Kamis, April 29, 2010

Pasien Lansia ( lagi )






Dalam menghadapi pasien yang Lanjut Usia ( Lansia ) dokter dituntut harus lebih sabar dan lebih dapat mengerti keluhan pasien. Dokter yang tidak mau mengerti sikap pasien-pasien ini akan dijauhi oleh mereka.

Mereka menganggap dokter akan mau mengerti setiap keluhan dan permintaan mereka dalam menghadapi penderitaan mereka di usia mereka. Para dokter terutama praktik umum akan menghadapi pasien-pasien dari segala usia. Terhadap Lansia ini harus lebih banyak waktu dan lebih banyak sabar. Ada seorang teman yang menjuluki mereka sebagai Neli ( nenek lincah ). Maaf ya para nenek.

---

Ibu S, 75 tahun bila datang berobat selalu diantar oleh seorang cucunya Nn. M, 30 tahun. Jaannya tertatih-tatih dibantu cucunya. Keduanya menjadi pasien saya sejak 1 tahun yang lalu. Minggu yang lalu datang kembali untuk berobat.

Keluhan Nenek S ini cukup banyak, mulai dari kalau jalan kakai kanannya terasa sedikit sakit ( akibat operasi patah tuang sepuluh tahunyg lalu ), seluruh tubuh terasa pegel-pegel ( cocok sebagai akibat keropos tulang / Osteoporosisi di usia lanjut ), malam hari sering susah tidur atau sering terbangun, penglihatannya tidak jelas ( karena lensa mata sudah keruh / katarak ), keluarganya kalau bicara dengan dia harus agak keras ( pendengarannya mulai menurun ), b.a.b setiap 3 hari sekali ( akibat gerakan peristaltik usus menurun akibat kurang bergerak dan kurang makan sayur dan buah-buahan ).

Nenek S berkata “Dokter, saya datang kesini mau berobat.”

Saya menjawab “Iya boleh. Sekarang apa keluhan Nenek?”

Ia berkata lagi “Wah, resep dokter yang terakhir saya berobat itu enak. Saya bisa tidur dan makan enak, tapi kok dapatnya hanya untk 5 hari saja. Setelah obat itu habis penyakit saya kumat lagi. Gimana dokter?”

Saya menjawab “Kalau penyakitnya kumat lagi, ya datang berobat lagi, Nek”

Ia menjawab “Wah, doter ini pinter ya. Pasiennya harus datang kembali kalau obatnya habis.”

Saya menjawab lagi sambil guyon ( agar ia merasa diperhatikan ) “Iya nek, kalau pasien tidak datang, dapur saya tidak ngebul.”

Nenek S tertawa terkekeh-kekeh “Iya yah, dokter dapat uang dari pasiennya. Kalau tidak ada pasien, dokter tidak makan ya. He..he…”

Diledek begitu, saya tersenyum saja sebab sudah mengerti perangai pasien yang satu ini. Cuek aja deh.

“Jadi sekarang nenek, mau minta apa? Mau suntik vitamin?” saya bertanya kepadanya.

Nenek S menjawab “Ah…engga mau disuntik lah, saya takut jarum suntik. Saya mau periksa tekanan darah dan mau minta resep obat seperti yang terakhr saya berobat. Itu obat cocok. Bisa enggak, Dok?”

Saya menjawab “Ya bisa lah. Masa dokter tidak bisa tulis resep obat yang cocok buat nenek.”

Jawaban saya rupanya membuat Nenek S ini senang. Ia tersenyum dan tampak giginya sudah banyak yang tanggal. Nyaris tinggal dua. Nenek sudah tua, giginya tinggal dua. Seperti syair sebuah lagu anak-anak.

Setelah diperiksa fisiknya, Nenek S menerima resep obat dan bertanya lagi “Dokter…ini obat untuk berapa hari ya?”

“Untuk 2 minggu, Nek.” saya menjawab.

Nenek S berkata “Nah gitu, agak banyakan ya, agar saya tidak sering-sering datang kesini.”

Saya menjawab “Iya…iya…nek. Kalau tidak ada keluhan nenek tidak usah kemari. Obat yang cocok dibeli lagi aja di Apotik.”

Nenek S berkata agak keras “Huh…resep dari dokter itu tidak bisa diulang lagi kalau tidak ada resep baru dari dokter.”

Saya berkata sekenanya “Kalau tidak boleh diulang ya, Nenek kemari lagi.”

Ia menjawab “Nah betul kan. Dokter ini pinter. Pasiennya disuruh datang lagi.”

Saya akhirnya cape deh menghadapi pasien ini dan menjawab “Begini Nek, kalau cucu Nenek tidak kasih uang kepada Nenek, engga usah bayar lagi deh.”

“Saya punya uang kok. Saya engga mau kalau digratiskan, tapi kalau sekali-kali dapat gratis, mau deh!”

Saya hanya he…he….. ”Hati-hati di jalan Nek.”

Nenek S dan cucunya Nn.M pulang naik becak yang menunggu sejak tadi.
Kalau anda menjadi saya, apa tanggapan anda?

2 komentar:

  1. Namanya juga sudah lansia, mental agenya juga kembali seperti kanak - kanak, jadi tidak perlu diambil hati, nyantai saja. Walaupun memang diperlukan energi yang lebih untuk menjelaskan kepada nenek tersebut yang penting kita bisa melayaninya dengan penuh kasih sayang.

    BalasHapus
  2. To J. Siahaan,

    Makasih sudah berkunjung dan beri komentar.
    Salam sukses.

    BalasHapus