Senin, Februari 23, 2009

Santet ( 1 )



Tadi siang kami makan dengan lauk Soto Sapi yang dibeli di sebuah rumah makan kecil. Sambil menikmati Soto Sapi ini, saya kok jadi teringat akan kejadian yang sudah lama sekali.

Sekitar tahun 1971, saya dan beberapa teman kost sering makan pagi di sebuah warung makan yang menjual Nasi Soto Sapi di sekitar Kampus Unpad Jl. Dipatiukur Bandung.. Penjualnya adalah sepasang suami isteri, Pak Abdul ( bukan nama sebenrnya ) dan Ibu Siti Aminah ( bukan nama sebenarnya ). Mereka berasal dari kota Cirebon, kota kelahiranku. Oleh karena saya sering makan di warungnya dan kami berasal dari kota yang sama, kami sering berkomunikasi dengan bahasa Jawa Cirebon. Kami cukup akkrab dengan Pak Abdul.

Rumah mereka di sebuah gang sekitar 100 meter dari lokasi warung nasi Sotonya di Jalan Dipatiukur. Setiap pagi Pak Abdul memikul bakul Nasi dan baskom Soto dari rumah mereka ke warung Nasi tadi.

Suatu pagi, ketika saya makan diwarung mereka, saya melihat Nasi dan baskom Soto diangkut dengan sebuah Becak. Saya tidak melihat Pak Abdul.

Saya bertanya kepada Ibu Siti “ Ibu, saya tidak melihat Pak Abdul. Dimana bapak?”

Ditanya begitu wajah Ibu Siti tampak sedih dan menjawab “Bapak sakit, nak Bas”

“Sakit? Sakit apa Bu.Kemarin Bapak kok kelihatannya masih sehat dan dapat memikul dagangan Ibu” saya berkata dengan heran.

Sambil berbisik Ibu Siti berkata lagi “Bapak tidak dapat duduk, apalagi berdiri dan berjalan. Kami khawatir sekali akan kesehatan Bapak. Tolong bantu kami, nak Bas.”

Mereka tahu bahwa saya adalah mahasiswa Kedokteran. Pada tahun 1971 saya masih tingkat IV, semester 8. Paling tidak dapat menyembuhkan atau meringankan penyakit Pak Abdul. Beberapa bulan sebelumnya telinga kanan Pak Abdul mengeluarkan cairan dan berbau tidak sedap. Ia sakit radang telinga tengah ( Otitis Media Purulenta ). Saya memberinya 15 tablet Trisulfa ( semacam anti infeksi yang harganya murah meriah ) kepada Pak Abdul. 4 hari kemudian telinga Pak Abdul sembuh.


Ketika saat kemudian pak Abdul sakit lagi, Ibu Siti meminta tolong kepada saya untuk memberikan obat untuk menyembuhkan penyakit yang diderita Pak Abdul. Ia menderita kelumpuhan pada kedua kakinya ( paraplegia ).

Saya merasa aneh juga. Paraplegia yang diderita oleh Pak Abdul ini datang secara mendadak. Kemudian saya memeriksa fisik Pak Abdul. Semuanya baik-baik saya, kecuali kedua tungkai dan kakinya terasa lemas ( flacid ). Ah mungkin ini hanya sebuah radang syaraf tepi ( neuritis acuta ) yang dapat sembuh dengan minum tablet vitamin B1 100 mg sehari 3 kali.

Hari ke 4 saya datang ke warung Nasi Ibi Siti dan bertanya “Apakah Pak Abdul sudah sembuh dan dapat berjalan lagi?”

Ibu Siti hanya menggelengkan kepalanya dan tampak sedioh sekali. Saya menengok Pak Abdul di rumahnya. Keadaannya tetap tidak berubah. Minum tablet Vit, B1 tidak banyak artinya.

Sekelebat saya mendapat inspirasi jangan-jangan pak Abdul dissantet orang.
Saya berkata bepada Pak Abdul dan Ibu Siti “Ibu Siti, saya merasa aneh dengan penyakit Bapak. Rasanya ini bukan penyakit biasa. Saya tidak dapat menyembuhkannya. Lebih baik Pak Abdul diperiksa oleh orang pintar, semacam Paranormal gitu . Siapa tahu dapat menyembuhkan Bapak.”

Semingu kemudian saya tidak makan pagi di warung Ibu Siti karena saya malu tidak dapat menyembuhkan penyakit Pak Abdul. Memang saat saya belum menjadi dokter.

Terdorong rasa ingin tahu, suatu pagi satu minggu kemudian saya makan di warung Nasi Soto Ibu Siti. Ketika Ibu Siti melihat saya ia berkata kegirangan “Nak Bas, sini. Makanlah sekenyangnya dan tidak usah bayar. Ibu dan Bapak sangat berterima kasih kepada nak Bas.”

Saya menjawab “Ah….masak saya makan gratis, Bu? Saya kan tidak berbuat apa-apa untuk Bapak. Bagaimana keadaan Bapak?”

Ibu Siti sambil menyodorkan sepiring nasi Soto Sapi favoritku, berkata “ Itu Bapak sedang memikul sebuah ember berisi air teh. Makanlah nak Bas. Nanti Bapak akan bercerita tentang penyakitnya.” Ibu Siti tampak sumringah melihat saya datang untuk sarapan di warungnya lagi.

Saya menyalami Pak Abdul ketika ia tiba membawa air teh untuk warungnya.
Pak Abdul berkata dengan gembira “Nak, Bas kami berterima kasih, yang sudah membuka jalan bagi saya sehingga saya dapat berjalan lagi.”

“Iya Pak, tapi bagimana ceritanya?” saya bertanya.

“Kami melakukan saran nak Bas untuk mencari orang pintar. Sore hari kami datang ke rumah seorang Embah wanita di jalan anu. Embah ini memegang sebilah Keris. Keris diletakkan diatas setumpuk macam-macam bunga. Beberapa saat kemudian, ada sebuah bunga mawar merah yang nempel di ujung Keris. Embah bilang katanya penyakit kamu penyakit kiriman orang.

Pak Abdul bertanya “Mbah, siapa yang mengirimnya?”

“Yang ngirimnya adalah orang yang jualannya sama dengan dagangan kamu. Ia jualan di sebelah warung kamu.” Sang Embah menerangkan.

Glek… Pak Abdul kaget. Kok begitu ya. Sampai hati ia berbuat begitu terhadap Pamannya. Ternyata ia adalah keponakan Pak Abdul yang berjualan Nasi Soto Sapi juga di sebelah warung Nasi Pak Abdul. Keterlaluan.

Sang Embah memberikan setumpuk bunga kepada Pak Abdul. Bunga-bunga itu untuk dicampur dengan air mandi untuk menawarkan kiriman keponakannya. Keseokan harinya Pak Abdul dapat berdiri dan berjalan lagi.

Ketika sang Keponakannya melihat Pamannya berjalan memikul dagangannya, ia merasa panik. Ia segera menutup warung Nasinya dan lenyap entah kemana. Sejak itu Pak Abdul tidak bertemu lagi dengan keponakannya. Ia merasa perbuatannya sudah diketahui dan Pamannya sudah dapat berjalan lagi. Santetnya sudah ditawarkan sang Embah.

Pola pikirnya sederhana saja. Kalau Pamannya sakit dan tidak jualan lagi, maka langganannya akan pindah makan di warungnya. Akhirnya kebaikan akan selalu mengalahkan yang jahat!

2 komentar:

  1. Weleh-weleh, kok ya manusia tega make ilmu2 santet yg. dibenci oleh Tuhan ya..Tapi kalo iman seseorang itu kuat tak ada ilmu hitam apapun yg. bisa menyentuhnya, Betul ngga Dok?

    BalasHapus
  2. To Happpy Cook70: Betul. Seharusnya begitu, tapi banyak godaan dari Setan sehingga manusia jatuh. Perhatikan kasus pengobatan cara dukun cilik Ponari. Nampak tidak realitas benar. Banyak jug a yg tidak sembuh tetapi toh banyak orang yang selalu berdatangan. Korupsi itu salah dan bahkan diancam dg hukuman yg berat, tetapi yang melakukan juga tetap banyak, seolah tidak jera. Kepepet? Ah masak sih, gaji mereka juga sudah besar kok, tetapi masih melakukannya juga. Iman tidak kuat, akhirnya jatuh dan masuk bui. Makasih sudah berkunjung. Salam sukses.

    BalasHapus