Dokter murah bukan berarti dokter murahan. Pengalaman ini pernah saya alami ketika pada tahun 1998, saya dapat giliran jaga kota Cirebon dimana setiap 3 bulan satu kali kena giliran jaga kota. Tempat praktek swasta pribadi menjadi tempat Dokter Jaga Kota.
Pagi hari sekitar pukul 11.00 datanglah seorang laki-laki berumur sekitar 35 tahun dengan maksud untuk berobat. Pasien ini berasal dari Jakarta dan ketika berada di Cirebon ia merasa kesehatannya terganggu. Ia menderita Flu, setelah saya periksa saya menyerahkan resep obat kepadanya.
Pasien ini bertanya “ Berapa Dokter?’.
Saya menjawab “ Lima ribu rupiah untuk biaya pemeriksaan”.
Pasien saya ini agak terkejut dan ia bertanya lagi” Berapa Dokter?”.
Saya menjawab “Lima ribu rupiah”.
Pasien ini berkata lagi “ Kok murah sekali. Kalau dikota Jakarta saya biasa membayar lima belas ribu rupiah” .
Saya menjawab “ Kalau di Cirebon seorang dokter umum memungut lima belas ribu ya terlampau mahal dan pasti tidak laku. Dokter spesialis ( waktu itu) saja dua puluh ribu rupiah, tetapi kalau Bapak mau membayar lima belas ribu ya saya terima.” ( sambil tersenyum, guyon ).
“ Wah.. ya saya bayar lima ribu rupiah saja seperti yang dokter mauin “
Rupanya pasien saya ini termasuk orang yang kikir sehingga merasa rugi bila ia membayar lebih, padahal saat itu adalah hari Minggu dimana sulit mencari dokter yang praktek dan ia saat itu sudah ditolong oleh dokter jaga kota.
“Semoga lekas sembuh, Pak” kata saya sambil membukakan pintu.
Pengalaman lainnya juga cukup menggelikan. Seorang ibu pasien langganan saya suatu saat pada tahun yang sama datang berobat. Sakit kulitnya kambuh lagi.
Sambil menerima resep dari saya ia bertanya “ Berapa Dokter?”
Saya jawab “ Lima ribu rupiah.”
Ibu ini pura-pura terkejut dan berkata “ Kok naik Dok, dulu cuma tiga ribu rupiah” Rupanya ia mau nawar biaya pemeriksaan.
Saya menjawab, “ Ya dulu dulu sih cuma dua rupiah dan naik jadi tiga ribu rupiah. Ibu sudah lama tidak kontrol dan sekarang lima ribu rupiah.”
Ibu tersebut menggumam “ Ya sekarang apa-apa pada naik. Tidak ada yang turun ya Dok.”
Saya menjawab sambil guyon “ Ada Bu.”
“Apa itu Dok”
Saya jawab “ Celana dalam turun, bila mau disuntik “
“ Ah Dokter, ada-ada saja “
Padahal betul kan? Mana ada celana dalam yang naik bila mau disuntik. Ha..ha...ha.. Kadang kala disaat praktek Dokter harus dapat membuat pasien tertawa agar berkurang penderitaaanya. Tertawa itu sehat, karena itu tertawalah sebelum tertawa itu dilarang. Tertawa itu juga dapat mengurangi Stres.-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar