Sabtu, Maret 07, 2009

Dokter dilecehkan pasien


Tadi pagi sekitar pk. 10.00 telepon di rumah kami berdering.

“Halo ini rumah Dokter ya?” terdengar suara wanita

Saya menjawab “Betul. Anda siapa dan ada keperluan apa ya?”

“Dok, saya Ester ( bukan nama sebenarnya ) mau berobat. Masih buka?” Ester bertanya lagi.

“Masih buka, datang saja ke rumah saya.” Saya menjawab.

10 menit kemudian datanglah Ester, sekitar 55 tahun. Pembantu kami mempersilahkan Ibu Ester duduk di ruang tunggu.

Saya membuka pintu Ruang Periksa dan berhadapan dengan Ester.

“Oh..anda yang tadi menelepon?” saya bertanya.

Ibu Ester berkata “Betul. Saya mau berobat kepada Dokter.”

Saya menjawab “Baik. Silahkan masuk.”

Ester berkata lagi “Saya mau berobat ke Dokter.”

Saya menjawab “ Iya, silahkan. Saya Dokter disini.”

Ester berkata dengan nada tinggi “Saya mau berobat kepada Dokter Hernita ( maksudnya isteri saya ). Tadi di telepon katanya masih buka praktek.”

Astaga……….saya tidak dianggap sebagai Dokter, padahal Ester menelepon telepon saya dan datang ke rumah saya, tetapi saya tidak dianggap sebagai Dokter yang mau menolongnya. Padahal jelas sekali di Papan Nama yang saya pasang di halaman depan rumah kami, ada tertulis nama saya, tetapi maunya dokter lain. Ya tidak nyambung.

Saya menjawab dengan panjang sabaaaaaar “O………..kalau isteri saya sudah berangkat kerja dan prakteknya nanti sore di tempat prakteknya, bukan disini. Tadi kan Ibu bilang mau berobat ke Dokter, iya ini saya Dokter disini”.

Setelah diam sejenak Ester berkata lagi “Maaf, Dok. Saya mau berobatnya kepada Dokter Hernita.”

Saya berkomentar “Iya tidak apa-apa. Silahkan datang sore hari ke isteri saya.”

Kejadian ini sudah sering terjadi, bahkan ada yang lebih ekstrim lagi.
Ketika saya menggantikan praktek isteri saya yang sedang pergi ke Jakarta, kejadian serupa terjadi lagi.

Ibu Nunung ( bukan nama sebenarnya ), 40 tahun, masuk ke Ruang Periksa isteri saya ( yang digantikan oleh saya dan saya sudah memasang Pengumuman di Pintu Masuk bahwa Praktek digantikan oleh Dr.Basuki Pramana, No. SIP..bla bla... ). 

Setelah duduk, Ibu Nunung bertanya kepada saya dengan nada ketus ( seperti biasa orang yang sedang sakit, emosinya mudah meledak ) “Dokternya mana?” huh...ketus banget sih. Lho kok saya tidak dianggap dokter yang sedang praktek dan sudah memeriksa pasien yang masuk dan keluar dari Ruangan ini.

Saya menjawab dengan sabaaaaar “Ini saya Dokternya yang menggantikan isteri saya. Di depan Pintu sudah dipasang Pengumuman dan Ibu Siti ( bukan nama sebenarnya, asisten isteri saya ) juga pasti sudah memberitahukan hal ini kepada anda.”

Menjadari saya bukan dokter yang diinginkannya, Nunung tanpa berkata ba atau bu, langsung berdiri dan balik kanan meninggalkan Ruang Periksa. Tidak ada ucapan maaf, apalagi ucapan terima kasih.

Ya Tuhan, kuatkan hamba ini. Saya bersyukur kalau saya tidak menjadi panik dan marah-marah. Marah kepada siapa sih?

Saya berpikir, sebenarnya yang salah siapa sih? Saya atau pasien-pasien itu?

Kalau isteri saya tidak praktek, lalu prakteknya digantikan oleh Dokter lain yang notabene adalah suaminya sendiri, bukankah itu suatu keuntungan bagi pasien. Pasien yang tempat tinggalnya jauh dari kota Cirebon, masih dapat dilayani oleh dokter lain ( itu juga kalau mau ). Kalau tidak cocok / belum sembuh, lain hari silahkan berobat lagi kepada isteri saya.

Seringkali menghadapai hal seperti ini, saya membatin “Ya sudahlah, belum rejeki saya. Rejeki dikejar dia lari, tidak dikejar dia datang sendiri.”

Saya dapat memaafkan sikap pasien-pasien itu, tetapi saya tidak dapat melupakan sikap pasien-pasien itu terhadap saya.

Memang tidak enak menjadi Ban serep, apalagi kalau Ban serep itu kempes atau sudah gundul.

Pesan moralnya:
Setiap profesi ( dokter, guru, pilot, pengacara, dll ) mempunyai: suka, duka dan resiko yang akan dihadapi.



6 komentar:

  1. Anonim9:30 PM

    pesan moralnya salah Dok.
    kurang lebih menurut saya malahan begini :
    'Kalo gak mau profesi Dokter dilecehkan oleh Pasien, ya jangan menikah dengan orang yang seprofesi.'
    He... becanda Dok...

    BalasHapus
  2. To Pande Baik: Sebenarnya yang melecehkan, tidak banyak. Lebih banyak pasien-pasien yang bersyukur. Meskipun isterinya tidak ada kan ada suaminya. Jadi masih bisa mendapat pertolongan. Kalau mau menyesal punya isteri yg dokter juga, rasanya sudah sangat terlambat. he..he.. putra/i kamu sudah jadi orang. Dari pada menyesal, lebih baik kita mensyukuri. Kalau ada orang yang melecehkan dokter, bersyukurlah dokter itu. Mengapa? O.k. orang itu masih dianggap seorang dokter. Bukan yg ini tapi mau dokter yg itu. Nah berarti kan masih dianggap dokter juga kan? he..he..lagi.

    BalasHapus
  3. Anonim2:51 PM

    umumnya pasien wanita segan diperiksa sama dokter pria ... positif thinking aja

    BalasHapus
  4. To Anonymous,

    Ada benarnya juga, tapi kok banyak pasien wanita yang datang memeriksakan dirinya kepada Dokter Ahli Kebidanan dan Penyakit Kandungan yang pria.

    Jadi sebenarnya pasien mau diperiksa oleh dokter yang sama wanitanya atau dokter pria, tidak masalah. Yang penting penyakitnya dapat teratasi.

    Kalau pasiennya pria dengan keluhan sakit kencing nanah dan dokternya wanita, maka sang dokter hanya tanya ini dan itu tetapi tidak lihat lubang kencing si pasien. Lalu bikin resep selesai. Pasien pria ini penasaran, apakah Doagnosanya benar atau tidak. Barangnya dilihat juga tidak, apa lagi dipegang. Nah lho.

    Jadi kita realistis sajalah.
    Memang tiap pasien mempunyai dokter langganannya masing-masing. Kalau tidak berkenan, ya pasien dapat mencari dokter lain yang dianggap lebih sesuai kemauan sang pasien.

    Salam.

    BalasHapus
  5. Iya. Mungkin mereka tahunya dokter pakai jas putih panjang dengan stetoskop di leher. Kayak dokter di film2 itu.

    Dokter biasanya pakai baju kasual atau jas putih?

    BalasHapus
  6. To Kencana,

    Saya lebih sering pakai Kemeja putih biasa atau warna lain.

    Jadi kalau pasiennya anak-anak, mereka tidak begitu takut melihat penampilan dokternya yg pakai Jas Dokter, putih, lengan panjang.

    Kalau pasien saya yg sudah biasa datang berobat, sudah familier dan kenal baik dgn saya, jadi tidak masalah dengan pakaian yg saya pakai.

    Salam.

    BalasHapus