Senin, Januari 08, 2007

Dokter atau Dukun

Di dalam pemberian pengobatan terhadap pasien peranan Dokter sangat dominan. Pemberian suntikan kepada pasien di praktek swasta atau parktek pribadi sering merupakan masalah tersendiri. Pemberian suntikan oleh Dokter kepada Pasiennya memberikan efek yang cepat misalnya efek yang Positip: demam menurun lebih cepat atau efek yang Negatip: terjadi reaksi alergi / shok anafilaktik dengan cepat ( dalam bilangan detik / menit saaja ). Yang sering terjadi adalah reaksi Anafilaktik shok.
Saya selama 24 tahun menjadi Dokter sudah 4 kali menjumpai kasus S.A. ini di dalam praktek pribadi, yang beruntung sekali, semuanya dapat diatasi dengan pemberian suntikan Adrenalin sebagai Antidotum / penawar. Pemberian suntikan ini seperti buah simalakama. Kadang kala serba salah. Akhirnya hati nuranilah yang menentukan. Ada 2 kasus tentang Suntikan ini yang saling bertolak belakang.

Kasus pertama:
Pertengahan tahun 2000 datang berobat seorang pasien anak laki-laki umur 6 tahun yang diantar oleh Ibunya. Pasien menderita ISPA sejak 4 hari yang lalu. Sudah minum obat bebas yang dibeli di toko obat, tetapi belum sembuh benar. Setelah mengambil anamnesa ( riwayat penyakit ) dan memeriksa fisik pasien, saya bermaksud menulis resep obat.
Ibu pasien bertanya “ Dokter, apakah anak saya dapat diberi suntikan?”
Karena saya menganggap tidak perlu menyuntik pasien, saya menjawab “Tidak usah, Bu. Cukup saya beri resep obat saja. Anak Ibu pasti sembuh.”
Sang Ibu dapat menerima alasan saya, tetapi sang anak berkata kepada Ibunya “ Kalau Pak Dokter tidak menyuntik saya, berarti sama seperti kita berobat kepada Dukun ya Bu.”
Saya terkejut mendengar ucapan pasien saya itu.
Saya memberikan sugesti dan berkata kepada pasien saya dan kepada Ibunya “Amir ( bukan nama sebenarnya ), bila kamu minum obat dengan resep ini pasti kamu akan sembuh tanpa disuntik. Percayalah.”
Akhirnya mereka keluar dari Ruang Periksa dengan keyakinan bahwa Amir akan segera sembuh.

Kasus kedua:
Seminggu kemudian datang berobat seorang Bapak, 39 tahun diantar oleh isterinya. Pak Karim ( bukan nama sebenarnya ) sejak 2 hari yang lalu ia mengeluh badan pegel linu, sedikit batuk dan agak demam. Pak Karim yang Satpam ini sudah 2 hari tidak masuk kerja di sebuah perusahaan swasta. Fisiknya bagus seperti seorang Atlit, badannya besar dan bertato di dadanya. Setelah memeriksanya, saya mendiagnosa sebagai ISPA. Dengan maksud agar keluhannya segera mereda, saya ingin memberikan suntikan analgetik-antipiretik ( anti nyeri – anti demam ) kepada Pak Karim.
Saya meminta pesetujuan pasien dan isterinya bahwa saya akan menyuntik Pak Karim. Isterinya menyetujui rencana saya agar suaminya segera sembuh dan besok dapat bekerja kembali.
Ketika saya menyiapkan obat di dalam spuit injeksi, saya melihat pak Karim turun dari bed pemeriksaan dan setengah berlari ia menuju ke pintu keluar.
Saya bertanya kepadanya “Pak Karim mau keman? Suntik dulu.”
Pak Karim dengan ketakutan menjawab “Dokter, saya jangan disuntik.”
Saya bertanya lagi “Mengapa Pak Karim tidak mau disuntik, katanya mau cepat sembuh”.
Dengan wajah pucat, Pak Karim berkata “Dokter, tolong saya jangan disuntik. Saya takut.”
Di dalam hati saya tertawa geli. Badan saja besar, tetapi nyalinya tidak sebesar badannya. Ia takut dengan jarum suntik kecil ukuran 23G.
Akhirnya saya memberi sugesti kepadanya dengan berkata “Baiklah pak Karim, bila tidak mau disuntik. Bapak akan segera sembuh bila obat dari resep ini diminum secara teratur dan banyak minum.”

Kalau pada kasus kesatu seorang anak kecil minta disuntik, tetapi pada kasus kedua seorang bapak yang berbadan besar takut disuntik.

Pada saat itu pengalaman saya bertambah satu lagi.

2 komentar:

  1. Ah, banyak orang takut sama jarum suntik. Bentuknya yg tajam kali, ya.

    Mungkin makin dewasa, jadi makin penakut. Kalau anak kecil kan cenderung berani. Saya ingat, dulunya berani naik jet coaster. Sekarang? Agak takut2 gitu.

    BalasHapus
  2. To Kencana,

    Ada banyak pasien yang takut akan jarum suntik, meskipun jarum itu kecil. Sayapun takut akan jarum suntik. Saat mau periksa darah rutin tiap 6 bulan sekali pembuluh darah Vena di lengan kiri dan kanan di tusuk oleh jarum yang agak besar. Saya tidak mau melihat saat jarum itu masuk ke pembuluh darah saya. Saya melihat ke arah yang lain saja. Terasa sedikit saklit saat jarum masuk ke kulit saya. Apa boleh buat.

    Saat masih kecil mungkin sekali tidak takut sebab belum mengerti akan bahaya terjatuh dll. saat sudah dewasa baru menyadarai bahwa Jet coaster itu juga ada bahayanya. Jadi takutnya saat sudah dewasa, gitu.

    Salam.

    BalasHapus