Senin, Mei 03, 2010
Pak Haji
Pagi ini saya pergi ke salah satu Bank papan atas di kota kami.
Saya ingin menyetorkan uang untuk pembayaran tagihan Telepon, PDAM , Telkomsel dan Kartu Kredit.
Ketika hendak menyetor sudah cukup banyak nasabah lain yang antri, mungkin sekitar 20 orang.
Loket untuk penyetoran uang yang diatas 10 juta hanya beberapa orang saja. Malas saya untuk antri begitu banyak, sedikitnya 30 menit mungkin baru giliran saya.
Saya bermaksud hendak pulang, ketika tiba di pintu keluar ada seorang Satpam.
Saya bertanya kepadanya “Pak, kalau saya mau setor di loket yang itu boleh tidak?”
Sang Satpam menjawab “Pak Haji, setornya berapa? Kalau diatas 10 juta boleh setor di loket itu yang sedikit antriannya. Kalau kurang dari 10 juta mesti antri di loket sebelah sini yang sudah banyak antriannya.”
Saya tidak mendengarkan jawabannya yang panjang lebar itu, tapi hati saya kaget juga. Saya kok dipanggil Pak Haji. Apa iya saya pantas atau layak di panggil Pak Haji. Penampilan saya pagi ini biasa saja. Tidak menunjukkan saya seorang muslim, misalnya memakai Kopiah hitam atau sorban. Mengapa ia menyapa saya dengan Pak Haji?
Ia melanjutkan “Antri sebentar, kan cepat juga Pak Haji sebab ada banyak Teller yang bertugas pagi ini.”
Saya membiarkan Satpam menganggap saya seorang Haji, meskipun saya sebenarnya ingin bertanya kepadanya mengapa ia menyangka saya seorang Haji?
“Engga ah…. lebih baik nanti siang saya kembali lagi atau besok pagi” saya berkata sambil keluar menuju halaman parkir mobil.
---
Ketika musim buah Mangga Cengkir sekitar 2 bulan yang lalu saya belanja membeli beberapa kilogram Mangga Cengkir di sebuah jalan di kota ami yang banyak pedagang Mangga tsb.
Ketika tiba di lokasi itu, saya parkir Minibus Panther kami.
Seorang petugas parkir berteriak “Kanan, kanan… Prit.. Stop. Cukup.”
Wah cekatan juga ia membantu parkir mobil saya yang baru datang.
Saya turun dari Minibus. Penampilan saya biasa saja, tidak pakai Kopiah hitam atau sorban atau lainnya. Di kaca spion tengah tidak ada gantungan Tasbeh yang sering dipasamg oleh teman-teman kami yang muslim.
Petugas parkir menyapa saya “Mau belanja Mangga Cengkir, Pak Haji?”
Glek….. Hati saya kaget juga. Kok saya dipanggil Pak Haji sih.
Saya cuek saja, hanya berkata “Iya mau beli untuk oleh-oleh.”
Setelah membeli beberapa kilogram Mangga, saya kembali memasuki Minibus Panther kami.
Petugas parkir itu berkata lagi “Met jalan, Pak Haji.”
Saya memberikan selembar uang ribuan untuk biaya parkir.
Lagi-lagi ia berkata “Makasih, Pak Haji.”
Saya tidak berkomentar apa-apa, tetapi di dalam hati saya sampai sekarang bertanya mengapa lebih dari 1 orang menyapa saya dengan “Pak Haji?” dan sampai sekarang, saya belum menemukan jawabannya.
Adakah masukan dari anda? Terima kasih.-
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar