Rabu, April 21, 2010

Naik Sepeda ( lagi )






Tadi pagi saya berangkat ke tempat praktik ke 2 naik sepeda. Sore hari saya praktik di rumah. Jarak antara rumah dan tempat praktik ke 2 sekitar 300 meter. Tidak terlalu jauh. Kadang-kadang saya jalan kaki saja. Saya anggap sebagai olah raga pagi dari pada tidak sama sekali.

Di tempat praktik ke 2 saya dapat melayani pasien dan menemani ibu kami yang sudah lanjut usia, 82 tahun. Adik perempuan saya M, 50 tahun bekerja di sebuah Apotik sehingga keberadaan saya membuat ibu kami tidak kesepian.

Tiap hari Jumat pagi, ibu kami sering kali memberitahukan saya, bahwa mobil jemputan untuk pergi ke Panti Wreda milik Gereja kami sudah tiba / menunggu di depan rumah ibu. Saya saking asyiknya melayani pasien yang berobat sampai lupa bahwa tugas pelayanan sudah menunggu di Gedung Panti.

---

Pagi ini datang berobat Tn TKC, 70 tahun.
Pasien saya ini sudah menjadi pasien tetap sejak bertahun-tahun.
Ia berkata “Pagi, dok. Tadi saya ke rumah dokter, kata isteri dokter, dokter Basuki kalau pagi praktik disini. Jadi saya minta abang Becak untuk antar saya kesini.”

Saya menjawab “Benar Oom, tiap pagi sejak bertahun-tahun praktik disini, di rumah ibu kami.”

Tn. TKC berkata lagi “Saya tidak melihat ada Minibus Panther Hijau di parkir. Saya pikir dokter belum datang. Saya ragu-ragu untuk tekan Bel di pintu Ruang Tunggu.”

Saya menjawab “He…he…saya kesini naik sepeda. Itu sepeda saya.” sambil menunjuk sebuah sepeda ontel tua.

Tn. TKC berkata “Lho……kok naik sepeda, dok!”

Saya menggoda dia “Lho….apa saya tidak boleh naik sepeda, Oom. Hitung-hitung olah raga saja selain jalan pagi.”

Tn. TKC berkata lagi “Ah…..kayaknya dokter tidak pantes naik sepeda.”

Wah runyam nih. Image masayarakat terlalu rendah bila mengetahui dokter naik sepeda. Padahal itu sepeda sendiri.

Saya menjawab sekenanya “Oom, pantesnya dokter naik apa? Saya sudah bosan naik Minibus Kijang, L300, Sedan Mercedes, Fiat, Suzuki, Honda, Holden, Toyota, Desoto dll merek yang pernah kami miliki dan sudah terjual demi study putra dan putri kami. Akhirnya saya kalau kesini lebih nyaman naik sepeda. Ya sepeda ontel itu lho.”

Tn TKC terdiam lalu mengangguk-anggukan kepalanya. Sayapun tidak mengerti maknanya. Apakah pasien saya ini dapat memahami jawaban saya atau hanya basa-basi saja.

Akhirnya saya menjelaskan “Oom, banyak Dosen di negeri Belanda kalau pergi mengajar, mereka juga naik sepeda, meskipun mereka memakai Dasi dan Baju Jas keren. Mereka melakukan hal itu bukan karena tidak punya mobil, tapi dengan naik sepeda mereja juga berolah raga dan menghindari kemacetan lalu lintas. Juga disana udaranya dingin sehingga badan tidak berkeringat seperti di negara tropis.”

Tn. TKC mengangguk-anggukkan kepalanya lagi. Yang ini tanda setuju. Win-win solution.
Bagaimana pendapat anda?

---

Naik sepedalah setiap hari, lalu perhatikan apa yang terjadi. Saya mengambil contoh ucapan Pak Mario Teguh, motivator ulung, nara sumber di acara “Golden Way”, tiap hari Minggu pukul 19.05 – 20.00 di Metro TV.

---

Engkau mempunyai 2 tangan, gunakanlah satu tangan untuk menolong diri sendiri dan yang satu lagi untuk menolong orang-orang lain. Tolonglah orang-orang lain, maka engkau akan diberkatiNya. Amin.


-bp-


4 komentar:

  1. Sepeda memang solusi paling tepat untuk jaman sekarang dok. Selain olahraga, mengurangi pencemaran (emisi CO2 dari kendaraan), serta menghemat pengeluaran (bensin). Asal jaraknya tidak 10 km saja, hehehe...

    salam...

    BalasHapus
  2. Iya Dok. Setuju. kalau terlalu jauh bukan jadi sehat malah jadi sakit. Tetap semangat!

    BalasHapus
  3. こんにちは!お元気ですか?
    あなたは私たちのウェブサイトでBMXの写真の多くを得ることができます。してください自転車に乗って、我々ができる安全な地球覚えている。

    BalasHapus
  4. To BMX,

    Sorry, I don't understand what did you write. Please write in English or Indonesian.

    Thank you for your visiting my Blog.

    BalasHapus