Jumat, Juli 15, 2011

Kecewa



Di dalam kehidupan kita sering mengalami berbagai macam perasaan. Ada perasaan yang Positip ( senang, bahagia, bangga dll ) dan ada yang Negatip ( sedih, marah, kecewa, dll ).

Situasi yang Positip dan Negatip datang silih berganti setiap hari. Perasaan hati itu juga banyak dipengaruh oleh situasi disekitar kita ( saat tanggung bulan, saat datang menstruasi, hari Senin, mendapat perlayanan petugas suatu kantor / instansi, dll ).

---

Kali ini saya akan berkisah tentang perasaan: Kecewa.

Tanggal 8, 9 dan 10 Juli 2011 saya dan isteri mengikuti rombongan ke Pulau Tidung (  artikel Pulau Tidung Trip ) sehingga selama itu pula kami tidak buka praktik.

Ada masa kerja dan ada masa libur, ada masa sibuk dan ada masa santai. Untuk sekedar penyegaran, maka kami juga ingin pergi ke suatu tempat yang belum kami kunjungi dan berharap akan mendapatkan suatu pengalaman dalam hidup kami di masa pensiun kami. Kami pikir ini wajar saja. Setiap orang boleh dan dapat melakukannya bila ada kesempatan ( ada ajakan orang lain, waktu sedang libur dll ) dan kemampuan ( badan sehat, cukup dana dll ).

Kasus 1:

Pak Z dan putranya S pada tanggal 11 Juli 2011 datang berobat.
“Dok, tanggal 10 Juli kami datang kesini karena putra kami ingin berobat, tetapi dokter tidak buka praktik. Kami bingung dan akhirnya untuk sementara kami membeli obat di sebuah toko obat. Tolong dok, periksakan putra kami yang demam sejak 3 hari yang lalu.”

Saya menjawab “Pak Z, maaf kami waktu itu sedang pergi ke Jakarta. Baguslah kalau Bapk dapat minum obat  penurun demam dahulu, nanti saya periksa putra Bapak. Rumah Bapak dimana? Jauh ya?”

Pak Z menjawab “Rumah kami di desa Anu ( sekitar 4 km dari tempat kami )”.

“Cukup jauh, ya. Kalau kami tdak praktik, Bapak dapat berobat di dokter lain atau Puskesmas terdekat” kata saya.

“Sudah, tetapi belum sembuh. Kami cocoknya disini, dok” jawab Pak Z.

Saya tidak dapat menjawab pernyataan Pak Z. Saya dapat merasakan rasa kecewa pada diri mereka.


Kasus 2:

Ibu M ingin control berobat karena obat penyakit Paru-parunya sudah habis. Tanggal 8 JUli 2011 ia datang ke tempat praktik saya dan kami tidak buka praktik.

Ia bingung sebab obat sudah habis dan dokternya  tidak praktik. Ia kecewa, marah, bingung bercampur menjadi satu. Lengkaplah sudah kepanikan pasien yang satu ini.

“Dok, hari Jum’at saya kesini, karena obat saya habis, tetapi dokter tidak praktik. Aduh bagaimana ini, nanti penyakit saya tidak sembuh-sembuh. Di rumah suami saya sedang pergi ke luar kota. Putri kami juga sedang demam. Waktu itu saya bingung. Mau berobat ke dokter lain, khawatir obatnya akan diganti dan mungkin tidak cocok” Ibu M curhat kepada saya.

“Ibu, mohon maaf saya waktu itu juga sedang pergi ke Jakarta, jadi tidak praktik.”

Berkali-kali saya mohon maaf kepada pasien karena saya dan isteri tidak buka praktik.
Di hari Minggu bila kami sedang berada di rumah, ada juga pasien yang datang minta berobat. Bila kami ada dirumah , mereka akan dilayani juga. Kalau tidak oleh saya, kalau mau dapat juga dilayani oleh isteri saya.

---

Baru 3 hari tidak buka praktik sudah ada pasien-pasien yang merasa kecewa kepada kami. Tidak terbayangkan, bagaimana  ketika kami  selama 2 minggu pergi ke Negara Kangguru untuk menengok putra/i kami. Bagaimana kalau kami tidak buka praktik  lagi karena  faktor usia lanjut atau  pindah tempat kediaman kami ( kota atau negara lain ).

Sudah waktunya  kita mempunyai alternatif lain, jadi punya double setup. Bila yang satu tidak dapat melayani, maka dicarilah orang lain yang juga sama bagus pelayanannya. Paling tidak, mendekati kwalitas pelayanannya.

Bila pasien enak diajak bicara dan sudah lama kenal, beberapa kali saya berkata kepada pasien saya “Bapak / Ibu kalau bisa jangan sakitlah. Kalau sakit jangan hari Minggu / libur, sebab susah cari dokter dan apotik yang buka pada hari Minggu.”

Jawaban mereka  selalu sama “Susah Dok, sakit itu datang tidak diundang dan bisa datang kapan saja.”

Saya menimpali jawaban mereka “Termasuk kedatangan Maut, ya. Kita bisa dipanggil kapan saja dan tidak dapat menawar lagi.”

Kami tertawa kecut kalau mendengar kata Maut, kematian.
Semua ada masanya. Ada masa kedatangan dan ada masa kepergian. Sudah siapkah kita?

4 komentar:

  1. saya teringat dulu waktu saya masih anak2, kami juga punya langganan dokter umum... saban kali berobat dokter tsb sudah tahu identitas kami dan hapal riwayat kunjungan kami sebelumnya... kalau berobat paling tiga hari berikutnya sudah sembuh.

    kadang2 dokter tsb juga bertanya ,"sekarang sudah musim terima raport, nilai kamu gimana? dapet rangking nggak di kelas?".

    maka ketika kami harus pindah rumah ikut tugas bapak, rasanya sedih karena harus berpisah dgn dokter tsb. untuk selanjutnya kami jarang bertemu dgn dokter semacam blio itu.

    kecewa? ya. jarang2 khan ada dokter yg akrab dgn pasiennya, dan kalau berobat lekas sembuh.

    BalasHapus
  2. To Michael,

    Anda telah beruntung mempunyai Dokter langganan yang care akan keluarga anda.

    Semoga kepedulian beliau akan menurun dan membekas kepada anda kelak setelah anda menjadi dokter.

    Salam.

    BalasHapus
  3. Mungkin jauh-jauh hari sebelum liburan, Dokter pasang palang atau tanda di depan pagar kalau praktek ditutup.

    Dokter kan juga butuh rekreasi.

    BalasHapus
  4. To Kencana,

    Sudah, dipasang papan pengumuman tiudak buka praktiuk dari tgl sekian sampai tgl sekian. Kalau mereka menghubungi kami via telepon, tidak ada yg mengangkat.

    Ya sudah mau apalagi, kami kan ada waktunya tidak buka praktik karena ada alasan tertentu.

    Salam.

    BalasHapus