Hobi atau sifat seseorang tidak mudah dirubah, contohnya teman saya, Pak T, hobinya minum Kopi. Ia dan isterinya ikut rombongan piknik kami. Kemana-mana ia selalu membawa sebuah termos. Saya mendapat jawaban bahwa termos itu berisi Kopi kegemarannya. Saya bilang Kopi kan mudah dicari dimana-mana. Mengapa mesti repot-repot bawa termos kemana-mana. Ia bilang saya menyukai Kopi dengan merk tertentu. ( ia tidak bilang merk apa, takut ketahuan kali ). Benar argumentasinya setiap saat ia ingin minum maka seketika itu juga Kopinya telah berpindah tempat dari termos ke cangkir plastik, tutup termos itu. Efektip sekali. Hebat idenya. Tapi repot bawanya, kemana-mana ia ditemani oleh sebuah termos dopingnya.
Teman saya yang lain, Pak M. juga hobinya minum Kopi. Sebelum sarapanpun ia sudah menyeruput Kopi. Sekali waktu ia ingin sekali minum secangkir Kopi. Ia pesan secangkir Kopi kepada pramusaji di Hotel tempat kami bermalam. Ia setuju dengan pendapat saya bahwa Kopi dapat dengan mudah ditemui dimana-mana tempat apalagi disebuah Hotel. Ia lupa bahwa Hotel tempat kami nginap adalah Hotel Bintang 1 ( * ). Ketika sang pramusaji datang membawa secangkir Kopi, ia juga menyodorkan sehelai Bill seharga Rp. 10.000,- alias US$1. Teman saya kaget setengah mati, masa sih secangkir Kopi harganya begitu besar? Di pasar kan harganya Rp. 1.500,- dengan Volume yang lebih besar ( dalam sebuah gelas Kopi ). Saya bilang ini kan Hotel Bintang 1, tentu harganya lebih empuk. Ya sudahlah, bayar aja. Tapi bagiamana rasa Kopinya? Wah rasanya enggak karuan, lebih enak Kopi yang di pasar Sukowati, Denpasar. Kopi pasar kok mau disamakan dengan Kopi di Hotel. Mana tahan….. Untuk menghiburnya saya katakan “Masih untung anda tidak di sodori Bill seharga US$4, harga normal secangkir Kopi sebuah Hotel Bintang 1 ( dengan nada guyon )”. Nah lu makanya tanya dulu harganya sebelum pesan sesuatu yang tidak termasuk paket Piknik ini. Ia kena batunya. Lebih baik seperti Pak T yang membawa termos berisi Kopi kegemarannya dan berharga lebih murah. Beli beberapa sachcet Kopi merk ygang disukai, masukkan kedalam termos dan isi air panas minta di dapur. Beres deh. Tinggal diminum Kopinya any time you want. Hari itu saya ketawa terbahak-bahak ketika menceritakan kisahnya kepada teman-teman yang lain.-
Teman saya yang lain, Pak M. juga hobinya minum Kopi. Sebelum sarapanpun ia sudah menyeruput Kopi. Sekali waktu ia ingin sekali minum secangkir Kopi. Ia pesan secangkir Kopi kepada pramusaji di Hotel tempat kami bermalam. Ia setuju dengan pendapat saya bahwa Kopi dapat dengan mudah ditemui dimana-mana tempat apalagi disebuah Hotel. Ia lupa bahwa Hotel tempat kami nginap adalah Hotel Bintang 1 ( * ). Ketika sang pramusaji datang membawa secangkir Kopi, ia juga menyodorkan sehelai Bill seharga Rp. 10.000,- alias US$1. Teman saya kaget setengah mati, masa sih secangkir Kopi harganya begitu besar? Di pasar kan harganya Rp. 1.500,- dengan Volume yang lebih besar ( dalam sebuah gelas Kopi ). Saya bilang ini kan Hotel Bintang 1, tentu harganya lebih empuk. Ya sudahlah, bayar aja. Tapi bagiamana rasa Kopinya? Wah rasanya enggak karuan, lebih enak Kopi yang di pasar Sukowati, Denpasar. Kopi pasar kok mau disamakan dengan Kopi di Hotel. Mana tahan….. Untuk menghiburnya saya katakan “Masih untung anda tidak di sodori Bill seharga US$4, harga normal secangkir Kopi sebuah Hotel Bintang 1 ( dengan nada guyon )”. Nah lu makanya tanya dulu harganya sebelum pesan sesuatu yang tidak termasuk paket Piknik ini. Ia kena batunya. Lebih baik seperti Pak T yang membawa termos berisi Kopi kegemarannya dan berharga lebih murah. Beli beberapa sachcet Kopi merk ygang disukai, masukkan kedalam termos dan isi air panas minta di dapur. Beres deh. Tinggal diminum Kopinya any time you want. Hari itu saya ketawa terbahak-bahak ketika menceritakan kisahnya kepada teman-teman yang lain.-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar