Minggu, Mei 08, 2011

Anak penolong


( foto ilustrasi )

Kemarin pagi seusai praktik pagi, saya menuju  sebuah Pasar tradisionil K di kota kami. Saya bermaksud membeli beberapa Ikan Sapu-sapu yang  di pelihara sebagai pembersih lumut pada dinding kolam ikan. Selain itu saya juga akan membeli cacing sutra ( cacing kecil yang hidup di air ) sebagai makan ikan peliharaan kami di akuarium.

Setiba di pasar ini saya melihat  banyak penjual  buah-buahan yang menggugah selera belanja saya. Saya melihat  buah Jambu biji yang segar, Buah Nangka yang sudah dikupas, bermacam Pisang, Tomat yang berwarna merah ( yang mengandung antioksidan Leucophene ), Sayur Selada, Brocoli ( yang mengandung antioksidan Sulphoraphene ).

Akhirnya saya membeli juga Buah dan Sayur dalam jumlah sedikit. Saat saya menawar Nangka kupas, ada seorang anak laki-laki seusia kelas 4-5 SD, berpakaian tidak lusuh. Saya menduga ia bukanlah seorang pengemis yang getol meminta-minta.

Bocah itu berkata kepada saya “Saya bawain, Pak.”

Semula saya tidak mengerti maksudnya.

Bocah itu berkata lagi “Bawain, belanjaannya, Pak.”

Aduh..mosok belanjaan yang hanya 2-3 kantong keresek ( plastik ) kecil mesti minta dibawain orang lain?

Saya menjawab kepadanya “Engga ah…enteng kok.”

Bocah itu tidak mau pergi, lalu saya melotot kepadanya. Bocah itu meninggalkan saya dan mencari sasaran yang lain. Ibu penjual buah Nangka ini tersenyum. Ia sudah hafal rupanya akan  sosok bocah semacam itu. Saya perhatikan ada banyak bocah seusia tu yang mengikuti Ibu-ibu yang sedang belanja di pasar ini.

Saat saya meninggalkan pasar tradisionil ini, saya teringat akan pengalaman HN, adik wanita saya yang juga belanja di pasar tradisionil ini beberapa bulan yang lalu. Barang belanjaan HN ini  cukup banyak juga sehingga agak repot kalau tidak didampingi seorang asisten yang membawa belanjaannya.

Akhirnya ia  menyetujui permintaan seorang bocah pembawa belanjaan di pasar ini. Mereka meuju tempat parkir Becak untuk kembali ke rumah. Setiba di rumah orang tua saya, adik saya ini  ingin segera membuat Sop Ayam, kesukaan Ibu saya. HN sibuk mencari-cari Ayam potong  di semua kantong keresek belanjaannya. Ternyata tidak ada alias lenyap.

HN jengkel luar biasa dan kembali menuju ke pasar ini. Ia mengunjungi kios Ibu penjual Pisang (  tempat terakhir ia belanja dan  bertemu dengan bocah pembawa belanjaan ) dan bertanya apakah ia mengenal bocah tadi.

Ibu penjual Pisang tadi menjawab “O..anak itu sudah pergi. Kenapa, Ibu?”

Adik saya menjawab “ Wah..anak itu pencuri. Ayam potong yang saya beli itu dicurinya. Saya tidak melihat ayam potong itu ketika saya akan memasaknya.”

Rupanya dengan kecepatan tangannya, bocah itu mengambil bungkusan Ayam tadi dan memberikan kepada temannya yang lain saat adik saya lengah tidak memperhatikan bocah tadi. Adik saya tidak menyangka bocah yang akan diberi uang jasa itu juga tega-teganya mencuri barang belanjaan yang dipercayakan membawanya. Kualat nih anak…

Pengalaman adik saya itu juga menambah jumlah bukti bahwa: untuk  berbuat baikpun, ternyata tidak mudah. Seperti yang sering kali saya tulis dalam artikel lain dalam Blog ini.

Berhati-hatilah dan jangan percaya begitu saya kepada orang-orang yang baru kita kenal.

Jangankan orang  yang baru kita kenal, orang yang sudah lama kita kenalpun dapat saja berbuat tidak baik kepada kita. Kalau uang yang dalam jumlah  kecil saja ditilep, apalagi uang dalam jumlah yang besar atau sangat besar.

Berhati-hati dan waspadalah saat kita belanja di pasar tradisionil, di pasar modern atau di tempat-tempat ramai yang lain (  stasiun kereta api, bus, bandara dll ).

Pesan saya yang lain yang juga penting adalah: saat berada di tempat-tempat ramai, jangan membawa  dokumen yang penting / memakai perhiasan atau asesories yang dapat memancing niat jahat orang lain. Mereka akan bertindak jahat saat ada kesempatan yang lewat.

Semoga posting kali ini dapat bermanfaat bagi anda yang saat berada di tempat-tempat yang ramai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar