Jumat, April 26, 2013

Pasien tidak mengenali Dokter


Sebagai pensiunan Dep. Kesehatan R.I. saya dapat praktik pagi dan sore hari di 2 tempat praktik yang berbeda.

Kemarin pagi saat saya buka praktik, datang seorang Ibu mengantar seorang cucu laki-laki.

Saya mempersilahkan Ny. U, 65 tahun, masuk ke Ruang periksa.

“Ibu silahkan masuk” kata saya.

Ny. U bertanya “Ada Dokternya?”

Saya menjawab “Ada, Bu, mari silahkan masuk.”

Ny. U tetap tidak mau masuk ke dalam Ruang Periksa dan berkata lagi “Apakah Dokternya sudah datang?”

Saya bingung. Saya sebagai dokter, kok tidak dianggap dokter oleh Ny. U tadi.

Saya berkata lagi menegaskan “Saya dokternya, mari silahkan masuk, Bu.”

Ny. U bersama cucunya masuk kedalam Ruang Periksa.

Ny. U berkata lagi “O…ini toh dokternya. Saya kira yang praktik Ibu Dokter. Maaf ya Dok.”

Memang di tempat praktik ini, kalau sore dipakai pratik oleh isteri saya yang juga seorang dokter umum yang juga sudah pensiun dari PNS. Kalau pagi hari, Ruang Periksa ini saya pakai untuk praktik saya. Ny. U pernah berobat di sore hari dan diperiksa oleh Ibu dokter. Jadi saat Ny. U datang kembali, disangkanya yang praktik adalah Ibu dokter dan bukan Pak dokter. Jadi rupanya Ny. U ini tidak mengenali saya.

Ny. U berulang-ulang minta maaf kepada saya “Maafkan saya, Dok, saya kira yang praktik Ibu dokter.”

Sesaat Ny. U terdiam dan berkata lagi ‘Oh...dokter pernah memeriksa suami saya almarhum di rumah saya di jalan Anu.”

Saya berkata “ O..Ibu adalah isteri Pak U yang sakit tempo hari ya.” Pak U sakit sudah berbulan-bulan dan 2 hari setelah saya memeriksanya, ia meninggal dunia akibat suatu penyakit menahun.

“Iya benar, Dok. Maafkan saya ya, Dok. Saya tidak mengenal dokter, karena dokter tidak memakai baju dokter yang putih itu,” kata Ny. U sambil menjabat tangan saya.

Saya tidak enak hati, sebab Ny. U berulang-ulang minta maaf kepada saya, karena ia tidak mengenal dokter yang praktik pagi itu. Saat itu saya memakai baju lengan pendek, warna putih bergaris-garis biru, bukan Jas dokter yang berwarna putih.

Saya berkata lagi “Siapa yang sakit, Bu.”

Ny. U menjawab “Ini Dok, cucu saya di lengannya timbul bintil-bintil merah dan terasa nyeri.”

Saya memeriksanya dan berkata “Wah..cucu Ibu sakit Herpes. Nanti saya beri resep obatnya ya.”

Setelah mereka meninggalkan Ruang Periksa, saya membatin “Kenapa saya tidak dianggap dokter oleh pasien yang datang berobat?”

Ada 2 kemungkinan, yang pertama masalah tempat praktik yang biasa dipakai oleh isteri saya pada sore hari dan saat pasien datang pagi hari, pasien mengira yang praktik adalah Ibu dokter. Yang kedua seorang dokter biasanya memakai Jas dokter yang berwarna putih dan ketika pasien melihat seorang laki-laki yang tidak memakai Jas dokter, disangka bukan Dokter.

Ada banyak pasien yang sudah mengenal saya, rasanya mereka tidak peduli apakah saya memakai Jas dokter atau tidak, saat buka praktik. Saat Ny. U datang dan melihat saya tidak memakai Jas dokter, ia tidak menjangka bahwa saya adalah dokter yang buka praktik saat itu. Setelah masuk Ruang Periksa rupanya ingatan Ny. U pulih dan mengakui bahwa saya sebagai dokter pernah datang memeriksa sang suami di rumahnya.

4 komentar:

  1. Yah, jas putih = dokter itu stigma orang Indo (bahkan mungkin orang Barat juga) terhadap dokter. Kalau search kata kunci "dokter" di google, pasti nemunya orang dengan jas putih.

    Eh, saya dengar jas putih itu punya arti tertentu, ya? Untuk tahu kalau ada partikel asing yang nempel bisa langsung tahu.

    BalasHapus
  2. To Kencana,

    Terima kasih sudah berrkunjung.
    Iya seorang Dokter ( apalagi yg bekerja di Hospital selalu memakai Jas Dokter yg berwarna putih lengan panjang ). Saya kalau pratik seringnya memakai baju lengan pendek ( agar tidak kepanasan ) dan warnanya bebas. Kalau pasien yg sudah kenal kami, biasanya tidak heran, tetapi kalau pasien baru sering bertanya mana dokternya? Padahal pasien sedang berhadapan dengan dokternya. he...he...

    Salam

    BalasHapus
  3. Dok, saya dengar penyakit Herpes itu ada yang ringan ada yang parah. Kalau penyakit Herpes parah (seperti kelamin) apa bisa tertular lewat bersentuhan? Akhir2 ini saya sering nyenggol atau nggak sengaja nyentuh tangan orang.

    BalasHapus
  4. To Kncana,

    Herpes yang mengenai alat kelamin (Herpes genitalis) ditularkan kalau berhubungan kelamin dengan penderita. Kalau bersentuhan saja tidak bisa menularkan. Jadi jangan khawatir.

    Salam.

    BalasHapus