Sepertinya topik ini
sudah tidak aneh. Pernahkah anda mengalaminya?
Di dalam praktik sehari-hari, sebagai pelayan kesehatan saya
tidak memungut doctor fee kepada famili, tetangga yang tidak mampu, teman,
sahabat dll. Saat digratiskan mereka juga banyak yang tidak melupakan hal ini.
Lain kunjungan saat mereka datang
berobat mereka juga ringan tangan. Ada saja yang mereka bawa dan meninggalkannya dipinggir meja tulis
saya ( cakes, fruit parcel atau lainnya ). Sulit bagi saya untuk menolaknya dan
akan merepotkan kalau saya meminta agar
barang-barang itu dibawa kembali.
Pak A, pasien saya sering datang berobat atau sekedar
meminta pendapat saya tentang kesehatannya atau kesehatan keluarganya. Beliau
ini seorang tailor dan saya sering
meminta bantuannya untuk membuatkan celana, baju atau setelan jas. Sering kali
ongkosnya diberi diskon. Lain waktu kalau beliau datang dan meminta resep obat,
saya tidak memungut doctor fee. Hubungan kami seperti sudah sebagai famili.
2 hari yang lalu sepulang kami kondangan hajatan pernikahan
di luar kota,
saya minta bantuan beliau untuk melakukan dry clean baju Jas saya. Beberapa
hari kemudian Pak A ini datang mengantar Jas saya yang sudah bersih, rapih dibungkus cover yang terbuat dari bahan yang
bagus. Pak A tetap tidak mau menerima ongkos dry clean tadi.
Bila ada relasi / pasien yang datang berobat dan
membawa oleh-oleh ( snack, buah-buahn dll ) saya selalu membagi dua dan mengantarkannya
kepada keluarga Pak A yang sudah saya kenal baik ini.
Bila kami hendak bepergian ke luar kota dan kami naik kereta api. Sering kali
saya minta bantuannya untuk mengantarkan kami ke stasiun kereta api dan menolak
diberi ongkos jalan. Saat kembai dari luar kota
kami tdak lupa membawakan sekedar oleh-oleh / souvenir.
----
3 hari yang lalu lensa kacamata saya terindih badan saya
saat saya tertidur sehingga lensa itu terlepas dari bingkainya. Tanpa sebuah
lensa kacamata, maka akan sulit membaca teks. Siang hari saya membawa kacamata
saya itu ke sebuah Optik di kota
kami. Pemiliknya adalah anggota jemaat
Gereja kami juga.
Setelah lensa tsb terpasang kembali, saya bertanya “Berapa
ongkosnya, ya?”
Dengan serius Pak K ini menjawab sambil tersenyum “Dua juta
saja, Dok.”
Saya terkejut mendengar jawaban ini ( mungkin baginya ini
sebuah guyonan saja ).
Saya berkata “Baik. Saat ini saya tidak membawa uang
sebanyak itu. Saya minta nomer Rekening Bank anda dan saya akan segera
mentransfernya.”
Pak K ini tertawa terbahak-bahak. Disangkanya saya mau
dikibulin dan saya juga mau ngibulin dia juga dan berkata akan segera
menstarnsfer uangnya padahal ini hanya guyonan belaka. Kami tertawa
bersama-sama.
“Engga usah, Dok. Biayanya gratis saja.” Kata Pak K.
Merasa tidak enak hati, dan agar ada alasan saya membayar,
lalu saya minta kepada seorang penunggu Toko Kacamata “Tolong saya diberi 1 set
Pembersih Lensa dan berapa harganya?” kata saya sambil membuka dompet.
“Ada
Pak. Ini barangnya.” kata penjaga Toko tsb.
Lalu Pak K yang mendengar dialog kami, berkata “Dok, bawa
saja, gratis lah”
Lagi-lagi gratis. Ya sudah lah kalau ia rela menggratiskannya
bagi saya. Terima kasih banyak.
Pak K / keluarganya belum pernah datang berobat kepada saya,
tetapi ia tahu kalau saya adalah anggota Jemaat Gereja kami dan saya melayani
Oma & Opa di Panti Wreda milik Gereja kami. Saya melayani mereka secara
nonprofit juga selama bertahun-tahun.
Ini sekedar 2 contoh bahwa kebaikan akan dibalas dengan
kebaikan pula.
Oleh karena itu moto Blog saya adalah”Kita memetik apa yang
kita tanam” untuk mengingatkan saya, agar saya tidak lupa selalu berbuat kebaikan: kapan saja, dimana saja dan
bagi siapa saja selama saya dapat melakukannya. Amin.-
Moto blog ini "Kita memetik apa yang kita tanam", benar2 menginspirasi buat saya
BalasHapusTo Michael,
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung dan memberi pendapat.
Melakukan perbuatan baik itu biasanya timbul secara spontan dari diri sendiri. Tidak ada yang menyuruh. Tuhan menggerakkan kemauan kita masing-masing. Masalahnya apakah hati kita peka akan doronganNya itu? Amin.
Salam.