Hari Jum’at 9 Maret 2012 pagi saya memasuki Ruang Periksa di
Panti Wreda Kasih, dimana saya melakukan pelayanan kesehatan bagi para warga
Panti Wreda Kasih tiap hari Jum’at, Ibu Panti melaporkan bahwa ada seorang Oma
ingin masuk Panti.
Oma L, 84 tahun ini diantar oleh putrinya, Ny. K. Mereka
berdua naik mobil sedan yang dikendarai oleh Ny. K. Tempat tinggal mereka cukup
jauh yaitu di daerah TG, sekitar 20 Km dari kota Cirebon.
Dengan alasan tidak ada yang mendampingi Ibunya, maka Ny.
K mengantarkan Ibunya ke Panti. Oma L
sendiri menyatakan bahwa ia menghendaki tinggal di Panti saja agar tidak
merepotkan putri dan keluarganya.
Ny. K tinggal bersama suaminya dan mereka mempunyai seorang
putra sekitar 20 tahun. Keluarga mereka cukup berada. Toko yang menjual
bahan-bahan bangunan rumah yang cukup besar rasanya mempunyai ekonomi yang
memadai juga.
Saya cukup lama berbincang-bincang dengan Oma L dan Ny. K.
Dalam perbicaraan kami, saya bertanya, kalau tidak ingin
merepotkan keluarga putrinya, dapat saja
Oma ini menempati sebuah kamar dan diberikan seorang pendamping yang dapat
melayani 24 jam di rumah mereka atau tinggal di sebuah rumah kecil yang dekat
dengan rumah mereka sehingga memudahkan Oma L untuk dikunjungi kalau terjadi
sesuatu.
Rupanya Oma L sudah menyatakan ingin hidup di Panti saja.
Ah..kasihan juga ya.
“Mengapa seorang Ibu di hari tuanya kok tidak ingin hidup
dengan putri satu-satunya? Mengapa seorang Oma ingin hidup di Panti sedangkan
dia mempunyai keluarga yang berkecukupan?”
Pertanyaan itu juga saya sampaikan dalam Rapat Bulanan
Pengurus Panti tanggal 12 Maret 2012. Secara Medis, Oma L saat itu tidak
mempunyai penyakit yang serius dan rasanya dapat diterima untuk menjadi warga
Panti.
Pak H, Ketua Panti dan semua anggota Panti menyetujui agar
sebelum diterima, sebaiknya dilakukan peninjauan rumah dan keluarganya. Saya
setuju dan bersedia mengikuti Tim yang akan melawat Oma L. Hari dan waktu telah
ditentukan yaitu hari Kamis, 15 Maret 2012, pukul 10.00, kami ( saya, Ibu M,
Ibu H, dan Ibu Pendeta S ) diantar Supir akan berangkat.
2 hari sebelum keberangkatan Tim, saya mendapat pesan SMS
dari Ibu Panti bahwa Oma L terjatuh di rumahnya dan tidak dapat duduk atau
berdiri.
“Baiklah, nanti oleh Tim Pelawat akan dilihat dan didoakan
agar semoga cepat sembuh.” Saya menjawab pesan SMS tadi.
15 Maret 2012 sekitar pukul 11.00 Tim Pelawat tiba di rumah
keluarga Oma L.
Toko Bahan Bangunan yang merangkap rumah milik mereka cukup
besar. Suami Ny. K sedang diruang tokonya dan tidak mengantar kami untuk
menegok Ibu mertuanya. Aneh juga rasanya. Ada rombongan tamu dari Gereja, ia
tidak mau mendampingi isterinya. Emang kata Ny. K, Oma L ini
tidak begitu suka dengan suaminya itu dan Oma L tidak ingin hidup
serumah dengannya.
Saat kami memasuki kamar Oma L yang cukup besar dan berudara
dingin ( ber-AC ), kami melihat Oma L terbaring dengan lemes di atas sebuah
springbed. Saya melihat kaki kanannya dapat digerakkan, tetapi kaki kirinya
seperti tidak berdaya atau lumpuh.
Saya berpikir mungkin Oma L ini mengalami patah tulang paha
kiri.
Dari pembicaraan kami dengan Oma L, katanya saat ia berada
di Dapur, sepertinya ada suatu dorongan dari belakang yang menyebabkan dia
terjatuh ke lantai dapur. Padahal ia tidak melihat ada seseorang di dapur
tersebut. Putrinya kaget dan panik, kok Ibunya tiba-tiba bisa terjatuh. Seorang
Tukang Urut dipanggil untuk mengurut kaki kiri Oma L. Hasilnya tidak banyak
perubahan.
Segera saya membuat Surat Pengantar ke Bagian Radiologi (
Rotgen ) di Rumah Sakit terdekat yaitu RS Arjawinangun, untuk melihat apakah
ada patah tulang dan lokasinya dimana?
Tim Pelawat juga mendoakan Oma L agar diberi ketabahan,
kekuatan dan semoga segera sembuh.
Saat pamitan dengan keluarga Oma l, saya berpesan agar nanti
hasil Rontgen Oma L di informasikan via SMS kepada saya. Di dalam perjalanan
pulang kami merasa bahwa Oma L tidak diperhatikan oleh anak mantunya. Aneh juga
kalau seorang pria mencintai seorang wanita, seharusnya ia juga mengasihi Ibu
dari isterinya, karena tanpa adanya Ibu itu, tidak akan ada putri yang
dinikahinya.
Sekitar pukul 15.30 saat saya sudah tiba di rumah, saya
mendapat pesan via SMS dari Ny. K, bahwa hasil Foto Rotgen kaki Ibunya: ada
patah tulang dipangkal tulang paha kiri. Ah..benar juga ada fraktur / patah
tulang. Patah tulang ini memerlukan waktu penyembuhan yang cukup lama mengingat
Oma L sudah lanjut usia, 84 tahun.
Saya menjawab dan berpesan kepada Ny. K, agar Oma L sebaiknya
dirawat saja di sebah Rumah Sakit yang mempunyai Dokter Ahli Bedah Tulang,
mislanya di RS Pertamina Klayan, Cirebon atau di kota Bandung. Semoga Dokter
disana dapat segera memperbaiki patah tulang kaki Oma L.
Dalam perjalanan pulang ke Cirebon, Ibu H. berkata “Sepertinya
ini sebuah peringatan bagi suami Ny. K , bahwa Ibu mertuanya ( Oma L ) ini
tidak boleh hidup di Panti, tetapi hidup bersama dengan keluarga putrinya di rumah
saja.”
Saya menjawab “Benar, kalau saja suami Ny. K. ini menyadari
bahwa dia seharusnya merawat Ibu mertuanya di rumah selama di masih hidup dan
bukan melempar ke sebuah Panti, tentu akan jauh lebih baik dan akan mendapat
berkat dari Tuhan. Kapan lagi mau berbakti kepada orang tua, kalau bukan
sekarang saat Ibunya masih hidup?”
Saya sering menjumpai bahwa “Untuk berbuat baikpun, ternyata
tidak mudah”, contohnya banyak.
Untuk berbuat baik, ternyata tidak mudah, tetapi dia tidak
mau berbuat baik untuk seseorang yang cukup dekat dengannya. Ini luar biasa.-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar