Minggu, September 24, 2006

Dokter hebat

Suatu sore datang seorang nenek, 60 tahun, datang untuk memeriksakan seorang cucu laki-lakinya yang berumur 3 tahun, yang sakit panas. Saya bertanya,” Mana ibunya?” Ia menjawab, “Ibunya tidak bisa mengantar anaknya karena jualan di pasar dan ayahnya belum pulang kerja.” Saya berkomentar dalam hati, “Kasihan nih anak. Meskipun anaknya sakit, ibunya tidak bisa mengantar berobat karena sibuk mencari uang. Sibuk atau tidak mau mengantar?”. Rupanya anak mereka di rawat oleh neneknya.

Saya bertanya kepada nenek ini, “Sudah berapa lama panasnya, Bu?”
Ia menjawab, “Sudah 3 hari, Dok.”
Saya tanya lagi, ”Apakah sudah pernah berobat ke dokter lain?”
Ia menjawab,” Sudah, Dok. Hari pertama sakit, saya bawa ke Dokter Spesialis Anak dan diberi resep 2 macam, puyer dan sirop, tetapi tidak sembuh, walupun harga obatnya mahal. Keesokan sorenya saya bawa lagi ke dokter umum, diberi sirop 2 macam dan juga tidak sembuh. Hari ketiga saya bawa ke tempat Dokter Basuki.”
Lalu ia mengomel bahwa meskipun sudah berobat ke dokter dan dokter spesialis anak, cucunya tidak sembuh juga. Mana harga obat-obatnya mahal lagi.

Saya terkejut juga karena dalam waktu 3 hari, pasien ini sudah mengunjungi 3 orang dokter ( termasuk saya ) dan diberi obat cukup banyak. Setelah memeriksa pasien ini, insting saya mengatakan jangan-jangan anak ini sedang menderita sakit Tampek ( Morbilli ), karena ada panas, flu, radang mata merah ( conjunctivitis ), tidak selera makan, lesu berat dan sedikit skin rash ( bercak-bercak merah, gejala Tampek ) pada daerah muka. Saya membuat resep 3 macam saja yaitu sirop antibiotika, puyer yang berisi obat turun panas & obat batuk dan obat tetes mata. Saya menganjurkan agar pasien diberi kompres dingin dan banyak minum.

Saya membatin, apa tidak salah nih. Semestinya berobat kepada dokter umum dulu dan bila belum sembuh juga, barulah konsul ke dokter spesislis anak. Kasus saya ini malah terbalik, berobat dulu kepada dokter spesislis yang tidak sembuh lalu bertobat ke dokter umum.

2 hari kemudian nenek ini datang lagi dengan membawa pasien lainnya ( cucu yang lain ) berumur 5 tahun. Ketika ia masuk ke ruang periksa, nenek ini berkata, “Wah dokter hebat sekali.” ( ge er nih ).
“Apanya yang hebat, Bu” saya menjawab.
“Kemarin dulu saya membawa cucu saya kesini. Setelah minum obatnya maka besok paginya, ia tidak panas lagi sampai sekarang. Sakitnya sudah sembuh, hanya masih ada bercak-bercak merah pada badannya. Makanya sore ini saya membawa lagi cucu saya ini yang sakitnya sama, Dok. Tolong diperiksa dan minta resepnya lagi, Dok. Kami akan berlangganan ke dokter saja karena obatnya cocok.” ( wah…. saya setuju banget ).

Saya membatin,”Benar juga perkiraan saya. Ia sakit Tampek. Panas tidak turun-turun selama 3-4 hari. Hari ke 4 pasti turun. Wah bagaimana kalau saya jadi dokter pertama yang dikunjungi nenek ini? Saya juga pasti akan diomelinnya. Untung saya jadi dokter yang ketiga, bagaimana jadinya bila saya menjadi dokter yang pertama ? Setelah diberi obat standard saja, besoknya pada hari ke 4 panasnya turun.” Pantas nenek ini berkomentar bahwa saya adalah dokter yang hebat. ( hebat atau hebat ? )
Kakak pasien tadi pasti panasnya juga karena sakit Tampek. Penyakit ini biasanya mengenai 1 keluarga yang berumur anak-anak. Jadi bila adik nya sakit maka saudara-saudaranya atau tetangga atau teman sekelasnya juga akan sakit yang sama, karena penyakit ini menular melalui udara pernafasan, sama seperti Influenza.

Oleh karena itu disarankan agar janganlah terburu-buru, ganti-ganti dokter atau ganti-ganti obat. Berilah alam waktu untuk menyembuhkan. Semuanya ada waktunya. Ada waktu sakit, ada waktu sembuh. Setiap penyakit mempunyai gejala dan perjalanan penyakit masing-masing yang spesifik. Susahnya ya karena sekarang era instan. Inginnya begitu obat ditelan atau setelah disuntik penyakitnya hilang. Seperti iklan di TV, obat belum di telan juga penyakitnya sudah sembuh. Sembuh atau sembuh bohongan? termakan iklan yang menyesatkan konsumen.

*****

1 komentar: