHG ( agak tinggi ), denyut nadi 85/menit, Jantung dan Paru-paru dalam batas normal, Perut: kembung, terdapat nyeri tekan di daerah ulu hati.

Ibu A mengatakan nyeri ulu hati terjadi belum lama, setelah ia dan suaminya bertengkar masalah keluarga. Ibu A tidak mau bercerita tentang masalah dengan suaminya. Ia berpakaian agak menor, memakai lipstick merah. Ia tampak tidak sakit, hanya wajahnya tidak ceria, mungkin masih marah kepada suaminya.

Saya menyimpulkan bahwa Ibu A menderita Dispepsi ( maag ) dengan diferensial diagnose: penyakit Jantung Koroner ( semoga bukan ).

Segera saya membuat resep obat untuk Ibu A berupa: tablet antispasmodik ( untuk mengurangi spasme pada Lambungnya ), tablet antacid ( untuk menetralisir asam lambung ) dan tablet penenang agar ia dapat tidur.

Setelah Ibu A keluar Ruang periksa, saya membatin: Ibu A dan suaminya Pak B bertengkar dan membuat Ibu A marah. Akibat kemarahannya ini lambung Ibu A mengalami spasme dan timbullah nyeri uluhati. Kemarahan dapat merugikan diri sendiri. Kenapa Ibu A tidak mengalah saja? Mungkin ada masalah dengan sang suami yang tidak dapat dimaafkan.

Yang membuat saya agak heran, kalau pasien sakit dan datang berobat, jarang berpakaian menor dan merias tubuhnya ( memakai lipstick dan lain-lain ). Ibu A ini datang dengan penampilan seperti orang yang mau kondangan. Mungkin mereka hendak shopping, tetapi sang suaminya menolak. Ah…saya tidak tahu.

Segera saya menutup pintu pagar rumah dan Ruang periksa.

Selamat malam.-