Sabtu, September 13, 2008

Dokter diomelin pasien


13 September 2008.

Kemarin sore datang berobat seorang laki-laki usia 67 tahun. Pak Beni ( bukan nama sebenarnya ) semingu yang lalu mempunyai keluhan nyeri pada pinggang sebelah kanan dan pada permukaan kulit timbul bintil2 berisi cairan yang bergerombol ( herpes ) yang terasa nyeri sejak 3 hari yg lalu. Setelah dilakukan pemeriksaan, saya menegakkan Diagnosa penyakit Pak B sebagai Herpes zoster thoracalis posterior dextra. Herpes zoster pada pinggang sebelah belakang kanan. Tampak bahwa Pak B ini tergolong Goleklem ( golongan ekonomi lemah ).

Sambil menyerahkan resep untuk membeli obat ( berupa tablet, kapsul dan krim kulit ) golongan generik saya berkata bahwa setelah sembuh dari herpes ini, anda kemungkinan masih akan merasa nyeri yang bisa sampai 3 bulan yaitu sebagai: post herpetic neuralgia ( rasa nyeri setelah terserang herpes zoster ). Pak B bertanya apakah penyakitnya bisa sembuh? Saya jawab bisa kalau obatnya diminum sesuai aturan pakai. Minggu depan boleh datang untuk kontrol ulang penyakitnya.

Sekitar 10 hari kemudian Pak B ini datang kembali. Di dalam Ruang periksa Pak B ini ngomel –ngomel.
Dengan wajah yang masam Pak B berkata “Bagaimana ini dokter, kok obatnya tidak ada apa-apanya. Saya merasa masih sakit.”

Saya balik bertanya “ Pak B, apa yang dimaksud tidak ada apa-apanya?”

Pak B ngomel lagi “Saya sudah beli obat setengah resep, tapi saya merasa masih sakit. Bintil-bintilnya sih sudah baikan, tapi ini nih sakitnya tidak berkurang. Obat dokter tidak ada apa-apanya.”

Setelah melihat kulit pinggang Pak B itu hampir mulus dan tidak tampak bintil-bintik ( herpes ). Ada banyak perbaikan penyakitnya, meskipun secara subjektip pasien masih merasa nyeri post herpetic sesuai dengan apa yanag saya katakan minggu sebelumnya kepada sang pasien. Hanya pasien yang tidak memperhatikan perkataan saya itu.

Saya berkata kepada Pak B “ Pak, kalau beli obat setengah resep, maka penyakitnya juga setengah sembuh.” Padahal harga obat generik yang saya resepkan itu tidak akan melebihi dari Rp. 20.000,- Mungkin sekali karena uangnya tidak cukup Pak B membeli setengah dari juulah yang saya resepkan.

Dalam menghadapi pasien yang banyak ngomel, biasanya ada maunya yaitu minta digratiskan biaya berobat. Saya sudah paham betul trik seperti ini selama 28 tahun buka praktek umum.

Sambil menyerahkan resep obat generik lagi kepada Pak B, saya berkata “ Ini Pak, resp tambahan obatnya agar rasa nyerinya berkurang. Bapak tidak usah bayar lagi.”

Mendengar perkataan saya ini, wajah Pak B tampak cerah. Beda dengan wajah yang masam ketika ia masuk ruang periksa. Ada kesan beban dipundaknya hilang.

Sambil tersenyum saya persilahkan Pak B keluar dari ruang periksa.
Dengan wajah yang ramah Pak B mohon pamit kepada saya. Hari itu pengalaman saya bertambah satu lagi. Kalau sudah ngomel-ngomel begitu pasti ada maunya. Ya masih manusiawi juga. Saya tersenyum.

2 komentar:

  1. He...he..he... baru tahu saya, Dok kalau pasien marah2 itu minta di gratisin ya? Wah kalu dibaca sama pasien2 yang lain, nantinya semua pasti pakai trik marah2 nih ke dokternya biar gratis, he..he..he..

    BalasHapus
  2. To Happy Cook70: Kalau mood Dokter sedang jelek, malah balik marah2 kepada pasiennya. Nah bagaimana kalau Dokternya minta fee double? he..he..Bisa engga laku deh o.k. pasien-pasienya banyak yg kabur cari dokter lain.

    BalasHapus