23 Desember 2011:
Pukul 11.00 a.m. cuaca cerah, matahari bersinar terang. Kami
drive menuju daerah Hurstville untuk
melihat-lihat. Tiba di Hurstcille turun hujan. Cuaca di kota Sydney, sering kali tidak menentu. Kadang cerah, kadang hujan. Di Sydney tidak ada salju. Suhu udara terrendah terjadi pada bulan Juni - Juli. Bulan Desember-Januari, musim panas dan banyak turun hujan.
Daerah Husrtville mirip dengan daerah Campsie. Banyak penduduk
disini berasal dari Negara Asean. Bahasa
Mandarin lebih banyak dipakai disini. Kadang kala saya membatin, ini Australia
atau Hongkong / Singapore sih. Logat bicaranya sesuai Negara asalnya dengan
irama yang cepat, mirip suara di Kaset.
Foto di depan Flat:
Demikian juga penduduk Sydney kalau bicara, iramanya cepat dan banyak singkatan-singkatan
kata. Misalnya “Saya mau pergi ke Uni”, maksudnya mau ke University atau
kampus. Kalau ditanya “Apakah anda setuju?” Jawabnya “Ye”, maksudnya Yes ( mirip dengan bahasa Korea ). Student yang
berasal dari R.I. kalau ditanya “Mau kemana?”. Jawabnya “Mau ke Perpus”,
maksudnya Perpustakaan. Ternyata kami yang Lansia juga harus banyak bergaul
dengan mereka.
Kalau bicara dengan para student R.I. kita juga harus
mengerti bahasa gaul mereka. Bila kita paham bahasa Inggris di sekolah ( yang
diajarkan sesusai dengan bahasa Inggris
yang berasal dari U.K. , United Kingdom atau Inggris ), di lapangan kita mesti
menyesuaikan dengan bahasa Inggris yang dipakai di Negara dimana kita berada.
Tiap Negara berbeda logatnya. Di Singapore ada Singlish (
Singapore English ), logat Mandarain masih terasa kental. Logat Australia juga
berbeda dengan logat New zealand, padahal Negara tetangga. Bahasa Indonesia
juga agak berbeda dengan logat bahasa
Melayu dari Malaysia, padahal Negara ini berdekatan. Benar istilah yang mengatakan “Bahasa menunjukkan Bangsa”.
Kalau bicara dengan seseorang dengan bahasa yang sama, maka kita lebih akrab
karena dianggap sebagai keluarga sendiri. Sering kami saat berada di Sydney, kalau
berjumpa dengan seseorang yang berasal dari Indonesia, pastilah kami berbicara
dalam bahasa Inodenia dan mungkin sekali kami bicara dalam bahasa Jawa atau
Sunda. Penduduk Sydney bila mendengar kami bicara juga pastilah tidak akan mengerti
apa yang kami bicarakan.
Saat kami berada disebuah Mall di Hustville ini, kami banyak
melihat para Lansia ( diatas usia 70 tahun ) yang belanja dengan membawa troli
( kereta dorong kecil ) untuk membawa belanjaan mereka. Di Negara kami jarang
melihat Lansia yang demikian.
Para Lansia disini juga dihargai. Yang kami kagum juga
dengan perhargaan semacam ini. Para pensiunan kalau mau potong rambut, juga ada
diskon khusus bagi mereka. Di Negara kita para pensiunan ( ber-KTP seumur hidup
bagi yang sudah berusia diatas 6o tahun ) juga ada diskon 20 % saat kami
membeli tiket kereta api.
Foto Lansia:
Foto Diskon potong rambut:
Suasana hari Natal sudah terasa, juga di Mal-mal. Lagu-lagu
rohani ( lagu Malam Kudus dsb ) sering kami dengar. Banyak pengunjung yang
sengaja shoping disaat seperti ini, sebab ada diskon besar-besaran ( 50 – 70 %
). Memasuki tutup tahun dan tutup buku ada banyak toko yang mengobral jualan mereka.
Foto Diskon:
Tengah hari saat Lunch, para pengunjung Mall dapat menikmati Lunch mereka sambil duduk di tempat di depan Kios penjual makanan ( Chinese, Thai, Korea, Aussie dsb ) Suasana demikianpun banyak kita jumpai di Mall di kota besar di Indonesia( Jakarta, Bandung, Medan dsb ). Bagi mereka yang berduit, Lunch di Mall bukan masalah.
Saat bepergian ke luar negeri, kita banyak mengeluarkan duit, karena memang kita bepergian bukan untuk mencari duit, tetapi untuk menghabiskan duit tabungan kita. Kalau kehabisan duit, maka kita bisa menggesek Kartu Kredit yang banyak diterima oleh para Kasir disini ( Visa card lebih disukai dan diterima ) yang akan kita bayar pada bulan depan. Sering kali kita lebih dihargai kalau membayar dengan Credit card. Mungkin kita dianggap sebagai orang yang bonafid, sebab kita dipercaya oleh pihak pengeluar Kartu Kredit dari banyak Bank.
Malam
hari kami mendapat telepon dari adik ipar saya, Mr. M, yang sudah stay dan
menjadi citizen negara ini. Lokasi rumahnya di daerah Croydon, tidak begitu
jauh dari daerah Campsie. Ia mengundang kami besok sore untuk berkunjung ke
rumah keluarganya dan menikmati Dinner bersama. Konon isterinya yang pandai memasak,
Mrs. M, sudah membeli ikan Salmon untuk teman makan malam bersama. Wah....
gayung bersambut nih.
Mr. M juga bicara dalam bahasa Indonesia dan campur
dengan bahasa Sunda sebab berasal dari daerah Priangan, Jawa Barat.
Orang
Jepang paling suka makan Sashimi, ikan Salmon mentah diiris tipis-tipis,
dicocol kecap Jepang dan ditemani minum Sake Jepang. Saya lebih suka Salmon
yang di goreng, diberi garam dan merica. Disantap dengan Nasi putih ( steam
rice ) yang hangat dan dicocol Sambel botol. Ah…nikmatnya.
Ikan Salmon dengan
warna daging yang merah muda, lebih berbau amis dari pada ikan Trout yang juga
enak dan gurih. Trout tidak berbau amis seperti Salmon. Di Mal-mal di Negara kita,
ikan Salmon sudah tersedia yang sudah dalam keadaan freeze ( beku ) dengan
harga yang mahal.
Sesuatu yang naik pesawat terbang,
harganya tentu mahal, karena dikenai ongkos angkut pesawat dan bea masuk.
Anda yang gemar makan Petai-pun dapat menjumpai dan membelinya di pasar-pasar ( oriental market ) di daerah oriental yang biasa banyak dihuni masyarakat dari Vietnam. Harganya? Tentu dalam AUD ( dolar Australia ).
Selamat sore.-
Selamat Natal Dan Tahun Baru 2012
BalasHapusTuhan Memberkati....
To Rudi Pujiono,
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung dan mengirim Ucapan Selamat Natal 2011 dan Tahun Baru 2012. Tuhan memberkati.
Salam.