Kemarin pagi pukul 07.00 saat saya nyiram tanaman di halaman
depan rumah, datang seorang bapak, sekitar 35 tahun mengantar putranya, sekitar
5 tahun.
Bapak ini bertanya “Pak, ibu Dokternya ada? ( isteri saya )”
Saya menjawab “Ada, bapak mau berobat?”
Dia menganggukkan kepalanya.
“Baik, kalau mau berobat silahkan bapak tunggu dulu di ruang
tunggu. Ibu dokter pukul 07.30 sebentar lagi, bisa memeriksa putra bapak” kata saya.
Bapak ini berkata
lagi “Kalau sekarang bisa tidak?”
“Isteri saya sedang mandi, Bapak tunggu saja dulu. Sekarang
masih pukul 07.00, belum buka.”
Ketika saya melihat pintu masuk rumah saya melihat isteri
saya berdiri memegang sebuah Gunting. Rupanya isteri saya akan mengambil daun
Pandan di halaman depan rumah.
Saya masuk rumah dan bertanya kepada isteri saya ( yang juga
dokter umum ) “Itu ada pasien yang mau
berobat sekarang, apakah bisa diperisa ?”
“Iya boleh, tapi saya mau ambil Daun Pandan dulu untuk masak”
isteri saya menjawab.
---
Saat saya masuk rumah, terdengar dering telepon.
“Halo, met pagi” saya menjawab telepon.
“Saya mau berobat, apakah bisa?” terdengar suara seorang
wanita.
“Bisa, nanti pukul 07.30.”
“Saya mau berobatnya sekarang, bisa tidak.” Dengan nada
tinggi. Mungkin dia mengira bahwa lawan bicaranya adalah pembantu rumah kami.
Saya berkata lagi “Isteri saya bisa periksa anda nanti pukul 07.30, sebentar
lagi. Silahkan anda datang.”
Ketika dia mendengar “isteri saya”, berarti lawan bicaranya
adalah suami Ibu dokter yang dimintai tolong untuk memeriksanya. Dia tahu bahwa
suaminya juga seorang dokter.
“Iya sudah, nanti sebentar lagi saya datang ya Dok” dengan nada
lebih rendah.
---
Dari contoh 2 kasus ini tampak ada kesan pasien ingin ngatur
dokternya. Kalau tidak sabar dan mau melayani maka ceritanya bisa panjang. Saya bersyukur bahwa puluhan tahun melayani masyarakat menjadikan
kami sudah terbiasa menghadapi pasien yang panik atau dalam keadaan gawat
darurat ( luka bakar tersiram air panas, luka akibat kecelakaan lalu lintas,
anak kejang dan lain-lain ).
20 tahun yang lalu dimana jumlah dokter masih belum banyak,
pasien segan menelepon dokter. Apalagi bicara dengan nada keras. Mungkin masih
ada perasaan enggan.
Keadaan itu sekarang sudah banyak berubah. Komunikasi lewat
telepon atau handphone atau SMS sudah mewabah sehingga: Siapa saja, Kapan saya,
dan Dimana saja, kita dapat saling berkirim pesan, baik SMS atau Electronic
mail ( email ). Dalam bilangan 5 menit kiriman SMS kepada putra kami di kota
Sydney, Australia sudah mendapat jawaban dari putra kami. Luar biasa….
Ada seorang pasien saya yang pernah di rujuk ke sebuah
Hospital di Singapore berkata “Terima kasih, Dok. Saya sudah diberi advis
berobat ke Singapore.”
“Emang kenapa, Pak” saya bertanya ingin tahu.
“Setelah diperiksa, diperiksa Laboratorium dan diberi resep
obat, saya pulang ke Indonesia. Saat saya ingin bertanya tentang cara minum
obat melalui nomer handphone yang tertera di Kartu Namanya, dokter saya itu
langsung menjawab dan bicara dengan saya. Padahal saat itu sudah malam hari
sekitar pukul 22.00. Saya puas dengan pelayanan dokter saya itu. Luar biasa dokter
itu mau bicara dengan saya, meskipun kami berada di Negara yang berbeda” kata
pasien saya itu panjang lebar.
---
Benar kita patut berterima kasih atas kemajuan Tehnologi
Informasi.
Kalau dahulu kita
saling berkirim Telegram untuk mengirim pesan penting, saat ini kita
dapat kirim pesan lewat SMS, MMS atau email baik melalui Smartphone, Laptop,
Netbook atau Desktop. Sambil melihat TV atau duduk di Ruang Keluarga rumah kita,
maka pesan itu sudah terkirim.
Saat ini
- Pelayanan Telegram sudah ditutup karena sudah banyak orang tidak mau memanfaatkan Telegram lagi. Lebih nyaman via SMS dari sebuah Handphone.
- Kiriman Kartu Natal, Tahun Baru, Idul Fitri Uang Tahun melalui jasa pos juga sudah berkurang banyak. Penjualan Perangko sudah berkurang. Kirim SMS lebih cepat dan lebih murah, apalagi sudah ada bonus dapat SMS sekian banyak setelah isi ulang pulsa handphone sekian rupiah. Promisi yang luar biasa.
Selamat pagi.-
Selain dampak baik, juga tentu ada hal negatif yang harusnya adalah hal yang menjadi parapihak.
BalasHapusSeperti yang dialami bapak diatas, Apa bedanya pembantu rumah tangga dengan seorang dokter dalam kaitannya dengan pembicaraan melalui telepon?
Perkembangan teknologi yang tidak dibarengi perkembangan kebudayaan menghasilkan 'Mendekatkan yang Jauh dan Menjauhkan yang Dekat' pun menjadi kenyataan.
dan tentu ada dampak negatif pula bagi para korban 'kejahatan sosial' ini :-)
Selamat pagi, *pagi yang indah di cirebon.
To Iyan K,
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung dan memberi tanggapan.
Keadaan masyarakat pada 30 tahun yang lalu dengan sekarang sudah jauh berbeda. Pengalaman bekerja sebagai pelayan kesehatan akhirnya sudah terbiasa dengan segala macam keinginan pasien dengan berbagai pertimbangan.
Salam.
:-)
BalasHapusArtikelnya bagus bngt gan :)
BalasHapusTo Obatherbal,
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung. Salam.