Rabu, Juni 12, 2013
Pusing melihat jahitan kulit
Kemarin sore datang berobat A, 4 tahun. Ia diantar oleh ayahnya Pak T.
Seminggu yang lalu, A terjatuh ketika sedang bermain dan ada luka robek di dahinya. A segera dibawa ke sebuah Rumah Sakit terdekat dan luka tadi dijahit. A mendapat resep obat berupa 2 macam sirop.
Pak T menelepon saya setelah 5 hari putranya dijahit, yang bermaksud untuk angkat jahitan kulit putranya. Saya menjawab “Boleh datang saja besok sore saat saya buka praktik.”
Kemarin sore A diantar ayahnya Pak T datang menemui saya.
A berbaring diatas bed pemeriksaan. Meskipun lampu ruang Periksa cukup terang, tetapi untuk melihat benang jahitan yang halus, saya merasa penerangan ke arah lukan jahitan belum cukup terang. Oleh karena itu saya meminta bantuan Pak T untuk memegangi sebuah lampu senter untuk menerangi jahitan kulit di dahi putranya.
Dengan menggunakan sebuah pinset dan sebuah gunting yang kecil, saya mengangkat 5 buah jahitan. 5 menit kemudian saat akan mengangkat jahitan yang kelima, Pak T berkata “Aduh kepala saya, pusing dok,” sambil menundukkan kepalanya.
Saya persilahkan Pak T duduk di kursi saja dan saya melanjutkan mengangkat jahitan yang terakhir. Cukup lama juga mengangkat jahiatan itu karena benang hitam ( zyde ) yang lembut tertimbun oleh kulit. Mungkin luka robeknya tidak teratur sehingga, benang jahitan terhalang oleh jaringan kulit. Akhirnya beberapa menit kemudian selesai sudah, semua benang jahitan kulit tadi terangkat semuanya. Bekas jahitan tersebut saya olesi dengan larutan Betadine dan ditutup dengan sebuah kain kasa steril yang diplester diatas kulit dahi pasien A.
Saya bertanya kepada Pak T “Pak, masih pusing?”
Pak T menjawab “Sudah tidak pusing lagi, dok.”
Saya berkata lagi “Sudah selesai, Pak. Benang jahitan kulitnya sudah dicabut semuanya.”
Setelah Pak T dan putranya meninggalkan Ruang Periksa, saya membatin “Baru melihat jahitan kulit saja sudah pusing, apalagi kalau melihat luka robek yang berdarah dan perlu dilakukan penjahitan. Mungkin Pak T ini bisa pingsan. Wah …Pak T ini tidak bisa jadi dokter, nih.”
Selamat malam.-
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mungkin karena itu terjadi ama anaknya sendiri. Baiasanya ortu (terutama ayah. Ibu sih biasa lihat darah) gak tega lihat anaknya terluka.
BalasHapusTo Kencana,
BalasHapusMungkin juga ia tidak tega melihat dokter mengangkat jahitan putranya.
Kalau kepepet seorang ayah juga berani mnelakukan tindakan utk menyelamatkan anak2nya.
Saat putra kami berusia 5 tahun ( saat ini 33 tahun ) ketika bermain di sekolah TK ( yg sedang dlm renovasi gedung ), terluka betisnya saat berlari-lari dan kakinya menyentuh kursi yg rusak. Terjadilah luka robek 2 cm panjangnya. Ibu Guru ( Kepala Serkolah TK ) mengantar pulang putra kami, melaporkan kejadiannya dan minta maaf atas kejadian tsb.
Saya berpikir ini luka mesti dijahit. Lalu saya minta bantuan Neneknya utk mendampingi saya dan menghibur putra kami yg akan dijahit lukanya. Sesuai dgn prosedure bedah minor, saya lakukan anestesi lokal pada kulit dan penjahitan luka robek di betis putra kami. Tidak lama kemdian selesailah sudah penjahitan tsb. Luka ditutup kain kasa steril dan putra kami diberi obat / sitop antibiotika dan sirop pain killer. Sebenarnya saya juga tidak tega utk menjahit luka tsb, tapi apa boleh buat demi keselamtan putra kami saya lakukan juga.
Lega juga hati saya saat tugas saya selesai.
5 hari kemudian luka itu kering dan benang jahitannya saya cabut kembali. Luka tsb menjadi baik tanpa ada komplikasi / infeksi.
Salam