Jumat, Oktober 24, 2008

Setengah jam yang melelahkan.


Hari Minggu, 18 Oktober 2008 pukul 18.30, telepon di rumah kami berdering. Pak. A minta agar saya bersedia mengobati putranya yang sakit. Sebenarnya saat itu bukan hari praktek dan saya ingin istirahat. Pak A ngotot agar saya bersedia menolong putranya. Dengan pertimbangan demi kemanusiaan, akhirnya saya bersedia meolong putranya, meskipun bukan hari praktek.

Yang menelepon ayahnya tetapi kemudian yang datang adalah sang pasien, Henri ( bukan nama sebenarnya ), 6 tahun diantar Nenek, Kakak dan Pamannya. Sudut mulut kiri Henri ada luka robek 1 cm dalam 5 mm, akibat main-main kabel elektronik. Luka robek tsb perlu dijahit dengan 2 jahitan kulit. Mengingat Henri terus menerus menangis, saya pikir lebih baik kalau luka robek itu direkatkan dengan 1sebuah Agraf ( penjepit kecil dari bahan stainless steel ) yang 5 hari kemudian dapat dibuka setelah lukan menutup.

Pemasangan Agraf saya anggap yang paling cepat dan cukup baik hasilnya untuk luka robek kecil di sudut mulut sang pasien. Pemasangan Agraf ini tidak membutuhkan penyuntikan anestesi lokal seperti pada penjahitan luka. Pemasangan Agraf membutuhkan waktu yang singkat.

Saya memberitahukan kepada Henri bahwa saya akan membersihkan luka dan akan memberikan larutan Betadine pada luka kemudian akan memberikan sebuah jepit pada lukanya. Tindakan ini tidak menyakitkan dan harap tenang sebentar jangan menangis terus.

Menderngar penjelasan saya Henri makin meronta-ronta, tidak mau. Nenek dan Pamannya turut menenangkan Henri. Tidak berhasil. Ucapan sang Kakak untuk menenangkan Henri juga tidak ada gunanya.

Saya berkata kepada Nenek Henri, agar pasien dibawa saja ke Rumah Sakit terdekat untuk minta pertolongan. Nenek Henri tampaknya tidak setuju dan minta agar saya saja yang mengobati luka Henri.

Baik. Saya mau menolong dengan memasang Agraf yang hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari 5 detik saja dengan syarat agar Henri tenang sebentar sementara saya memasang jepitan luka tsb.

Henri setuju., tetapi ketika ia melihat saya akan memasang Agraf dengan alat khusus, Henri meronta-ronta lagi dan berteriak minta Ibunya datang. Kakak Henri menelepon Ibunya via Handphonenya minta agar sang Ibu segera datang ke rumah saya untuk membantu menenangkan Henri.

Waktu berjalan terus. Sudah 15 menit sejak kedatangan pasien yang panik ini. Saya tidak dapat bertindak banyak, selain mengharap agar Henri tenang sebentar. Akhirnya sang Ibu datang. Ia turut menenangkan dan menasehati Henri tenang agar saya dapat merawat lukanya. Henri memegang tangan Ibunya sambil merengek-rengek. Hasilnya sama saja. Kehadiran Ibunya juga tidak banyak menolong.

Saya duduk dan mulai menulis sebuah Surat Rujukan ke sebuah Rumah Sakit terdekat. Akhirnya Ibu dan Nenek Henri minta agar saya mau memasang Agraf pada luka Henri. Baiklah, kata saya, sekali lagi akan saya usahakan. Kalau gagal lagi, lebih baik segera membawa Henri ke Rumah Sakit.

Tangan dan kaki Henri dipegang oleh Paman, Nenek dan Ibunya, luka Henri ketika saya memasang Agraf. Waktu yang saya pergunakan untuk pemasangan Agraf ini hanya 3 detik saja ( tidak sampai 10 bilangan / detik ). Ketika Agraf sudah terpasang pada luka dan tindakan ini tidak menimbulkan rasa sakit yang berlebihan, Henri tampak diam ketika saya memberikan kain kasa pembalut luka tsb.

Saya segera menulis sebuah resep untuk luka dan berpesan agar 5 hari kemudian datang kembali untuk kontrol dan merlepaskan Agraf tsb bila luka sudah membaik.

Ruang periksa saya dalam 5 detik sudah sepi kembali. Pasien dan anggota keluarganya sudah keluar dan pulang ke rumah mereka masing-masing.

Di hari libur ini saya harus panjang sabar dan berjuang untuk mengobati sebuah luka kecil seorang pasien anak 6 tahun. Saya menghabisklan waktu 30 menit hanya untuk memasang sebuah Agraf yang memerlukan waktu hanya 3 detik saja. Sangat sulit mengobati luka pada seorang pasien yang meronta-ronta, tidak mau ditolong oleh dokternya.

Saya bersyukur kalau saat itu saya dapat memberikan pertolongan kepada pasien yang datang berobat.

4 komentar:

  1. Anonim7:34 PM

    Terima Kasih sudah berkenan memberikan kesempatan ikut memberikan komentar di BLoG ini. Salam Kenal Pak Dokter. :)

    BalasHapus
  2. Salam kenal juga. Terima kasih sudah berkunjung. Sukses selalu

    BalasHapus
  3. Ngobati anak kecil nggak kalah susah ama orang dewasa. Seringnya mereka meronta-ronta atau kabur. Apalagi kalau orang tuanya nggak jago membujuk atau menegur.

    Parent, control you fruit love.

    BalasHapus
  4. To Kencana,

    Anda yang membaca artikel ini saja sudah kesal ya, apalagi saya yang menghadapiu langsung pasien anak kecil ygrewel ini. huah......

    Salam

    BalasHapus