Gunung Ciremai, Kuningan, Jawa Barat, Indonesia.
Supir, Masinis, Pilot, Nahoda mempunyai fungsi yang sama
yaitu membawa penumpang dalam alat transportasinya dengan selamat sampai di
tempat tujuan.
Tugas mereka sangat berat karena menyangkut puluhan sampai ratusan nyawa orang / penumpang. Tidak
heran bila perusahaan transportasi masing-masing mengansuransikan jiwa para
Supir dan awak kendaraan. Untuk para penumpang ada Asuransi dari pihak
tertentu.
Ada
juga kantor / perusahaan / instansi lain
yang tidak mengansuransikan jiwa para awak kendaraan, padahal hal ini sangat
penting bagi kepentingan bersama. Mereka juga mempunyai keluarga yang mesti
dihidupi
Tugas Supir, Masinis, Pilot, Nahoda sangat penting. Para penumpang bisa ngobrol, makan, minum dan bahkan
tidur selama perjalanan. Bagi Supir dan kawan-kawan justru dilarang berbuat
seperti penumpang tadi. Konsentrasi selama mengemudikan kendaraannya harus
dijaga. Sepersepuluh detik ngantuk atau tidak konsentrasi, maka dalam kecepatan
yang tinggi, kendaraan ( mobil, pesawat dll ) akan melenceng jauh dari arah
yang sebenarnya. Akibatnya bisa fatal
bagi diri sendiri dan para penumpang yang mempercayakan jiwanya kepada sang
Supir dan kawan-kawan.
---
Sepulang dari tugas pelayanan di sebuah Panti, saya sering
berhenti di sebuah tempat makan. Saya ajak Supir yang menjemput dan mengantar
saya untuk sekedar minum sirop atau
makan kolak dll. Kami makan di depan meja yang sama sambil ngobrol
tentang pekerjaan, keluarga atau sekedar bergurau.
Suatu saat sang Supir bertanya kepada saya “Dok, mengapa
Dokter mau minum / makan bersama Supir di satu meja?”
Saya terkejut juga mendengar pertanyaan yang tidak saya duga
sebelumnya.
Saya menjawab “Apakah itu salah, Pak?”
Ia menjawab “Salah sih tidak, Dok, tetapi orang-orang yang
sering saya bawa dalam mobil yang saya kemudikan, jarang mau duduk dan ngobrol seperti pada saat ini. Saya heran
Dokter kok mau berbuat seperti ini”.
Saya menjawab “Pak, untuk berbuat baikpun, ternyata tidak
mudah ya. Seperti saat ini saya berbuat baikpun, mendapatkan pertanyaan seperti
itu. Padahal maksud saya baik. Rasanya aneh. Kalau turun dari mobil yang sama, lalu
makan / minum di meja yang berlainan. Kita kan sama-sama manusia.”
Pak Supir berkata lagi “Jarang, Dok, orang yang mau seperti
Dokter ini, sehingga saya memberanikan diri untuk mengajukan pertanyaan itu.
Saya penasaran ingin tahu, apa sebabnya?”
“Pak, saya tidak membeda-bedakan seseorang, baik mereka itu
Pasien atau Supir. Saya anggap mereka itu sesama manusia juga yang patut saya
hormati. Kalau mereka saya sembuhan dan mendapat rejeki dari mereka atau kalau
saya dijempur dan diantar oleh Supir, maka wajar kalau saya berterima kasih
kepada mereka. Penjabaran terima kasih itu tidak mesti dengan uang, tetapi
dapat dalam bentuk yang lain, misalnya makan atau minum bersama seperti saat
ini.”
Pak Supir mengangguk-anggukan kepalanya. Masih banyak
obrolan kami pada saat itu, tetapi hari
sudah siang. Sudah waktunya kembali ke tempat masing-masing.
Saya berkata sambil menepuk pundak sang Supir “Ayo kita
pulang. Kapan-kapan kita ngobrol lagi.”
Selamat siang.
pak supir pasti makin betah kalau diajak jalan sama dokter . soalnya dapat makan... hehe
BalasHapusTo Mikhael,
BalasHapusSebenarnya para Supir mau dan cukup bertanggung jawab untuk jemput dan antar saya ke Panti tsb, meskipun tanpa diajak makan / minum bersama.
Dengan sekedar minum bersama, sering kali kami dapat melepas lelah dan berbagi pengalaman.
Saat ini sulit mencari teman sejati apalagi sahabat.
Semoga Tuhan memberkati pelayanan kita semua. Amin.