Kemarin sore datang berobat Opa S, 74 th. Ia diantar oleh
putranya. Keluhannya batuk pilek.
Beberapa bulan yang lalu Opa S ini keluar dari Panti Wreda
Kasih setelah ia tinggal disitu selama sekitar 11 bulan. Semula Opa S tinggal
disebuah kota T
di daerah Jawa Tengah. Istrinya sudah lama meninggal dunia. Ia tinggal dsebuah
rumah milik keluarga dan ditemani oleh seorang pembantu yang akhhirnya berhenti
bekerja. Tinggal tanpa teman diusia lanjut tentu sangat tidak nyaman dan membuat
putra dan putrinya mengendaki agar Opa ini
dapat hidup berdekatan sehingga dapat membantu ayah mereka. Putrinya
sendiri sudah menikah dan berdomisili di sebuah Negara di Eropa. Ia pernah
beberapa kali mengirim email kepada saya.
Akhirnya putranya ini membeli 2 unit rumah tinggal yag bersebelahan di tepi
kota kami di
daerah Jawa Barat. Ia bekerja di sebuah perusahaan yang lokasinya dekat dengan
rumah mereka.
Oleh karena pemukiman
ini masih baru ( sekitar 1 tahun ) maka
belum banyak pohon yang rindang yang dapat memberikan kesejukan d daerah
pemukiman tadi. Siang hari udara kota
kami panas menyengat, membuat badan mudah berkeringat.
Tinggal di rumah sendiri mestinya membuat hati lebih nyaman, lebih bebas dan
dapat mengatur hidup sendiri dari pada hidup disebuah Panti Wreda. Ternyata
pendapat saya ini keliru.
Opa S ini merasa
tidak nyaman hidup disebuah rumah mungil bersebelahan dengan rumah keluarga
putranya. Untuk kembali hidup di kota T, kota asalnya, putra-putri
Opa S tidak setuju dengan alasan nanti tidak ada yang merawatnya. Untuk kembali hidup di Panti
juga mereka tidak setuju dengan alasan sudah mempuyai rumah sendiri. Opa S ini
menyaakan lebih enak hidup di Panti
Weda. Pendapat Opa S ini ada benarnya
juga.
Kemarin sore Opa S curhat kepad saya bahwa hidupnya di rumah baru itu tidak membuat
hatinya tidak nyaman dan ingin masuk kembali ke Panti Wreda dimana Opa dan Oma
yang tinggal di Panti tidak perlu pusing memikirkan makan, tidur, mandi dan bersosialisasi dengan
orang-orang usia sebaya. Disini semuanya kebutuhan hidup pokok sudah tersedia
dan sangat diperhatikan oleh pengurus Panti.
Banyak keluhan dan ketidakpuasan Opa S yang diceritakan
kepada saya di depan putranya dalam Ruang Perrksa. Saya dapat memahami dan
mengerti keadaan Opa S ini sejak ia masih tingal di Panti. Jadi lebih mudah
memberikan solusinya.
“Opa mengapa Opa ingin masuk Panti lagi?” saya bertanya
kepadanya.
“Saya tidak betah hidup di rumah baru saya. Saya lebih cocok
kalau kembali ke kota
T dan hidup disana” kata Opa S.
“Opa, keadaan sudah berubah. Menurut saya Opa dapat
menikmati hidup di rumah yang baru, toh putra Opa dan keluarganya hidup bersebelahan dengan rumah baru Opa.
Jadi kalau mau minta tolong juga lebih mudah.”
“Benar, tetapi saya cukup susah kalau mau pergi kemana-mana
sebab harus menuggu dahulu anak
saya pulang dari pekerjaannya.”
“Emang Opa mau pergi kemana setiap hari?” saya bertanya
lagi.
Opa S diam.
“Kalau hari Minggu Opa dapat pergi ke Gereja bersama putra,
istri dan cucu Opa naik mobil mereka. Setelah kebaktian pagi Opa dapat minta diantar mau pergi kemana? Mau
cari makan siang, mau belanja dan lain-lain. Semua failitas standard hidup
sudah dipenuhi oleh putra Opa. Lalu mau apa lagi?” saya memotivasi Opa S agar
ia mau menerima keadaan hidupnya ini.
“Saya tidak cocok dengan
makanan kota C ini, saya lebih menyukai
makanan dari kota
asal saya di kta T.” kata Opa S dengan sewot.
“Opa, hidup keluarga kami pun susah pada tahun 1950-an saat saya dan
adik-adik saya makan seadaanya. Saat kami mengeluh lauk telur ayam yang 1 butir di ceplok dan dibagi 4 bersama adik-adik
saya, maka ¼ telur ayam ceplok per orang ini tidak cukup.
Ibu kami berkata dengan hati pilu “Sudahlah, makan asal
sudah ada Nasi cukuplah. Ini Kecap sebagai tambahan lauk agar Nasi dapat
dimakan dengan lebih enak”.
”Keadaan sosial ekonomi keluarga saya bukanlah dari keluarga
yang kaya. Kami tujuh bersaudara, saya dan adik-adik saya sudah sangat
bersyukur kalau orang tua kami dapat menghidupi kami, menyekolahkan kami sampai
kami dapat belajar di Perguruan Tinggi dan bahkan saya dapat menjadi Dokter
dengan susah payah” kata saya kepada Opa S.
Opa S diam mendengarkan kisah saya.
“Sebenarnya Opa dapat mengisi hidup Opa dengan lebih baik
lagi di rumah baru Opa. Opa dapat bercocok tanam di pot, memelihara ikan di
akuarium, memeilharai Kucing atau Anjing untuk teman hidup, Opa dapat menulis,
melukis atau aktifitas lain agar hidup tidak membosankan dan selalu kerkeluh
kesah saja.”
Opa S berkata “Saya tidak hobi itu semua, Dok.”
Saya menjawab “ Baik, tetapi Opa mulai saat ini dapat mulai belajar semuanya. Fisik Opa
masih cukup baik, dapat berjalan tanpa
tongkat, dapat melihat, dapat mendengar. Uang ada. Masalahnya masih adakah
kemauan untuk semuanya itu?”
Opa S diam lagi.
“Opa, janganlah berpikir kalau hidup saya enak. Saya hidup
sekarang hanya dengan istri saya yang juga Dokter yang punya
kesibukan masing-masing. Kami saling mengisi, saling membantu dan saling merawat rumah kami. Putra
dan putri kami hidup dan tinggal jauh
disebuah Negara tetangga. Di rumah hanya kami berdua. Kami tidak mengeluh akan
hidup kami. Untuk maka kami tidak pusing. Saya dapat melakukan semua kebutuhan hidup
kami. Mau makan dapat masak Nasi dengan
sebuah Rice cooker, 30 menit Nasi sudah matang. Untuk Lauk pauk, pagi kami dapat makan dengan Abon, Telur
rebus dan lain-lain. Untuk makan siang dan malam kami dapat memamsak atau
membeli masakan yang sudah jadi saat kami keluar rumah. Di waktu luang kami
dapat membersihkan rumah kami, berkebun, melihat siaran TV, melayani
pasien-pasien kami masing-masing. Mau pergi belanja saya dan isteri saya dapat
mengemudikan mobil kami tanpa bantuan seorang Supir. Lalu mau apa lagi? Selain
saya masih melayani kesehatan Opa dan
Oma di Panti Wreda milik Gereja kami. Tentu Opa
sudah mengetahuinya saat saya memeriksa kesehatan Opa dan Oma disana
bukan? Apa yang dapat saya dan istri kerjakan, semua kami kerjakan. Kalau tidak
sanggup kami minta bantuan orang lain seperti Tukang, Montir mobil / AC dan
lain-lain. Hidup kami, kami yang mengaturnya. Kami sangat bersyukur kepada Tuhan, apa bila
diusia senja kami ini kami masih dapat
berjalan tanpa bantuan Tongkat, masih dapat naik sepeda masing-masing, masih dapat
mengemudikan mobil kami, masih dapat menyiapkan makanan kami sehari-hari. Masih
dapat mencari uang dan menghabiskan uang itu juga untuk kehidupan kami. Opa
berubahlah. Opa masih dapat berbuat untuk diri sendiri dan juga untuk
orang-orang lain. Seperti kata orang bijak yang pernah berkata “Engkau punya 2
tangan. Yang satu untuk menolong diri sendiri dan yang lain untuk menolong
orang-oarng lain. Opa mau berbuat seperti itu, bukan?” saya berkisah untuk
membandingkan keadaan hidup Opa dan keadaan hidup kami yang hampir sama, tetapi berbeda dalam
mengatasinya.
“Dok, saya tidak cocok dengan makanan kota
ini saya. Saya lebih suka makanan kota
T, asal saya.” Opa S berkata lagi.
Putranya yang duduk di sampingnya melotot kepada ayahnya.
Mungkin dia jengkel juga. Sudah susah payah melayani ayahnya, tetapi ayahnya
masih saja banyak mengeluh. Konon kalau di rumah pertengkaran sudah menjadi
acara rutin setiap hari. Ayah dan anak selalu bertengkar.
Saya cukup memakluminya. “Sabar ya. Menghadapi orang yang
sudah lanjut usia tidak mudah karena seperti anak-anak lagi. Harap maklumlah.”
Waktu 30 menit sudah berlalu, sudah cukuplah mendengarkan
keluhan pasien. Saya masih ada pekerjaan lain.
“Well, ini resep
untuk Opa. Nanti dapat dibeli di Apotik terdekat ya. Kapan-kapan Opa dapat ngobrol lagi dengan saya disini atau di
tempat lain.” Sambil menyerahkan selembar kertas resep obat kepada Opa S.
Ternyata masih banyak orang tidak puas dengan hidupnya.
Orang bijak juga pernah berkata “Berpuaslah dengan apa yang
engkau miliki saat ini. Bila enkau masih belum puas juga, maka bila
Matahari-pun engkau miliki engkau akan
masih tidak puas jua.”
Nah lho.
Selamat malam.
menurut saya opa S ini sangat beruntung untuk orang seusianya... di usia yang hampir tiga perempat abad, kondisinya cukup sehat, masih bisa ke gereja, tinggal dengan anak-anak yang perhatian, tidak kesepian, makan enak, tidur nyenyak, dsb... atau barangkali adakah di antara hal-hal tsb yang tidak terdeteksi pada opa ini sehingga dia merasa tidak nyaman? misalkan hubungannya dengan anggota keluarga yg kurang cocok atau semacamnya, yang membuatnya lebih enak di panti?
BalasHapusTo Michael,
BalasHapushe...he...
Dengan putra dan putrinya saha sering bertengkar untuk hal yang kecil, apalagi untuk hal yang besar.
Tinggal di anti, ia sering kali ingin keluar Panti untuk sekedar jalan-jalan. Tentu saja Ibu panti khawatir terjadi sesuatu ( terjatuh tertabrak kendaraan dll ) sehingga pintu pagar selalu di gembok. Akibatnya Opa ini merasa tidak ada kebebasan hidup di panti. Sebenarnya Pengurus pantibermaksud agar semua warga Panti selamat, sehat dan betah tinggal di Panti.
Nah Opa ini yg ngeyel mau menang sendiri. Saya pernah bilang kalau begitu Opa tinggal saja di penginapan atau Hotel. Kalau sekarang sudah punya rumah sendiri yg baru, masihkah merasa tidak puas??
Nampaknya Opa ini uit beradaptasi dg lingkungan yang baru. Pikirannya terpaku pada tempat tinggal yg lama. Repotnya lagi ia tidak mempunyai hobi apapun yang dapat mengisi waktu diusia senja-nya.
Salam.