Dari pada dikatakan seorang Pembantu, lebih keren kalau dikatakan seorang Asisten.
Padahal tugasnya sama yaitu membantu sang atasan / bos.
Kisah di bawah ini menarik untuk disimak.
Kami tidak mempunyai sorang pembantu rumah tangga. Putra dan putri kami bekerja dan stay in Aussie sejak beberapa tahun lalu. Segala sesuatu mesti dikerjakan sendiri alias self servive, seperti hidup di Aussie. Cape memang, tetapi badan terasa lebih sehat karena banyak bergerak setiap hari.
---
Kasus 1:
Kemarin pagi sekitar pkul 07.30, saya menerima dering telepon dan terjadilah dialog:
“Met pagi, apakah benar ini rumahnya dokter H ( isteri saya )?” tanya seorang wanita.
“Benar. Ini siapa dan ada keperluan apa ya?” saya bertanya.
“O..Mas, saya ingin daftar untuk periksa pagi ini. Apakah bisa?” rupanya lawan bicaranya dianggap sebagai pembantu rumah kami. Saya cuekin aja.
“Bisa, Bu. Nanti saya laporkan kepada isteri saya.” saya menjawab.
Sadar bahwa yang diajak bicara adalah sang suami dokternya, nada suaranya berubah lebih lembut.
“Maaf, Dok, saya mau bawa anak kami untuk periksa ke dr. H.”
“Siapa nama anak Ibu? Dan alamat Ibu dimana?” saya bertanya lagi.
“Putra kami namanya Abidin ( bukan nama sebenarya ), 7 tahun, Jalan Asem no. sekian.”
“Baik, silahkan Ibu datang ke rumah Ibu dokter. Sekarang ya?” saya menjawab.
“Makasih, ya Dok.” Wanita itu menutup pembicaraan kami.
Saya lapor kepada Isteri saya bahwa adal pasien: Abidin, 7 th dari Jalan Asem mau berobat pagi ini. Setelah membereskan meja makan, isteri saya sudah siap menanti kedatangan pasien tsb.
Isteri saya menunggu sambil membaca harian Kompas hari ini yang baru datang diantar Loper Koran.
Pukul 10.15 ketika saya datang dari praktik pagi di rumah Ibu kandung saya ( tempat praktik iseri saya pada sore hari ), saya mendapat laporan bahwa pasien Abidin tidak / belum datang. Sampai sore pukul 16.00 saat isteri saya akan berangkat menuju tempat praktiknya, Abdin juga belum datang. Di tempat praktik isteri saya juga sore itu tidak ada pasien yang bernama Abidin, 7 tahun dari Jalan Asem.
Aneh juga wanita itu. Ia menelepon dan daftar, tetapi ia tidak datng. Lalu untuk apa buang pulsa dan membuang energi?
Kasus 2:
Seminggu yang lalu pagi hari sekitar pukul 07.00, saya menerima panggilan telepon.
Seorang wanita berkata”Pak, Ibu Dokter H pagi ini buka praktik?”
Saya menjawab “Bu, pagi ini isteri saya buka praktik di rumah mulai pukul 07.30. Kalau mau berobat datang saja.”
Wanita tadi berkata lagi “Baik, Pak. Di rumah ya di jalan Anu ( lokasi rumah kami ).”
“Betul, Bu.” saya berkata lagi.
Kami menunggu sampai sore hari, tetapi sang pasien belum datang.
Malam hari sekitar pukul 19.00, wanita itu datang membawa putrinya, 4 tahun untuk berobat kepada isteri saya.
“Dok, maaf tadi pagi saya yang telepon tetapi tidak datang sebab anak kami masih tidur. Tadi pagi saya bicara dengan Asisten Ibu di rumah.” ia menjelaskan.
Isteri saya berkata “Asisten itu adalah suami saya, Bu. Iya sudah tidak apa-apa. Apa keluhan putri Ibu?”
Wanita itu terkejut juga. O…rupanya yang diajak bicara adalah suami ibu dokter yang dokter juga. Disangka Asisiten / pembantunya.
Saya membatin “Benar dia adalah asistennya dan juga suaminya. He…he…”
Di rumah kami, saya dan isteri saya masing-masing menjadi asisten dan bos bagi suami atau isteri. Semua bisa diatur. Asisten o….asisten.-
Mungkin yang dicari itu Second Choice Dok, makanya gag dateng". kalo dokter yang pertama gag didapat barulah dokter yang kedua dicari. hehehe...
BalasHapusTo Pande Baik,
BalasHapusMenghadapi pasien-pasien yang begitu, ya kami sudah biasalah. Akhirnya cuek aja. Lalu membatin, mungkin belum rejekinya.
Salam.
mungkin orang yang mau periksa tadi kurang pengalaman masuk UGD kali ya dok atau mungkin katarak kaleeee....ceritanya unik bikin cemungut ku balik thanks you.
BalasHapusTo sikin, terima kasih sudah berkunjung. Met membaca. Salam
BalasHapus