Hari Minggu pagi ini sepulang kami dari kebaktian di Gereja, selesai sarapan dan baca koran saya duduk menghadapi layar monitor kompi saya yang merupakan saat-saat nyaman untuk mengetik artikel yang akan di publish ke Blog saya. Umumnya kisah pasien yang saya alami dalam kehidupan praktek dokter sehari-hari.
Dokter yang buka praktek di kota saat ini sudah jarang dibayar dengan barang kebutuhan sehari-hari seperti pisang, beras, ikan, ayam dll. Mungkin masih ada, termasuk kami, saya dan isteri yang dokter masih buka praktek di kota Cirebon, Jabar meskipun kami sudah pensiun dari PNS.
Sejak 1 minggu yang lalu ada pasien isteri saya, seorang wanita, 40 tahun yang menderita KM ( Kencing manis, diabetes mellitus tipe II ). Ibu H ini selain menderita KM juga mendapat penyulit / komplikasi penyakit lain, sehingga perlu mendapat suntikan obat Insulin agar kadar gula darah tidak terlalu tinggi atau dalam batas normal.
Ibu H ini mendapat suntikan Insulin sehari 2 kali, pukul 17.00 ( di tempat praktek isteri saya ) dan pagi hari ( di rumah kami ). Oleh karena saya bangun lebih pagi dari isteri saya maka saya mendapat tugas untuk memberikan suntikan tsb pada pagi hari sekitar pukul 05.00 – 05.30 agar pasien dapat makan pagi pada waktunya. Ibu H juga tidak berkeberatan kalau Insulin tsb di suntikkan di bawah kulitnya oleh saya. Ibu H bersyukur kalau ia disuntik oleh dua orang dokter, sepertinya ia mempunyai 2 orang Dokter Keluarga.
Tiap 2 hari sekali setelah disuntik Insulin Ibu H menyerahkan sebuah bingkisan berupa 2 ayam mentah segar baru dipotong yang siap di masak. Kami bilang tidak usah repot-repot bawa ayam.
Ibu H menjawab “Engga repot kok. Keponakan saya yang bawain untuk Dokter.” Maklumlah Ibu H ini pekerjaannya jualan ayam potong sejak pagi hari di suatu pasar tradisionil di kota kami. Keponakannya itu yang selalu mengantar Ibu H datang ke rumah kami / tempat praktek isteri saya. Mungkin Ibu H belum mendapat uang hasil penjualan ayam-ayamnya sehingga ongkos suntik dibayar dengan ayam potong.
Ya sudah… mau apa lagi, tidak minta tetapi mendapat ayam potong. Rejeki jangan ditolak bukan? Jadi kami saat ini jarang beli ayam potong. Kulkas kami penuh dengan daging ayam. Kami membagi ayam potong kepada Ibu saya sebagai tambahan lauk. teman nasi.
Pagi ini bertambah satu pengalaman hidup lagi.
Perbuatan Baik akan selalu diingat orang. Setidaknya mereka masih berkeinginan memberikan apa yang mereka miliki sebagai ganti jasa yang Pak Dokter berikan. :)
BalasHapusTo Pande Baik: seperti biasa rejeki yang dibertikan dengan ikhlas selalu kami teruma dengan baik untuk kepentingan bersama. Tuhan memberkati kita semua. Amin.
BalasHapus