Senin, September 15, 2008

Pemberian tidak ikhlas


Sehari menjelang hari H, syukuran Pernikahan putra kami pada bulan Juni 2008, datang seorang relasi kami, Pak A ke rumah kami. Pak A ini mengirimkan sebuah bingkisan berupa 1 Ember warna hitam yang berisi tiga perempat penuh Tape Ketan.

Tape ketan yang manis ini enak dimakan pada siang hari setelah makan siang. Dalam waktu beberapa hari habislah Tape itu. Ember plastik hitam kapasitas 5 liter itu saya simpan di bawah meja dapur.

Sebulan kemudian Pak A datang ke rumah kami dan bermaksud ingin mengambil kembali Ember, tempat bingkisan Tape ketan. Saya tidak menyangka kalau Pak A ini akan mengambil kembali Ember yang sudah diberikan kepada kami.

Saya bertanya “ Pak, untuk apa ember itu? kan sudah diberikan kepada kami”.

Pak A menjawab “ Maaf, Dok. Ember itu saya pinjam dari tetangga.”

Glek. Saya membatin “Saya kira parsel itu diberikan kepada kami lengkap dengan embernya, ternyata hanya isinya saja yang diberikan.” Di daerah kami kalau membeli Tape ketan lengkap dengan wadah yang berupa sebuah Ember warna hitam. Jadi kalau ingin memberikannya kepada orang lain sebagai oleh-oleh, praktis dengan wadahnya itu. Kalau wadahnya diminta kembali? Wah…saya dianggap sebagai orang yang Cumi, Cuma minjam aja. Ya udah lah mau apa lagi.

Saya berkata kepada Pak A “Ini Pak embernya. Makasih ya Tapenya.”

Pak A pamit kepada saya dan balik kanan pulang.

Hari itu pengalaman hidup saya bertambah satu lagi. Saya dianggap orang yang Cumi. Saya tidak menceritakan kejadian ini kepada isteri saya, khawatir kalau saya dianggap benar-benar orang yang cumi, padahal kalau mau saya masih mampu membeli 10 buah Ember hitam itu di pasar tradisionil.-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar