Senin, Desember 31, 2012

Manager disease



Saat saya masih kuliah di Fakultas Kedokteran tahun 1970-an, penyakit Maag ( Gastritis, Dispepsia ) sering diderita oleh para Manager perusahaan. Penyakit ini sering disebabkan oleh adanya Stress atau terlambat makan. Oleh karena itu di buku teks penyakit yang satu ini disebut sebagai: Manager disease.

Dimasa sekarang, penyakit ini tidak hanya diderita oleh para manager saja, tetapi sudah meluas kepada golongan masyarakat lainnya seperti: murid sekolah, karyawan, ibu rumah tangga dan lain-lain. Penyebabnya mirip dengan para manager.

Stres di dalam kehidupan kita selalu ada. Para murid sekolah, stres karena takut tidak lulus ujian. Para Karyawan, stres karena takut di PHK. Ibu Rumah Tangga, stress karena gaji suami tidak cukup untuk kebutuhan Rumah Tangga setiap bulannya, karena harga kebutuhan pokok rumah tangga kian hari kian melonjak.

---

Suatu sore datang berobat Ibu N, 40 tahun. Keluhannya perut sering nonjok ( nyeri di ulu hati ) sejak 1 minggu yang lalu. Ternyata Ibu N ini menderita Manager disease.

Dalam anamnesa ( wawancara penyakit ), Ibu N tidak sering terlambat makan, meskipun makan seadaanya. Keluarga Ibu N tergolong keluarga kecil dengan 3 orang anak. Yang seorang masih usia Balita, yang dua anak lainnya sudah duduk di bangku Sekolah Dasar. Suami Ibu N adalah karyawan di sebuah toko kelontong dengan gaji yang pas-pasan. Ibu N yang seorang ibu rumah tangga sering mengeluh kepada suaminya bahwa uang yang diterima setiap bulannya tidak mencukupi untuk kebutuhan keluarga. Sudah banyak pinjaman Ibu N di warung-warung tetangga rumahnya yang belum bisa dilunasi.

Ibu N sudah berobat ke Puskesmas terdekat, tetapi penyakitnya belum sembuh juga. Ya selama penyebab dasar penyakitnya belum teratasi maka penyakitnya akan hilang timbul.

Saya menyarankan kepada Ibu N agar ia dapat juga bekerja membantu pendapatan sang suami. Bisa bekerja sebagai pembantu rumah tangga yang harian lepas ( tidak usah bermalam di rumah majikan ), atau bekerja sebagai tukang cuci pakaian tetangga yang membutuhkan tenaganya. Dengan demikian diharapkan dengan uang lelah yang ia terima dapat membantu keperluan keluarganya. Jadi Stressnya dapat berkurang dan penyakit Manager diseasenya dapat sembuh.

Saya membuatkan resep obat penetral asam lambung dan tablet anti stress yang generik untuk Ibu N ini. Doctor fee tidak saya pungut bagi Ibu N ini. Semoga saran saya dapat dipertimbangkan oleh Ibu N dan semoga penyakitnya lekas sembuh. Amin.-

"Happy New Year 2013"


"Happy New Year 2013"


Minggu, Desember 30, 2012

Surat Keterangan Kematian



Kisah ini terjadi beberapa bulan yang lalu.
Suatu sore sekitar pukul 15.00, saya kedatangan Pak RT kami. Maksud kedatangannya adalah untuk memanggil saya, karena ada tetangga kami yang meninggal dunia.

Dengan berjalan kaki kami menuju rumah pasien yang konon sudah meninggal dunia. Rumahnya terletak di pinggir jalan raya, berjarak sekitar 300 meter dari rumah saya. Menurut salah seorang Bapak yang kami temui di rumah itu. Pak O, 80 tahun sudah dibawa ke rumah duka.

Pak O hidup sebatang kara, tidak berkeluarga. Siang itu datang salah seorang sanak familinya yang datang dari kota Bandung. Maksud kedatangannya adalah untuk menengok Pak O ini. Saat ia tiba di rumah Pak O, pintu rumahnya terkunci dari dalam. Ia minta bantuan Pak RT dan Pak RW setempat untuk membuka dengan paksa pintu rumah Pak O. Rumahnya tidak terawat seperti tidak berpenghuni.

Saat itu Pak O ditemukan di atas tempat tidurnya, dalam keadaan sudah meninggal dunia. Pak rencananya akan dikremasikan. Pengurus Rumah Duka meminta agar dibuatkan Surat Keterangan Kematian dari Dokter setempat. Surat ini diperlukan untuk administrasi penguburan, kremasi atau dibawa ke kota lain.

Saya memeriksa jenasah Pak O yang saat itu sudah berada di dalam peti mati yang belum ditutup. Jenasahnya ditutup oleh selembar kain putih. Saat saya membuka kain iutu, tampak kepala Pak O yang sudah tidak normal alias sudah menjadi tengkorak. Wajahnya tidak berdaging dan berkulit lagi. Wah…ini berarti kematiannya sudah beberapa bulan yang lalu.

Pak O yang malang ini kemungkinan besar sudah meninggal beberapa bulan yang lalu dan tidak ada yang mengetahuinya. Tetangganyapun tidak mengetahui rumah tersebut ada penghuninya atau tidak, sebab sudah beberapa bulan rumah itu tidak terawat.

Kasihan benar Pak O yang hidup sebatang kara ini, meninggalpun tidak ada yang mengetahuinya. Kalau sanak familinya dari Bandung tidak datangpun, tidak akan diketahui kalau Pak O ini sudah meninggal dunia.

Selama menjadi dokter praktik, baru kali itu saya menemui pasien yang sudah menjadi jenasah yang sudah menjadi tengkorak. Segera saya membuatkan Surat Keterangan Kematian bagi Pak O ini.-

Sabtu, Desember 29, 2012

Pasien lama ( 02 )


Kemarin sore datang Pak H, 52 tahun mengantar seorang pemuda, Sdr. R, 18 tahun.

Saya bertanya “Siapa yang mau berobat, Pak?”

Pak H menjawab “Ini, Dok anak saya R.”

Saya bertanya lagi “Namanya siapa ya”

“Namanya R, Dok.”

Saya menjawab “R, putra Bapak yang dulu sering berobat?”

“Benar, Dok. sekarang ia batuk pilek dan ada batuk sudah 3 hari tidak sembuh-sembuh.”

Saya diam sejenak dan berpikir nama R serasa tidak asing bagi saya, sebab Pak H yang pasien saya ini sering mengantar seorang anak Balita sejak usia 3 tahunan datang berobat.

Sekarang ia sudah menjadi seorang pemuda, yang tinggi badannya sama dengan ayahnya, sudah berkumis. Jauh benar penampilannya dengan anak Balita yang 15 tahun yang lalu datang berobat kepada saya.

Kalau sang pasien saat ini sudah besar berarti sang dokter sudah lanjut usianya seperti saya ini. Saya tidak menyangka ada banyak pasien yang sejak lama berobat masih setia datang untuk berobat kepada saya.

----

Pak U pasien lama saya juga yang sejak 23 tahun yang lalu berobat pertama kali kepada saya. Pak U, 70 tahun juga beberapa minggu yang lalu datang berobat. Kisah Pak U ini saya tulis dalam artikel “Pasien lama” di Blog ini.

Selamat pagi.-

Jumat, Desember 28, 2012

Digigit Ular



( foto ilustrasi )




Pada artikel lain di Blog ini saya pernah menulis kasus pasien yang digigit hewan: Tikus dan Kucing.

Kali ini saya menulis artikel kasus pasien digigit hewan lain yaitu Ular.

Kejadiannya sekitar bulan November tahun 2011.
Saat saya buka praktik sore hari, datanglah 2 orang laki-laki, pasien Pak A, 30 tahun yang diantar oleh ayahnya Pak B, 50 tahun.

Pak A saat membersihkan halaman rumahnya yang di pedesaan, ia melihat ada seekor ular warna Hitam sepanjang 50 sentimeteran. Pak A bermaksud mengusir ular itu dengan sapu lidi. Saat ular itu disentuh dengan sapu lidi, ia melonjat dan menggigit jari tangan kanan Pak A.

Pak A kaget tidak menyangka ular itu akan menyerangnya. Gigitan ular itu terlepas setelah Pak A menggoyang-goyangkan tangan kanannya. Ular itu segera menjauh memasuki semak belukar yang ada disekitar itu.

Pak A melihat bekas gigitan ular itu berdarah. Segera Pak A menyedot luka gigitan ular tadi dengan maksud bila ular itu berbisa maka bisa ular dapat dikeluarkan melalui sedotan tersebut.

Pak A melaporkan kejadian itu kepada ayahnya Pak B. Oleh Pak B, pasien diantar ke tempat praktik saya.

Pada pemeriksaan fisik ( tekanan darah dan lain-lain ) dalam batas normal. Pada jari telunjuk tangan kanan Pak A tampak 2 tusukan bekas gigitan ular tadi. Jaringan disekitarnya tampak sedikit edema ( bengkak ) dan hyperemia ( kemerahan ). Tampak Pak A merasa kesakitan pada jari telunjuk kanannya.

Saya mengikatkan sebuah kain pembalut di pangkal jari telunjuk kanan pasien untuk mencegah penyebaran bisa ular ( kalau memang ular itu berbisa ). Saya berharap ular itu tidak berbisa.

Oleh karena saya tidak mempunyai ABU ( Anti Bisa Ular ) yang hanya ada di Rumah Sakit, segera saya membuat Surat Rujukan ke Rumah Sakit Tentara ( ABRI ) yang ada di kota kami untuk minta diberikan suntikan ABU kepada pasien saya ini.

Beberapa hari kemudian dan sampai saat ini Pak A ini tidak datang kembali ke tempat praktik saya. Semoga Pak A dalam keadaan sehat. Amin.-

Digigit Kucing





Suatu sore seorang Ibu, Ibu KS, 50 tahun datang untuk berobat.
Keluhannya ada luka di tangan kirinya.

Saya bertanya “Kenapa tangan Ibu bisa luka?”

Ibu KS menjawab “Habis digigit kucing,Dok.”

Ha…saya terkejut mendengar jawabannya, sebab jarang ada laporan orang digigit Kucing. Kalau digigit Anjing sudah banyak terjadi.

Saya bertanya lagi “Bagaimana ceritanya tangan Ibu bisa digigit kucing? Apakah itu kucing peliharaan Ibu sendiri?”

Ibu KS menjawab “Kucing tetangga, Dok. Saat itu ada seekor Kucing yang masuk ke rumah saya, lalu saya usir. Eh..tidak disangka Kucing itu malah menggigit tangan kiri saya sehingga luka.”

O…rupanya Kucing itu merasa terganggu karena tidak boleh memasuki rumah Ibu KS atau ia sedang mempunyai anak, jadi ia galak dan bersifat agresif.

Beruntung lukanya bukan luka robek sehingga tidak membutuhkan jahitan kulit. Saya membuatkan resep obat antitiokika kapsul, tablet anti nyeri dan tablet anti peradangan. Lukanya dibalut kasa pembalut setelah diberi larutan Betadine.

----

Lain waktu ada juga 2 orang pasien yang digigit hewan lain yaitu Tikus. Pasien yang satu digigit Telinganya dan pasien yang lain digigit ibu jari kakinya. Mereka suatu malam tidur di lantai rumah mereka sebab saat itu musim kemarau sehingga udara cukup panas di daerah kami kota Cirebon. Tidur dilantai dengan alas tikar lebih nyaman. Eh..saat tertidur mereka digigit Tikus. Wah…galak juga ya Tikus-tikus itu. Rupanya mereka sedang lapar dan mencoba memakan Telinga dan Jempol kaki orang yang sedang tidur.

Kamis, Desember 27, 2012

Resepnya hilang



Kemarin sore ada seorang Ibu, Ibu K, 60 tahun datang berobat.
Ia diantar oleh putranya, Pak S, 35 tahun.

Ibu K mengatakan bahwa ia menderita darah tinggi ( Hipertensi ) dan obatnya sudah habis. Ia ingin kontrol tekanan darahnya.

Pada pemeriksaan tekanan darahnya 160/90 mmHg. Tidak ditemukan kelainan lain pada pemeriksaan fisik Ibu K ini.

Saya membuatkan resep obat untuk Ibu K berupa tablet Anti hipertensi tertentu dan tablet Multivitamin. Setelah itu Ibu K dan Pak S mohon pamit kepada saya dan meninggalkan Ruang Periksa saya.

Setengah jam kemudian saat saya sedang melihat siaran TV di Ruang Keluarga terdengar dering telepon. Ternyata Pak S yang menelepon “Selamat sore, Dok, saya Pak S yang tadi berobat mengantar Ibu saya, Ibu K.”

Saya bertanya “Ya, ada apa Pak?”

Pak S menjawab “Dok, kami sudah berada di sebuah Apotik untuk membeli obat, tetapi resepnya kok hilang. Bisakah disebutkan apa nama obatnya?”

Saya berpikir “Hilang…? kemanakah resep obat itu?”

Saya yang duduk di depan meja periksa segera mencari apakah resep obat itu masih ada di atas meja? Benar saja saya melihat selembar resep obat untuk Ibu K. O…rupanya resep obat itu tidak terambil saat mereka pamit dan keluar dari Ruang Periksa saya.

Saya berkata kepada Pak S “Pak, resepnya masih ada diatas meja saya. Mau diambil?”

Pak S menjawab “TIdak usah, Dok. Tolong disebutkan saja apa nama obat yang Dokter tulis untuk ibu saya.” Jarak antara Apotik itu dan tempat periksa saya rupanya cukup jauh, sehingga lebih praktis kalau disebutkan saja apa nama obatnya. Beruntung nama obat itu bisa dibeli tanpa resep dokter.

Saya menyebutkan nama kedua obat dan vitamin yang saya tulis untuk Ibu K.

Pak S berkata lagi “Terima kasih, Dok. Met sore.”

Selama saya menjadi dokter praktik belum pernah menghadapi kejadian serupa ini. Ada pasien yang ketinggalan resep obatnya. Komunikasi via telepon ternyata banyak manfaatnya, paling tidak untuk kejadian kehilangan resep obat ini.-

Terkun



Istilah Terkun atau Dokter dukun pernah beberapa kali saya alami.
Seorang Dukun kalau mengobati seseorang sering kali tidak melihat pasiennya dan langsung memberikan pengobatannya. Kalau saya seorang dokter tidak memeriksa pasien dan hanya mendengar riwayat penyakit seorang pasien, lalu memberikan pengobatan, mirip seorang dukun saya menyebutnya sebagai Terkun atau Dokter dukun. Tentu ini tidak sesuai dengan ketentuan profesi dokter yang seharusnya mendengar anamnesa ( wawancara penyakit ), melakukan pemeriksaan fisik, melakukan pemeriksaan penunjang kalau diperlukan ( laboratorium, Foto, USG, MRI dll yg diperlukan sesuai dengan penyakit yang diderita pasien ). Setelah Diagnosa diketahui, barulah dokter memberikan terapi ( pengobatan ).

Terkun dapat terjadi bila keluarga pasien datang dan memohon dengan sangat agar dokter dapat memberikan terapi kepada pasien yang tidak dapat datang memeriksakan dirinya.

----

Kemarin sore datanglah Ibu N, 68 tahun diantar oleh putranya Pak L, 55 tahun.

“Silahkan masuk, Bu” kata saya mempersilahkan mereka masuk Ruang Periksa.

“Siapa yang mau berobat?”

Ibu N menjawab “Begini Pak Dokter, yang sakit adalah suami saya.”

Saya berkata lagi “Baik, mana suami Ibu?”

“Suami saya tidak mau datang untuk berobat, meskipun kami sudah membujuknya untuk datang berobat.”

Saya pikir “wah seperti anak kecil saja yang takut kalau melihat dokter.”

“Kalau begitu saya tidak dapat memberikan pengobatan untuk suami Ibu” kata saya.

“Tolonglah kami , Dokter.”

“Baiklah, suami Ibu mengeluh apa?” saya ingin tahu lebih lanjut.

“Suami saya kalau buang air besar ada darahnya, sudah beberapa hari ini, Dok” kata Ibu N.

“Ada demam? Darahnya bercampur dengan kotorannya? Atau darahnya menetes setelah buang air besar ( gejala penyakit Wasir )?” saya bertanya lebih lanjut.

“Suami saya tidak menderita demam dan darahnya tidak menetes tetapi bercampur dengan kotorannya” jawab Ibu N.

Saya menduga suami Ibu N ini menderita Radang Saluran Pencernaan, semacam Disentri.
Setelah berpikir sejenak, saya berkata kepada Ibu N “Baiklah , Bu, saya tidak memeriksa suami Ibu, jadi saya sebenarnya tidak begitu yakin akan penyakit suami Ibu. Saya akan memberikan resep obat untuk suami Ibu, kalau dalam 2 hari belum sembuh, ajaklah suami Ibu kesini untuk saya periksa lebih lanjut ya.”

Saya membuatkan resep 2 macam obat berupa kapsul antibiotika dan tablet anti diare untuk suami Ibu N ini. Semoga suaminya sembuh.

----

Kejadian yang serupa juga terjadi pada tahun 1990 an, saat saya masih menjadi Kepala sebuah Puskesmas di sebuah Kecamatan. Pada suatu Rapat Tingkat Kecamatan semua instasi tingkat kecamatan ( kesehatan, pendidikan, kelurahan dsb ) hadir.

Sebelum rapat dimulai, seorang Bapak dari Dinas Pendidikan menghampiri saya.
Pak L, 45 tahun berkata “Dok, saya mau minta tolong.”

Saya menjawab “Apa yang dapat saya bantu untuk Bapak?”

Pak L berkata lagi “Dok, putra kami, umur 2 tahun menderita demam sudah 2 hari, tidak mau turun dari tempat tidur. Ia juga ada batuk, pilek dan tidak mau makan, Dok. Saya mau minta resep obat dari Dokter untuk putra kami. Tolonglah, Dok.”

Saya menjawab “Saya tidak memeriksa putra Bapak, bagaimana mau memberikan resep obat. Dimana rumah Bapak.”

Pak L menjawab “Rumah saya jauh, Dok. 5 km dari sini. Dokter tidak usah datang ke rumah kami. Berikanlah resep obat untuk putra kami, Dok.”

Wah sugesti Pak L ini besar juga yang begitu yakin kalau saya dapat menyembuhkan sakit putranya tanpa melihatnya lagi. Wah saya jadi Terkun lagi ini.

Saya menuliskan resep obat gratis di atas blangko lembaran resep dokter yang selalu saya bawa dalam tas saya.

Saya menyerahkan resep obat generik itu 2 macam, yang satu racikan puyer anti Flu dan yang satu lagi obat antibiotika untuk putra Pak L.

Bulan berikutnya pada Rapat Kecamatan yang rutin dilakukan kami bertemu lagi.
Saya bertanya kepada Pak L “Pak, bagaimana putra Bapak yang sakit bulan lalu, apakah sembuh?”

Pak L menjawab dengan wajah yang cerah “Terima kasih banyak ya, Dok. Putra saya sembuh. Setelah minum obat dari Dokter, besoknya sudah tidak demam lagi, putra kami itu sudah lari-lari lagi. Obatnya terus saya minumkan sampai habis, Dok.”

“Sukurlah kalau begitu. Semoga putra Bapak tetap sehat ya” kata saya.
Saya membatin “Wah, hebat juga ya saya ini, tanpa memeriksa pasien, pasien dapat sembuh. Jadilah saya ini Terkun. Apa boleh buat.”

----

Selamat pagi.-

Rabu, Desember 26, 2012

Hidup sebatang kara


Kemarin sore datang berobat seorang Ibu. Ibu M, 76 tahun ini datang diantar oleh seorang bapak, Pak L, 74 tahun.

Keluhan Ibu M ini kedua kakinya bengkak sejak lama. Saat memasuki Ruang Periksa Ibu M jalan tertatih-tatih, badannya bungkuk, tanda usia sudah lanjut.
Pada wawancara Ibu M berkata bahwa ke 2 kakinya sejak lama ada bengkak ( ia lupa sudah berapa lama ), obat yang diberi oleh Puskesmas sudah habis, ia ingin kontrol tekanan darahnya.

Pada pemeriksaan fisik di dapatkan sudah banyak giginya yang tanggal, tekanan darah: 190/100 mmHg ( tinggi ), otot anggota gerak sudah atrofi ( mengecil ). Ibu M diperiksa sambil duduk di kursi, sebab agak repot kalau naik ke atas bed pemeriksaan, mengingat usia dan keadaan fisiknya.

Ibu M ini menderita Hipertensi ( darah tinggi ).

Pada wawancara Kakaknya, Pak L, mengatakan bahwa Ibu M ini tidak mempunyai suami. Ia mengangkat seorang anak pungut laki-laki yg sudah menikah dan hidup serumah dengan Ibu M. Anak pungutnya ini sibuk bekerja, tetapi ia dan isterinya tidak mau merawat Ibu M. Kok aneh, ya anak ( meskipun anak pungut tidak mau merawat Ibunya ). Pak L berkali-kali mengajak kakak perempuannya ini ( Ibu M ) tinggal dengan keluarga Pak L di kota Bandung, tetapi Ibu M tidak mau. Ibu M tidak mau meninggalkan rumahnya di kota Cirebon ini. Banyak Lansia yang tidak mau meninggalkan rumahnya, meskipun hidupnya dalam keadaan susah.
Saya prihatin sekali melihat hidup Ibu M yang sebatang kara ini, tidak punya suami dan anak kandung.

Setelah menerima resep obat, Pak L dan Ibu M meninggalkan Ruang Periksa saya.

Saya membatin kok ada ya seorang anak yang dipelihara oleh seorang Ibu dan saat diusia senjanya anak pungut ini tidak mau merawat Ibu pungutnya ini.

Minggu, Desember 23, 2012

Merry Christmas 2012


"MERRY CHRISTMAS 2012"

Selasa, Desember 18, 2012

Dering HP yang menjengkelkan




Sore ini datang berobat Pak M, 55 tahun. Pak M ini pasien langganan saya. Ia mengeluh kepalanya pusing sejak 2 hari yang lalu.

Pada pemeriksaan tekanan darahnya 180/80 mmHg. Biasanya tekanan darahnya tidak setinggi ini.

Saya berkata “Pak, tekanan darahnya tinggi nih.”

Pak M bertanya “Berapa, Dok.”

“180/80, Pak” kata saya.

Sesaat kemudian terdengar bunyi suara panggilan telepon. Ternyata itu suara HP Pak M. Di atas bed pemeriksaan Pak M mengeluarkan sebuah HP dari kantong celana panjangnya.
Terdengar suara Pak M “Halo, dari mana ini? Bla…bla…”

Saya yang saat itu sedang melepaskan manset tensimeter, dicuekin oleh Pak M.
Pasien sedang diperiksa, kok mau menerima panggilan dari HP nya. Semestinya ia tidak menjawab dahulu panggilan HP nya itu sebelum Dokter selesai memeriksanya. Saya jengkel juga akan sikap pasien saya ini. Kalau terpaksa ia sedang menunggu panggilan dari seseorang melalui HP nya, bukankah ia bisa berkata “Dok, bolehkah saya bicara melalui HP ini? Atau perkataan yang lainnya yang maksudnya ia minta ijin dari dokternya untuk bicara saat ia diperiksa.

Kejadian ini bukan sekali ini saja tetapi sudah sering terjadi.

Ada pasien lain saat ada panggilan dari HPnya , ia langsung mematikan HPnya dan tidak menghiraukan panggilan dari HP nya. Saya menghargai sikap pasien yang ini.

Selamet sore.-

Sabtu, Desember 15, 2012

Bazar GKI Pengampon


Dalam rangka memperingati Hari Natal 2012, Gereja kami, GKI Pengampon Cirebon mengadakan suatu acara Bakti Sosial berupa Bazar. Bazar ini diadakan pada hari Sabtu tanggal 15 Desember 2012 bertempat di Gedung Pertemuan Yakin.

Jarak antara rumah kami dan Gedung Yakin sekitar 200 meter saja. Oleh karena bertetangga saya mengajak isteri saya pukul 10.00 mengunjungi Bazar ini. Tiba di gedung Yakin kami melihat ada 2 Pendeta Pria, 1 pendeta Wanita gereja kami dan Majelis Jemaat yang merupakan Panitia dari Bazar ini.

Setelah bersalaman dengan para Panitia, kami mulai melihat-lihat semua stand yang ada di dalam gedung ini. Pertemuan kami ini berlangsung santai, ramah dan diselingi ketawa.

Disebelah kiri ada semacam kios yang menjual dengan harga murah paket sembako berupa: Beras, Kecap, Gula pasir, dan Minyak goreng. Kami melihat banyak juga masayarakat yang membeli paket sermbako ini. Mereka adalah masyarakat di sekitar gedung Yakin. Ada beberapa Ibu-ibu yang saya kenal adalah tetangga rumah kami yang membeli paket sembako ini. Kios ini paling banyak dikunjungi oleh masyarakat.

Di stand makanan kami membeli 1 porsi Batagor ( Baso Tahu Goreng ), 1 bungkus Lunpia goreng dan 1 gelas plastik Es teh. Sambil duduk di kursi yang tersedia kami menikmati makanan yang kami beli ini. Kami ngobrol dengan beberapa Ibu yang kami kenal adalah anggota GKI Pengampon.

Selain Batagor, ada juga stand yang menjual: Nasi pecel, Snack berupa kue-kue, Lomie ( mie diberi sayur Kangkung dan disiram kuah kecap yang ditaburi irisan daging ayam ), Air teh dingin dan lain sebagainya.

Diatas podium kami mendengar suara musik dari sebuah band yang dimainkan oleh para Remaja GKI Pengampon. Masyarakat yang membeli paket Sembako terus berdatangan, maklum harganya cukup murah.






Pukul 11.00 kami pamitan untuk pulang ke rumah.

Rabu, Desember 12, 2012

Banyak pasien?



Sore ini datang serombongan tamu yang datang ke Ruang Tunggu pasien.
Terdengar bunyi pintu sebuah Minibus tertutup dan ada sekitar 6 orang memasuki Ruang Tunggu.

Saya membuka Pintu Ruang Periksa dan mempersilahkan pasien, Pak S, 34 tahun. Ia diantar oleh isterinya dan Ibundanya. 3 orang ini masuk ke Ruang Periksa dan 3 orang yang lain duduk di Ruang Tunggu. Mereka ternyata cucu dari Ibunda Pak S dan supir Minibus tadi.

Kalau dilihat dari luar sepertinya saya mempunyai banyak pasien, sebenarnya pasiennya seorang, tetapi yang mengantarnya ada banyak. Selesai pasien berobat merekapun serentak meninggalkan Ruang Tunggu pasien. Ruang Tunggu pasien sepi kembali.

Hal ini biasa terjadi bila ada pasien dari jauh ( Kabupaten ) yang datang berobat. Ada banyak pengantar yang menyertai pasien. Mungkin juga mereka sekalian shopping atau sekedar jalan-jalan.

Keluhan Pak S demam sejak 1 minggu yang lalu terutama pada malam hari. Saya membuat diagnose: observasi febris dengan diferensial diagnosis: Tipes perut dan Infeksi Saluran Kencing. Saya memberikan resep obat: kapsul antibiotika, tablet penurun demam dan tablet multivitamin.

Semoga lekas sembuh, Pak.-

Sabtu, Desember 08, 2012

Tidak suka makan sayur



Sore ini datang Pak D, 35 tahun. Keluhannya nyeri ulu hati dan sekitar pusar sejak 2 hari yang lalu.

Pada pemeriksaan fisiknya dalam batas normal, hanya ada sedikit nyeri tekan daerah ulu hati ( maag ) pada pemeriksaan palpasi ( pemeriksaan perabaan ).

Pak D menderita Dispepsia dan sembelit ( susah buang air besar ).

Saya bertanya kepada pasien “Kalau buang air besar berapa hari sekali?”

Pak D menjawab “Kadang 2 hari, kadang 3 hari sekali, Dok.”

Saya bertanya lagi “Apakah anda suka makan sayur saat makan?”

Ia menjawab “Jarang, Dok.”

“Apakah anda tidak suka sayur atau buah-buahan?”

“Suka, Dok tapi jarang makan.”

Saya berkata lagi “Iya mungkin anda sibuk atau tidak ada yang memasak makanan untuk anda. Begini saja, masukkan segala sayuran yg segar misalnya Bayam, Brokoli, Tomat, Apel dll lalu diblender. Minumlah pakai sedotan plastik yang besar. Minumlah setiap pagi setelah anda sarapan. Sayuran dan buah-buahan itu sumber serat nabati dan juga sumber Vitamin A, Vitamin C juga sumber Mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita. Kalau tidak makan sayur maka pencernaan akan terganggu. Bila makan sayuran maka proses buang air besar akan lebih mudah karena isi usus banyak mengandung serat nabati. Serat nabati ini merangsang gerakan peristaltik usus yang akan mendorong isi usus ke anus setiap pagi.”

Pasien mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju.

Saya membuatkan resep obat untuk Dispepsi dan tablet yang mengandung Enzym untuk membantu pencernaannya.

Jumat, Desember 07, 2012

Pasien minta suntik


Hari Jumat, 7 Desember 2012, pagi hari sejak pukul 06.00 turun hujan. Hujan terus turun sampai siang dan sore hari. Jemuran pakaian tidak bisa kering.

Sekitar pukul 08.00 datang berobat Pak M, 55 tahun. Ia naik sepeda motor dan memakai jaket. Dihujan gerimis ia masih mau bepergian ke luar rumah.

Pak M ini pasien langganan saya, ia menderita Flu berat, mungkin karena cuaca dingin. Selesai diperiksa Pak M berkata “Dok, biasa saya minta disuntik.”

Pasien langganan saya ini memang kalau berobat selalu minta disuntik alasannya agar lekas sembuh. Kalau saya berkata “Tidak usahlah, minum obat saja pasti sembuh.”
Ia menolak dan berkata “Dok, saya minta disuntik, titik.”

Wah... ngotot juga nih pasien yang minta disuntik. Saya beri suntikan vitamin B di bokongnya agar badannya segar dan nafsu makannya baik. Setelah disuntik sang pasien tersenyum lebar, dengan keyakinan sakitnya cepat sembuh.

Semoga cepat sembuh, Pak.-

Kamis, Desember 06, 2012

Lebih mudah mencari Dokter dari pada mencari Tukang



Sore hari 2 hari yang lalu turun hujan besar di kota kami, kota Cirebon.

Saya memeriksa apakah ada plafond ( langit-langit ) rumah yang bocor.
Ternyata plafond di kamar mandi ada bercak air yang cukup banyak, berarti ada kebocoran dari atap rumah. Mungkin ada genting yang retak atau wuwungan atap yang retak sehingga air hujan dapat masuk dan membasahi plafond.

Malam itu juga saya mencari Tukang untuk membetulkan atap rumah kami. Ada 3 orang tukang bangunan rumah yang pernah dipanggil oleh saya untuk memperbaiki rumah. Nomer HP mereka saya catat. Semua Tukang yang saya hubungi menyatakan tidak bisa bekerja di rumah kami sebab masih bekerja di tempat lain. Ada seorang Tukang yang dapat membantu saya tetapi di hari Minggu. Hari Minggu berarti 4 hari lagi. Bagaimana kalau nanti malam turun hujan dan plafond akan makin rusak.

Saya membatin “Susah juga mencari Tukang. Lebih mudah mencari Dokter dari pada mencari Tukang.”

Keesokan harinya saya berbicara dengan Pak O, 50 tahun. Ia adalah seorang Tukang Becak yang biasa mangkal dekat dengan rumah kami. Dahulu sebelum menikah pekerjaannya adalah Tukang juga. Pak O bersedia membantu saya untuk memperbaiki atap rumah kami.

Setelah diperiksa ternyata ada wuwungan atap rumah yang retak akibat panas pada musim kemarau. Dengan menggunakan cairan merk “N” Pak O ini memperbaiki atau mencat bagian yang retak. Dalam waktu sekitar 1 jam selesai sudah tugas Pak O. Tidak sampai 1 hari bekerja, tugas memperbaiki wuwungan itu sudah selesai.

Saya lega, kalau nanti malam turun hujan semoga tidak ada air yang membasahi plafond rumah kami lagi.

Rabu, Desember 05, 2012

Pasien gratis



Pagi ini sekitar pukul 10.00 saya bermaksud membeli sebuah Kran ledeng di sebuah Toko Besi, tetangga saya.

Saat saya memasuki Toko Besi tersebut, saya bertemu dengan Ny. B, 55 tahun yang sedang duduk di dekat pintu masuk Toko tersebut. Ny. B adalah ibunda pemilik Toko ini. Sudah lama saya mengenal keluarga ini yang sering datang berobat kepada saya.

Melihat kedatangan saya , Ny. B berkata “Wah…kebetulan nih ada dokter. Dok, lutut kanan saya sering nyeri dan saya tidak bisa jongkok karena nyeri. Apa ya obatnya, dok?”

Saya memeriksa lutut kanan dan kiri Ny. B, Saat digerakkan lutut kanannya terasa nyeri. Saya pikir Ny. B sudah mulai Osteoporosis ( keropos tulang ) dan ada Osteoarthritis (OA ). Saya menuliskan resep di blangko resep yang selalu saya bawa dalam dompet saya untuk keperluan mendadak seperti saat ini. Saya menuliskan tablet pain killer dan tablet yang mengandung Glukosamin dan Chondroitin sulfat untuk Ny. B ini.

“Ini Nyonya obatnya, nanti dibelikan di Apotik terdekat ya. Semoga membantu,” kata saya sambil menyerahkan resep obat tersebut.

Ny. B menjawab “Terima kasih sekali, dokter,” sambil tersenyum kegirangan. Ia dapat resep gratisan dari saya.

Setelah mendapatkan Kran ledeng yang saya maksudkan, saya membayarnya dan langsung meninggalkan Toko Besi itu. Pagi ini saya sudah membantu orang lain lagi. Saya tersenyum sambil berjalan kaki pulang ke rumah.

Selasa, Desember 04, 2012

Pasien tidak datang


Pagi ini hari Selasa, 4 Desember 2012 pukul 06.15 saat saya membuka Inbox saya di gmail.com, terdengar panggilan telepon. Saya bertanya di dalam hati siapa ya yang menelepon pagi-pagi begini?

“Halo, met pagi.” kata saya.

“Dok, apakah benar ini tempat praktik dr. H ( isteri saya )?” terdengar suara seorang wanita.

Saya menjawab “Benar, Bu. Ada ada ya?”

“Saya mau daftar untuk berobat pagi ini.”

“Baik nama pasien siapa, umur berapa dan dimanaq alamatnya,’ saya bertanya.

“Nama pasiennya adalah I, umur 30 tahun, Jalan Anu nomer sekian.”

Saya berkata lagi “Baik, datanglah pukul 07.00 pagi ini.”

“Dapat nomer berapa, Dok.”

Saya menjawab “Nomer satu, Bu.”

“Terima kasih, Dok.” Ia memutuskan pembicaraan.

---

Ditunggu sampai pukul 09.30 sang pasien tidak datang juga. Kejadian seperti itu bukan sekali terjadi tetapi sudah berulang-ulang terjadi di lain waktu. Lalu saya bertanya dalam hati sebenarnya apa maksud mereka menelepon ke rumah kami dan mendaftarkan pasien yang ingin berobat, tetapi pasien tidak datang juga.

Kalaupun tidak jadi datang, mengapa tidak menelepon ulang dan mengabarkan bahwa pasien tidak jadi berobat. Mungkin tidak ada pulsa / pulsanya habis? Saya tidak tahu.

Selamat siang.-

Pasien lama


Hari Senin, 3 Desember 2012 sekitar pukul 14.00 saya menerima panggilan telepon dari seorang wanita.

Ia bertanya “Apakah ini tempat praktik dokter Basuki?”

Saya menjawab “Benar, ada apa Bu?”

“Saya ingin mendaftarkan ayah saya untuk berobat sore ini. Jam berapa buka praktiknya, dok?”

Saya menjawab lagi “Baik, nama pasien siapa, berapa umurnya dan dimana alamatnya. Praktik buka mulai pukul 16.00”

Ia menjawab “Pak U, umur 70 tahun, alamat di Jalan Anu nomer sekian, dok.”

“Baik sudah saya catat, Bu” saya menjawab lagi.

---

Pukul 16.15 datang Pak U, 70 tahun ke tempat praktik saya. Secara fisik Pak U masih baik, ia datang tanpa tongkat dan tidak dibantu berjalan oleh putranya yang mengantar datang ke tempat praktik saya.

Saya bertanya kepada pasien saya ini “Pak, apakah Bapak sudah pernah berobat kepada saya?”

Pak U menjawab “Sudah, dok. Ini Kartu Berobat saya.” Sambil menyerahkan sebuah Kartu Berobat warna putih yang pernah saya berikan saat pasien berobat kepada saya.
Saya melihat bahwa ia pernah sekali berobat pada tahun 1989. Setelah tanggal itu tidak ada cacatan ia berobat lagi, berarti ia hanya sekali pernah datang berobat kepada saya yaitu pada tahun 1989. Saya kagum kepada Pak U yang setia datang berobat kepada saya. Setelah tanggal tersebut mungkin juga Pak U pernah berobat kepada Dokter lain.

Pada tahun 1989 Pak U ini menderita Bronchitis dan terlihat obat-obat yang pernah saya tuliskan untuk Pak U ini. Saat ini Pak mengeluh ada rasa tidak nyaman di daerah ulu hatinya ( maag ).

Setelah saya periksa, saya memberikan resep obat untuk Pak U. Saya memberikan diskon doctor fee sebesar 40 % kepada Pak U ini. Pasien saya yang setia ini berobat sejak 23 tahun yang lalu, suatu kurun waktu yang cukup lama.

Saya bertanya kepada diri sendiri “Mengapa ada pasien yang sudah lama, masih mau datang kepada saya untuk berobat?” Mungkin sudah cocok atau ada sebab lain. Saya tidak tahu.-

Minggu, Desember 02, 2012

Kejang demam


Hari ini, Minggu pukul 14.30, ada seorang Ibu, Ibu M, 45 tahun berteriak memanggil-manggil saya “Dokter, dokter, tolong…” “ Dokter, tolong anak saya...”

Saya yang sedang melihat siaran TV, segera menghampiri Ibu M sambil berkata “Ada apa, Bu?”

“Tolong Dokter dapat ke rumah saya. Anak saya kejang.”

“Baik, saya akan mengambil peralatan saya dahulu” kata saya. Saya masuk ke dalam Ruang Praktik untuk mengambil Tas peralatan.

Saya pamitan kepada isteri saya bahwa saya akan dipanggil pasien ke rumahnya.
Ibu M mengendarai sepeda motornya dan saya diboncengnya, persis seperti naik ojek.
Rumah Ibu M sekitar 300 meter dari rumah kami.

Setiba di rumahnya saya melihat ada banyak warga setempat. Maklum ibu M ini membuka usaha warnet.

Saya melihat ada seorang anak laki-laki, S, umur sekitar 2 tahun sedang dipangku oleh seorang ibu yang lain. Seorang laki-laki, telunjuknya ada di dalam mulut pasien. Mungkin maksudnya untuk mencegah agar lidah pasien tidak tergigit. Saya minta sebuah sendok dan sehelai sapu tangan. Gagang sendok dibungkus sapu tangan tadi dan dimasukkan ke mulut sang pasien, untuk menggantikan telunjuk laki-laki tadi.

Tampak ke 2 lengan pasien kaku dan bergerak-gerak tidak teratur ( kejang ). Pasien tidak sadar.

Saya segera memasukkan obat anti kejang S, 5 mg, per rectum ( ke dalam lubang anus ). Setelah itu ke 2 bokong pasien dirapatkan agar cairan anti kejang tidak keluar lagi. Saya minta laki-laki tadi untuk memegangi bokong pasien. Tidak berapa lama pasien berteriak ( sadar?) dan terdengar ucapan syukur dari warga yang hadir di ruangan tadi.

Saya segera membuat resep obat berupa puyer anti panas dan anti kejang serta sebotol Antibiotika sirup.

5 menit kemudian pasien tampak lemas dan tertidur. Saya berkata kepada Ibu M, orang tua pasien bahwa pasien S sudah diberi obat anti kejang melalui lubang anusnya dan sekarang sedang tertidur, kejangnya reda. Nanti kalau pasien sadar, berilah minum memakai sendok. Lihatlah apakah ia sudah dapat menelan air minum tersebut yang menunjukkan refleks menelannya sudah berjalan kembali dan pasien sudah sadar. Kalau sudah dapat minum, berikanlah sirop dan bubuk puyer untuk mencegah demam dan kejang lagi.

Menurut Ibunya, pasien ini mendadak demam. Kemarin tidak apa-apa. Saat demam timbul kejang yang membuat panik orang tuanya yang segera memanggil dokter.

Penyebab demamnya saya tidak tahu. Mungkin pasien menderita ISPA ( Infeksi saluran Pernafasan Akut ), dan ada sedikit demam. Demam ini membuat kejang, sehingga disebut Kejang demam ( febris confulsi ).

Pada kasus demikian biasanya ambang kejangnya rendah, begitu timbul sedikit demam, pasien sudah menderita kejang.

Saya melihat pasien tampak tertidur dan saya mohon pamit. Semoga penyakit pasien S segera pulih kembali. Amin.

Selamat siang.-