Selasa, Juli 31, 2007

Uneg-uneg


Tidak disangka oleh saya bahwa Ruang Konkes ( Konsultasi Kesehatan ) di web : http://crb.elga.net.id yang saya asuh sejak awal tahun 2000, cukup banyak peminatnya.

Semula Ruang Konkes ini hanya untuk User di ISP Ciebon Elganet, tetapi akhirnya saya dan Webmaster sepakat untuk membuka Konkes ini bagi Netter dari mana saja.

Ada beberapa masalah yang sama rasakan selama sekian tahun mengasuh Konkes ini, sbb:

Mengajukan pertanyaan yang sebenarnya bukan masalah yang penanya rasakan, tetapi hanya sebagai pengetahuan umum saja.

Mengajukan banyak macam pertanyaan yang tidak berkaitan, mirip pertanyaan ketika mengikuti Ujian akhir Dokter. Penanya seolah-olah ingin tahu apakah saya dapat menjawabnya atau tidak. Jadi sudah OOT ( out of topic ).

Banyak pertanyaan yang diajukan, padahal saya sudah menjawabnya berulang-ulang di web ini. Bila saja penaya mau memperhatikan kalimat anjuran agar searching dulu sebelum mengajukan pertanyaan maka sebenarnya jawabannya sudah tersedia sehingga tidak perlu bertanya lagi.

Mengajukan pertanyaan dengan kalimat seenaknya. Tidak menggunakan bahasa Indonesia yang baik, benar dan santun. Bagaimana saya bersemangat menjawabnya kalau sipenaya mengganggap dirinya sebagai Gue dan saya dianggap Elu. Sipenanya menganggap saya sebagai temannya atau dibawah derajatnya. Sungguh tidak menghargai orang yang diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah kesehatan yang diajukannya, apalagi mau mengucapkan terima kasih yang saya tidak membacanya.

Sebenarnya Ruang Konkes yang bersifat Nonprofit alias gratis ini sangat berguna bagi para Netter yang memerlukannya. Bagi saya sebenarnya tidak gratis karena biaya pulsa telepon tetap menjadi tangungan saya ketika saya uploading jawaban-jawaban ke Server Cirebon Elganet.

Digabung menjadi satu, maka saya merencanakan untuk menutup Ruang Konkes ini pada akhir tahun 2006. Pengumuman itu disambut dengan banyak email masuk ke mailbox saya yang meminta agar Ruang ini tetap eksis. Akhirnya saya membatalkan rencana saya itu dan Ruang Konkes ini sampai sekarang masih hidup. Entah sampai kapan.

Rahasia jabatan


Dokter, Pengacara, Pendeta, Pastur di dalam jabatannya memegang teguh rahasia jabatan yang berkaitan dengan pasien atau kliennya.

Bertahun-tahun saya selaku dokter praktek selalu terusik dengan masalah topik ini. Biasanya berhubungan dengan kwitansi sebagai tanda penerimaan uang, doctor fee. Pasien yang diganti biaya pengobatan oleh kantornya selalu meminta dituliskan Diagnosa ( penentuan penyakitnya ) pada Kwitansi tsb.

Pada mulanya saya menolak menuliskannya kana ini menyangkut Rahasia Jabatan. Keesokan harinya pasien wanita yang bekerja di salah satu Bank datang kembali dan ia minta agar saya dapat menuliskan Diagnosa penyakitnya agar ia mendapat penggantian biaya berobat dari kantornya. Dengan persetujuan pasien akhirnya saya menuliskan Diagnosa penyakit di atas kwitansi.

Saya menjelaskan bahwa membocorkan Diagnosa pasien kepada pihak ketiga ( suami, isteri, bendahara dll ) tidak boleh dilakukan kecuali atas persetujuan pasien.

Kalau seandainya pasien menderita sakit G.O. ( Gonorrhoe, kencing nanah ) setiap berobat setiap bulan, tentulah Bendahara atau atasan di kantornya mengetahui penyakit karyawannya sendiri. Hal ini akan membuka aib sang karyawan kepada orang-orang lain.

Muncul pertanyaan selanjutnya: bila Diagnosa penyakit ditulis dalam istilah Latin ( yang berlaku umum di dunia medis yang dapat dibaca oleh semua dokter di seluruh dunia ), apakah sang Bendahara kantor pasien dapat memahaminya? Entahlah. Itu urusan mereka.

Akseptor KB


Kepercayaan kepada seorang Dokter bagi pasien ada benarnya. Bila Dokternya sedang ke luar kota atau alasan lain sehingga sang Dokter tidak praktek, maka pasien tsb tidak mau berobat kepada Teman Sejawat lainnya.

Saya dan isteri sama-sama dokter umum. Ketika isteri sedang keluar kota untuk beberapa hari, saya menggantikan praktek sorenya. Saya memasang pengumuman bahwa praktek digantikan oleh saya dengan mencantumkan nomer SIP ( Surat Ijin Praktek ) saya agar para calon pasien yg mau berobat dapat mengetahuinya.

Datanglah seorang akseptor Suntik KB yang ingin mendapatkan suntika ulangan yang biasa dilakukan setiap 3 bulan sekali. Ketika sudah dipersilahkan duduk, ibu akseptor KB ini bertanya " Mana Ibu Dokternya"
Saya menjawab bahwa istri saya sedang ke luar kota dan digantikan oleh saya seperti pengumuman di pintu masuk Ruang Praktek. Ia tidak bersedia disuntik oleh saya, meskipun soal suntik menyuntik di bokong sudah biasa bagi saya, tetapi rupanya sang akseptor malu bila bokongnya disuntik oleh dokter laki-laki. Ibu ini lebih baik pulang dan menunggu kedatangan isteri saya. Saya katakan bila anda malu suntik di bokong, suntikan dapat dilakukan pada lengan atas. Sang akseptor menggelengkan kepalanya. Ya udah mau apa lagi. Saya katakan jangan campur dulu dengan suami sebelum disuntik ulang.

Pasien seperti ini sedikitnya ada 3 orang.
Fakta ini mendukung pernyataan bahwa sugesti yang telah terbentuk yaitu kepercayaan kepada seorang Dokter tidak mudah digantikan oleh Dokter lain. Bagaimana kalau sang Dokter sudah tidak praktek lagi? Saya tidak bisa menjawabnya.