Senin, Juni 15, 2009

Kereta api


Semula saya enggan menulis artikel ini tetapi akhirnya saya tulis dan posting ke Blog saya ini.

---

Rasanya saat ini hampir semua orang sudah pernah naik kereta api.
Selain naik kereta api, dapat pula orang naik bus, atau mobil pribadi ketika bepergiana dari kota Cirebon ke kota Jakarta .

Saat ini antara Cirebon dan Jakarta dengan naik kereta api dapat ditempuh dalam waktu 2,5 jam ( k.a. Argo Jati ) atau selama 3 jam ( k.a. Cireks / Cirebon Ekspres ). Bila naik Bus atau mobil pribadi akan ditempuh dengan waktu yang lebih lama, sekitar 5 jam, nonstop. Oleh karena itu orang lebih nyaman naik kereta api dengan biaya yang hampir sama atau lebih murah.

Sejak mempunyai KTP seumur hidup ( bagi yang sudah berusia 60 atau lebih ) saya, isteri dan Ibu saya bila naik kereta api Cirebon – Jakarata atau sebaliknya, dengan menyerahkan selembar Fotokopi KTP, maka harga tiket kereta api mendapat diskon 20 %. Cukup berarti bagi para pensiunan. Untuk itu kami mengucapkan kepada Pemerintah yang sudah menaruh perhatian dan memberikan keringanan bagi para pemegang KTP seumur hidup.

Harga tiket dari Cirebon dan Jakarta mestinya sama untuk jarak tempah yang sama, tetapi harga yang saya bayar berbeda ( entah apa sebabnya ). Bisanya kami naik k.a. Argo Jati karena 2 alasan: 1. karena hanya memakan waktu 2,5 jam ( Cireks perlu waktu 3 jam ), dan 2. k.a. Argo Jati lebih nyaman ( ada TV ). 

Jam keberangkatan A.J. dari Crb – Jkt pukul 05.45, tiba di Jkt ( Gambir ) pukul 08.32. Jam keberangkatan A.J. dari Jkt ( Gambir ) – Crb pukul 17.10, tiba di Crb pukul 19.51. Jadwal ini bisa terlamabat sekitar 5 – 15 menit dari jadwal sebenarnya. Keterlambatan ini masih cukup wajar, kecuali bila ada gangguan perjalanan k.a ( kecelakaan, kerusakan k.a. )

Tanggal 14 Juni 2009 saya dan isteri pergi ke Jakarta karena akan melayat seorang famili yang meninggal dunia. Saya antri dan membeli tiket k.a. di konter khusus untuk pemesanan tiket k.a. ke segala tujuan. Saya membayar Rp. 76.000,- untuk 1 tiket Argo Jati, Crb – Jkt, berarti harga sesungguhnya 76.000 + 20 % = Rp. 91.200,-
Untuk 1 tiket Jkt – Crb saya membayar Rp. 80.000, berarti harga sesungguhnya 80.000 + 20% = Rp. 96.000,- Untuk jarak tempuh yang sama dan jenis kereta api yang sama saya membayar dengan harga yang tidak sama. Untuk 2 penumpang saya membayar 2 kali dari harga yang saya uraikan tadi. 

Itu keunikan yang pertama.
Keunikan yang kedua, ini benar terjadi ketika kami kembali dari Jakarta ke Cirebon pada sore harinya. Jadwal keberangkatan k.a. A.J. dari Gambir sudah terlambat sekitar 10 menit ( sering terjadi pada jadwal sore hari, sebab harus menunggu k.a. A.J. yang baru datang dari Crb ). K.a. A.J. atau Cireks selalu berhenti di stasiun Jatinegara untuk mengangkut para penumpang yang naik dari Jatinegara., setelah k.a. berangkat sekitar 12 menit dari Gambir. Dari Jatinegara ada beberapa penumpang yang masuk ke gerbong k.a. kami. 2 baris di depan kami ada seorang Bapak, sekitar 50 tahun dengan memegang selembar tiket bolak balik mencari kursinya.

Rupanya kursi haknya telah diduduki oleh seorang wanita, sekitar 35 tahun, yang tampaknya terpelajar dan dandanan yang menarik. Bapak tadi meminta agar wanita itu memberikan kursinya karena itulah nomer kursi yang tertera di tiketnya. Setelah terjadi sedikit dialog, akhirnya ketahuan bahwa wanita itu salah naik k.a. atau sengaja naik A.J. agar lebih cepat tiba di Crb. Ia mempunyai tiket k.a. Cireks yang berangkat pukul 18.15, sedangkan Argo Jati berangkat pukul 17.10. Mungkin ia ingin membeli tiket A.J. tetapi sudah habis ( maklum hari Minggu banyak penumpang yang bepergian ). Beberapa penumpang menganjurkan kepada wanita itu agar mencari kursi yang lain yang masih ada di gerbong kami ( mungkin juga jatah untuk penumpang yang akan naik dari Jatinegara ). 

Akhirrnya ia mau pindah kursi dan menduduki kursi yang masih kosong tidak jauh dari kursi tadi. Kalau semua kursi penuh maka kemungkinan besar wanita tadi aharus mencari kursi di gerbong makan dan harus membeli maknan disana untuk dapat menduduki kursi di gerbong makan.

Setiba di Jatinegara, k.a. A.J. berhenti untuk mengangkut penumpang. Beruntung kursi yang diduduki wanita tadi tidak ada penumpang dari Jatinegara yang meng-claim kursi tadi. Aman…Saya berpikir, kalau pada saatnya Pak Kondektur memeriksa tiket dan melubangi tiket para penumpang, wanita itu pasti akan berurusan dengan Pak Kondektur.

Lima menit setelah meninggalkan jatinegara, seperti biasa Pak Kond3ektut mulai memerisa tiket penumpang. Ketika tiba di kursi wanita tadi, Pak Kondektur mengerutkan wajahnya karena ini tiket yang salah. Mengapa ada tiket k.a. Cireks, tetapi naik di k.a. A.J.? Cukup lama terjadi dialog antara Pak Kondektur dan wanita tadi. Alasan yang dikemukan wnaita tadi ( saya tidak mendengar o.k. suara berisik ketika k.a. berjalan ) rupanya masuk akal Pak Kondektur, tetapi ia harus membayar kekurangan biaya perjalanan antara k.a. A.J. dan Cireks.

Wanita tadi memberikaan selembar uang dan Pak Kondektur menukar uang tadi kepada seorang penumpang di dekatnya. Entah berapa yang hatus dibayar, apakah kena denda juga? Saya tidak tahu, tetapi wajah Pak Kondektur cerah ketika wanita tadi punya uang untuk membayar kekurangan harga tiket yang berbeda tadi. Waktu penukaran uang, dialog Pak Kondektur dan wanita tadi cukup memakan waktu dan menganggu penglihatan kami ke layar TV yang sedang menayangkan sebuah film yang menarik. Jengkel juga.

Yang menggelikan saya adalah ketika wanita tadi memberikan selembar uang, di dalam dompet Pak Kondektur tidak ada uang untuk kembalian dan mesti menukar kepada penumpang disekitarnya. Jadi adegan antara penumpang dan Pak Kondektur ini jelas disaksikan oleh para penumpang disekitar wanita tadi. Tidak tergambarkan rasa khawatir atau takut di wajah wanita tadi. Seolah-olah hal itu pasti akan terselesaikan dengan baik.

Masih untung ( lagi-lagi masih untung ) digerbong kami masih tersisa kursi kosong. Kalau tidak, maka ia harus pindah ke gerbong makan dan harus mengeluarkan uang untuk membeli makanan yang lumayan besar untuk seporsi Nasi Goreng, Nasi Campur, atau Bistik. Keadaan wanita tadi ternyata dapat diselamatkan dengan selembar uang kertas sebagai denda: salah naik kereta api. Kayaknya sudah terjadi win-win solution. UUD juga ya. Ciao.-


---

Kutipan:
Imajinasi lebih penting dari pengetahuan. Pengetahuan bersifat terbatas, sedangkan imajinasi melingkupi jagat raya
( Albert Einstein )

4 komentar:

  1. Ass. Dok maaf dok kemarin saya udah ijin pa belum ya mengikuti blog dokter he he . Maksud saya setelah saya membaca beberapa informasi dari Blog anda rasanya penting juga untuk saya ketahui berbagai macam tip-tip kesehatan terutama kesehatan anak-anak. Tapi boleh kan dok ngikutin....

    BalasHapus
  2. To Rini,

    ( sebutan Ibu dan Bapak dalam bahasa Indionesia dianggap sebagai sebutan kehormatan bagi lawan bicara kita. Jadi jangan tersinggung kalau anda saya sapa dengan Ibu. Ada pasien wanita saya, 25 th, marah ktk saya sapa dg Ibu. Katanya saya kan belum bersuami. Lalu anda ingin disapa dg sebutan apa? Adik, mbak, nona atau apa? Dia tidak menjawab. )

    Saya tidak berkeberatan Blog saya dikuti oleh Netters lain, bila dianggap ada manfaatnya.

    Saya kok jadi tersanjung, kalau Blog saya banyak yang memperhatikannya.

    Sudah banyak para Dokter yang menulis dalam Blog mereka tentang penyakit dan ilmu kesehatan yg terkait.

    Jadi saya menulis pengalaman praktik saya selama ini. Jadi lebih banyak hubungan antar manusia, yaitu antara saya dan pasien.Belakangan apa yang saya tulis juga merupakan uneg-uneg saya, pengalaman lain dalam hidup saya.

    Saya menulis di Blog sebagai penyaluran hobi menuis apa adanya. Dg demikian gaya bahasa saya juga ceplas-ceplos begitu saja, agar mudah diterima oleh kebanyakan Netter.

    Salam sukses.

    BalasHapus
  3. Salam..seronok membaca blog ini...kerana sy dpt sedikit info utk sy ke ceribon...sy bercadang utk ke sana...insyallah...

    BalasHapus
  4. To Nordin,

    Selamat datang di kota Cirebon.

    Salam.

    BalasHapus