Rabu, Mei 04, 2011

Tidak ada waktu untuk sakit


( foto ilustrasi: Cardiomegalia )



( foto Jantung nomal ) 


Topik artikel kali ini  rasanya aneh.
Apakah benar tidak ada waktu untuk sakit?

Saat ini sakit merupakan suatu kemewahan bagi kebanyakan  orang, apalagi kalau sampai dirawat di Rumah Sakit atau dilakukan suatu operasi. Biaya untuk pengobatan dirasakan sangat mahal. Bantuan Pemerintah masih dirasakan masih belum menjangkau  bagi seluruh rakyat yang menderita sakit.

Sandang, pangan, perumahan, pendidikan dan kesehatan merupakan kebutuhan pokok bagi kita semua yang makin hari main sulit terjangkau. Semuanya menyangkut ekonomi biaya tinggi, sedangkan mencari pekerjaan juga saat ini tidak mudah.

3 hari yang lalu sore hari, datang untuk berobat pak W, 60 tahun.
Pak W diantar oleh seorang putranya yang bekerja di sebuah toko di kota kami.
Pak W tinggal disebuah kecamatan L, suatu daerah pesisir Pantai Utara ( Pantura ).
Pekerjaan sehari-hari Pak W ini sebagai  pekerja di tambak ikan.

Keluhan Pak W : rasa tidak nyaman di daerah ulu hati dan dada sejak 1 minggu yang lalu ( mungkin juga sejak beberapa bulan / tahun yg lalu, tetapi dikatakan tidak dirasakan benar ). Pak W berobat tidak teratur di Puskesmas terdekat. Makin hari keluhannya tidak berkurang. Dalam 1-2 tahun terakhir Pak W jarang mengunjungi Puskesmas meskipun ia merasakan kadang-kadang ada rasa tidak nyaman di daerah ulu hati dan dadanya. Pak W sibuk bekerja di tambak ikan. Sepertinya Pak W tidak mempunyai waktu untuk sakit. Kalau tidak bekerja, tidak akan mendapat uang untuk hidup sehari-hari.

Pada pemeriksaan fisik: pasien tampak sakit berat, tekanan darah 170/80 mmHg, nyeri tekan di daerah ulu hati dan perut kanan atas, bunyi pernafasan tidak normal ( ada ronchi basah kedua paru ), tidak terdengar wheezing ( seperti pada penyakit Ashma Bronchiale ), tidak terdapat bengkak pada kedua tungkai.

Saya menduga adanya gangguan pada Lambung  dan Paru-paru, disertai adanya tekanan darah yang meninggi. Saya memberi informasi bahwa untuk mengetahui penyakitnya dengan jelas maka mesti dibuat pemeriksaan penunjang seperti pemeriksan Darah ( LED / Laju Endap Darah ) dan Foto Thorax ( Jantung dan Paru ). Untuk sementara saya memberikan resep untuk menurangi rasa nyeri ulu hatinya.

Keesokan harinya saya melihat hasil pemerksaan penunjang:
LED: 40 mm/jam ( tinggi ), Foto Torax ( yang mengejutkan saya ): tampak ukuran Jantung sangat besar ( cardiomegalia,  bagian kiri  dada terisi Jantung yang bengkak ) dan pada Paru-paru  terdapat Edema paru ( banyak cairan dalam paru ).

Adanya Cardiomegalia ini rupanya yang membuat Pak W merasa tidak nyaman.
Tekanan Darah yang tinggi  ( yang tidak diobati ) rupanya memberikan komplikasi kepada Jantungnya sehingga Jantung membengkak  / membesar. Cardiomegalia ini juga memberikan komplikasi adanya Edema paru.

Setelah memberikan informasi hasil pemeriksaan penunjang tsb, saya  sangat menyarankan agar Pak W di rawat di sebuah Rumah Sakit. Saya segera membuat Surat Rujukan kepada Teman Sejawat Ahli Penyakit Dalam RS Umum di kota kami.

Pasien menolak masuk RS dan minta resep obat saja ( tidak ada waktu untuk sakit ).
Saya menolak memberikan resep saja tanpa merujuk ke RS.

Kadang-kadang saya  heran mengapa ada banyak pasien yang menderita sakit parah, tetapi masih juga menolak untuk mendapat pengobatan di RS yang lebih baik dari pada  tinggal di rumah. Masalah biaya sebenarnya dapat dirundingkan dengan anak-anaknya  yang akan secara gotong royong membiayai biaya pengobatan sang ayah.-

2 komentar:

  1. tulisan yg sangat menarik, dok
    saya melihat kadang masyarakat kesadarannya masih rendah terhadap kondisi penyakitnya. misalnya kalau ada keluhan cenderung didiamkan, atau diobati sendiri sebisanya. kalau sudah parah baru ke datang dokter, kan, repot
    di keluarga saya sendiri, bbrp bulan lalu bapak mengeluh nyeri dada yg 'katanya' menjalar. tapi tidak mau berobat, cuma digosok balsem. sampai akhirnya saya paksa supaya beliau memeriksakan diri ke dokter, takut ada sakit jantung. puji Tuhan ternyata tidak kenapa-kenapa, hanya nyeri otot biasa.

    BalasHapus
  2. To Mr. Sectiocadaveris,

    Terima kasih sudah berkunjung.

    Ketika kita kuliah, Dosen kita mengatakan bahwa makin cepat di Diagnosa, makin cepat di Terapi, maka Prognosa satu penyakit akan makin baik.

    Setelah lulus Dokter dan menghadapi para pasien ( di Puskesmas, di tempat praktik pribadi ) hal itu tidak semuanya berjalan dgn baik.

    Sebagian pasien ada yang "menyembunyikan" penyakitnya, takut diketahui bahwa ia menderita sesuatu penyakit ( pandangan yg keliru )atau sebab lain spt "tidak ada waktu untuk sakit / no time to be ill".

    Tugas kita semua ( dokter, perawat, keluarga ) untuk memberi motivasi agar para pasien segera memeriksakan diri apabila ada gangguan kesehatan.

    Janganlah kalau sudah tidak bisa berjalan atau susah bernafas, lalu mau berobat. Terlambat sudah dan biaya pengobatan akan makin besar.

    Kalau setelah diperiksa ternyata bukan penyakit yang parah, maka kita bersyukur. Seperti kendaraan kita ( sepeda motor, mobil ) yang setiap 6 bulan sekali dilakukan tune up ( perawatan ) agar kondisi kendaraan tetap baik dan siap pakai selama 24 jam.

    Bagaimana kalau Dokter ada panggilan malam hari dan mobilnya tidak dapat distater? Cape deh..he...he...

    BalasHapus