Jumat, Juni 10, 2011

Berbuat baikpun tidak mudah



( foto ilustrasi )


Pernahkah ketika anda ingin berbuat baik kepada seseorang, ia menolaknya?
Untuk berbuat baikpun, ternyata tidak mudah, seperti sering saya tulis dalam beberapa artikel di Blog ini. Kisah ini sebuah contoh lagi.

---

Kemarin pagi sekitar pukul 10.30, saat saya ingin mengetik sebuah artikel, mendengar pintu pagar rumah kami ada yang mengetuk-ngetuk.

Seorang Abang Becak berkata “Pak, ada yang ingin berobat.”

Saya menjawab “Boleh. Siapa ya? Masuk saja.”

Ny. LS, 55 th, yang biasa berobat berkata “Dok, keponakan saya sakit. Ingin berobat, tetapi ia tidak mau turun dari becak.”

Kejadian seperti ini sudah beberapa kali terjadi. Saya harus memeriksa atau melihat pasien yang ingn berobat, tidak mau / tidak dapat turun dari Becak yang ditumpangi. Alasannya dapat  berupa: pasien sangat gemuk sehingga susah turun dari Becak, pasien tidak dapat berjalan, pasien menangis meronta-ronta tidak mau diperiksa Dokter dll.

Akhirnya saya bertanya  kepada Ny. LS tentang: siapa nama pasien itu, ada hubngan famili apa dengan  Ny. LS, apa keluhannya, sudah berapa lama diderita, mengapa ia tidak mau turun dari Becak dan masuk ke Ruang Periksa?”

Ny. LS menjawab ”Namanya Elisa ( bukan nama sebenarnya, sikapnya tidak sebagus namanya, ya ), umurnya sekitar 7 tahun, ia keponakan saya, ia  sakit mata merah dan batuk pilek, orang tuanya minta tolong kepada saya untuk mengantar berobat kepada dokter ( saya ), ortunya sudah kewalahan kalau Elisa sakit, sangat susah kalau mau berobat kepada dokter manapun. Tolong Dok, agar Elisa cepat sembuh.”

Saya menjawab “Baik. Begini saja. Saya  periksa atau melihat saat Elisa masih di dalam Becak, tidak usah turun lagi. Nanti saya beri resep obatnya.”

Ny. LS menganggukkan kepalanya, tanda setuju.

Saya melihat wajah Abang Becak itu cerah, sebab dokternya mau  keluar dan mau memeriksa penumpang diatas Becaknya.

Saya bertanya kepada Elisa “Siapa namanya?”

Elisa menangis, tangan digerak-gerakan dan kakinya menendang-nendang. Ia berteriak “Tidak mau. Tidak mau.” Wajahnya menghadap ke belakang sehingga saya tidak dapat melihat wajahnya, apa lagi matanya yang konon merah.

Saya  meraba lengannya, terasa agak panas, Elisa ada demam.

Upaya untuk berkomunikasi dengan Elisa semuanya gagal.
Saya melihat seorang pasien wanita, 7 tahun, menangis dan gaduh diatas sebuah Becak, tidak dapat diajak bicara. Beberapa orang yang lewat rumah kami tampak melihat kejadian ini, tapi mereka cuek saja.

Akhirnya saya berkata kepada Ny. LS “Ia demam saya akan beri sebuah resep obat berupa 2 macam tablet dan sebotol Tetes mata untuk Elisa. Belilah di Apotik terdekat.”

Ny. LS mengucapkan terima kasih dan meninggalkan Ruang Periksa.

Setelah Becak itu  meninggalkan rumah kami, isteri saya berkata ”Tadi saat saya akan mengambil Daun Pandan di halaman depan, saya mendengar anak itu berteriak- teriak. Katanya Penipu. Penipu.”

Mungkin Elisa  marah kepada Ny. LS yang sudah bersusah payah mengantar keponakannya, tetapi diteriaki Penipu oleh anak yang ingin ditolongnya. Mungkin semula Ny LS mengajak Elisa untuk jalan-jalan, tetapi akhirnya menuju rumah Dokter dan Elisa pantang untuk diperiksa dan berontak. Padahal ia sedang sakit dan orang lain ingin membantunya. Balasannya  orang yang mau ditolongnya, ditolak mentah-mentah dan dimaki-maki.

Dunia sudah terbalik. Sudah seburuk inikah kehidupan kita saat ini?
Siapa yang salah sampai seorang anak bersikap seperti itu. Mesti ditanyakan kepada Ortunya, bagaimana cara mendidik anak-anaknya sampai mereka mempunyai karakter seperti itu.

---

Sering saya saat memeriksa pasien Balita usia 2-4 tahun, juga menangis di pangkuan Ibunya, tidak mau diperiksa atau takut disakiti oleh Dokternya.

Saya selalu menggunakan sebuah Trik yang jitu. Saya berikan sebungkus kecil Biskuit, yang  kami beli sebagai cadangan kalau malam hari perut terasa perih.

Saya ajak bicara pasien Balita itu dengan lemah lembut, memberikan bungkusan Biskuit, kemudian memeriksanya di pangkuan Ibunya. Beres deh. Pasien diam dan gembira bahwa dokternya tidak galak, bahkan diberi Biskuit lagi. Setelah itu saya menuliskan resep obat untuk sang pasien yang diam dipangkuan Ibunya.

Menghadapi  Balita mesti sabar, penuh kasih sayang, tidak dimarahi, tapi bersikap tegas.

Saya juga sering menemui pasien remaja putra/i yang tidak suka makan Sayur.

Nah…siapa yang salah? Ibunya, ayahnya atau siapa?

Saya sarankan kepada Oratunya,  agar semua Buah ( Apel, Anggur, Nanas, Mentimun dll ) dan Sayur ( Caisim, Seledri, Wortel dll ) yang ada di dapur, di Blender saja, kemudian disedot dengan sedotan besar. Ini dikerjakan setiap hari. Selain untuk memenuhi kebutuhan vitamin, mineral dan serat nabati, juga untuk membuat proses buang air besar menjadi lancar. Begitu duduk, langsung keluar. Bila masih tidak mau, berilah sepotong Buah nanas, agar ada rasa manis. Jangan diberi gula pasir, berilah Nanas.-

2 komentar:

  1. hmm... sangat menarik dok... bisa jadi anak itu mengalami iatrophobia, yaitu fobia/takut kalau diajak ke dokter atau lingkungan macam rumah sakit dll?

    BalasHapus
  2. To Michael,

    Benar.
    Pasien-pasien usia muda mempunyai karakter yang bervariasi. Ada yang tidak takut kalau berhadapan dg Dokter, ada yang menangis kuat-kuat, ada yang lari keluar Ruang Periksa dll.

    Mereka merasa "terancam" bisa karena ortunya yang mengancam misalnya dengan ucapan "Diam, jangan menangis. Nanti disuntik Dokter kalau tidak diam."

    Dokter jarang menyuntik anak-anak kalau tidak perlu benar. Jadi ancaman Ortunya itu tidak berdasar dan merekalah yang membuat anak-anaknya ketakutan.

    Sekali mendapat perlakukan begitu, lain kali kalau datang berobat juga mereka merasa "terancam" sehingga sikapnya akan terulang kembali.

    Jadi para Ortu janganlah berbuat demikian, lebih baik diserahkan kepada Dokternya. Bagaimana sang Dokter akan memeriksa pasien anak dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang. Mereka sedang sakit sehingga perasaannya juga sedang tidak nyaman. Jadi sering kali bila meledak emosinya.

    Salam.

    BalasHapus