Senin, November 10, 2014

Surat Keterangan Sakit


Pagi hari minggu yang lalu datang ke tempat praktik saya seorang Bapak usia sekitar 55 tahun.

Ia berkata “Dok, saya ingin mendapatkan Surat Keterangan Sakit untuk anak saya.”

Saya menjawab “Baik putra Bapak sakit apa dan mana putra Bapak?”

Ia menjawab “ Anak saya sejak 4 hari yang lalu sakit kepalanya dan ingin mendapat Surat tersebut. Anak saya ada di rumah”

Saya menjawab lagi “Putra Bapak sudah berobat?”

“Belum, Dok. Saya memberikan obat sakit kepala yang dijual bebas, tetapi masih belum sembuh juga.”

Saya menjawab “Mengapa tidak berobat ke Puskesmas atau Dokter praktik sore? Kalau putra Bapak tidak dibawa, saya tidak dapat memberikan Surat tadi, sebab saya tidak yakin kalau putra Bapak sedang sakit dan sedang sakit apa? Bawalah putra Bapak kesini, nanti saya periksa dan kalau benar sakit saya akan memberikan Surat Keterangan tadi.”

Bapak tadi terdiam lalu berkata “Baiklah dok kalau begitu.”

Sampai tutup praktik, Bapak ini tidak datang lagi.

---

Kejadian seperti ini sering kali saya jumpai. Ada pasien yang pergi keluar kota untuk alasan tertentu dan bolos bekerja. Untuk keperluan administrasi kantornya ia membutuhkan surat dan surat itu adalah Surat Keterangan Sakit yang dipakai sebagai alasan bahwa ia sakit selama ia tidak masuk kerja.

Seorang anak diajak oleh orang tuanya mendadak pergi keluar kota untuk sesuatu keperluan. Untuk keperluan administrasi sekolah, orang tuanya mencari Surat Keterangan Sakit dari Dokter yang dianggap ampuh.

Dokter dalam membuat Surat Keterangan Sakit harus yakin bahwa nama yang tertulis dalam Surat itu benar dalam keadaan sakit.

Seseorang yang sedang dalam perkara di Pengadilan, dipanggil beberapa kali tetapi tidak datang. Lalu ia mencari Surat Keterangan Dokter sampai 2-3 kali. Hakim dapat saja akan memanggil Dokter yang menanda-tangani Surat itu dan bertanya apa benar ia sakit dan sakit apa sampai ia tidak dapat memenuhi pangilan pihak Pengadilan. Urusannya bisa jadi panjang. Masyarakat juga harus memaklumi akan hal ini.

Rabu, November 05, 2014

Mata Katarak



Usia rata-rata penghuni Panti Wreda Kasih Cirebon 60 tahun, bahkan ada yang lebih tua. Pada usia yang sudah lanjut secara fisik kesehatan mereka sudah mulai berkurang termasuk berat badan yang menurun, penglihatan yang mulai kabur, pendengaran yang mulai berkurang, ingatan jangka pendek mulai menurun, dan buang air besar tidak lancar setiap hari.

Oma T, 74 tahun sejak sekitar 6 bulan yang lalu kedua matanya mengalami gangguan penglihatan. Dari kamar tidur ke kamar mandi atau ke tempat-tempat lain mesti didampingi oleh orang lain. Kedua lensa matanya sudah tampak putih akibat proses Katarak senilis ( kekeruhan lensa mata akibat proses usia lanjut ). Pemberian obat tetes haya untuk memperlambat proses katarak tampaknya tidak memberikan hasil yang memuaskan. Kedua lensa mata Oma T tampak berwarna putih, lensa mata mengalami kekeruhan, sehingga Oma T tidak dapat lagi melihat dengan jelas.

Saya selaku petugas kesehatan mengusulkan kepada Pengurus Panti Wreda Kasih dalam rapat bulanan, agar salah satu mata Oma T dioperasi. Pengurus Panti setuju. Oleh satu Pengurus Panti diupayakan pembuatan Kartu BPJS ( Badan Pengurus Jaminan Sosial ). Dengan fasilitas kartu BPJS ini maka operasi Katarak Oma T dapat dibebaskan dari biaya.

Pada awal bulan Oktober dengan membawa Surat Rujukan dari seorang dokter yang berwenang Oma T dibawa ke Rumah Sakit MP di Kabupaten Cirebon yang berjarak sekitar 15 km dari gedung Panti. Di Rumah Sakit ini Ibu IS, Bendahara Pengurus Panti Wreda Kasih, bekerja sebawai karyawan yang membidangi BPJS. Jadi Ibu IS dapat membantu sepenuhnya untuk keperluan operasi Oma T.

Oleh karena memerlukan pemeriksaan darah sebagai persiapan operasi Oma T sebaiknya bermalam di RS MP ini. Keesokan harinya sekitar pukul 12.00 saya beserta Ibu Panti Ibu I dan salah satu anggota Pengurus Panti, Pak S menuju RS MP untuk mendampingi Oma T yang akan dioperasi mata Kataraknya.

Kami berkumpul di depan Ruang Operasi. Lama juga kami menunggu sambil berdoa semoga operasi berjalan lancar. Sekitar 30 menit kemudian keluarlah rombongan perawat, Ibu IS dan Oma T diatas bed.

Ibu IS berkata “Operasinya gagal dilakukan.”

Kami bertanya “Kenapa Bu?”

“Oma T saat akan dioperasi berontak, lengan kakinya bergerak-gerak terus. Ia menolak untuk dioperasi. Saat akan dipasang alat Klem untuk membuka kelopak mata kiri yang akan dioperasi, matanya bergerak-gerak terus sehingga tidak dapat dipasang Klem mata tersebut. Oma T terus dibujuk agar dapat tenang dan mau dioperasi, tetapi Oma T tidak mau dan menolak operasi. Saya masih dapat melihat katanya ( padahal tidak benar, matanya sudah tidak dapat melihat lagi )” kata Ibu IS.

Lalu saya nyeletuk “ Iya kalau begitu mesti dibius total agar pasien tertidur dan operasi dapat dilakukan.”

Ibu IS berkata “Dokter Mata juga berkata demikian , tetapi pasien sudah makan jadi sekarang tidak bisa dibius total. Minggu depan saja pasien balik lagi.”

Oma T kembali ke kamar perawatan. Kami mengurus surat-surat untuk pulang dari RS MP. Oma T tidak jadi dioperasi. Kami yang mengharap agar oma T dapat dioperasi agar matanya dapat melihat kembali, kecewa juga. Rasanya usaha kami membawa Oma T ke RS MT yang jaraknya cukup jauh dari gedung Panti, tidak memberikan manfaat bagi Oma T ini.

Saya membatin “ Untuk berbuat baikpun ternyata tidak mudah. Kadang kala ada batu sandungan di depan kita.”

----

3 bulan yang lalu Oma W, 75 tahun, menderita Katarak dan mata kanannya telah dioperasi di Cirebon Eye Center. Sekarang ia sudah dapat melihat kembali dengan mata kanannya. Oma W gembira matanya sudah berfungsi kembali. Mata kirinya yang Katarak juga perlu dioperasi juga.

3 tahun yang lalu Oma LI, 70 tahun yang menderita Katarak juga sudah dioperasi pada salah satu matanya. Ia sangat senang, matanya sudah berfunghsi kembali.

Upaya kami untuk operasi mata Katarak bagi ke 2 Oma ini sudah berhasil dengan baik dan kami gembira sudah dapat menolong orang lain.