Sabtu, November 15, 2008

Keracunan Durian




Minggu yang lalu datanglah seorang laik-laki yang hendak berobat. Pak Husen ( bukan nama sebenarnya ), 40 tahun, diantar isterinya, mengeluh buang air besar sebanyak 10 kali sejak 12 jam yang lalu.

Dari Anamnesa-tanya jawab riwayat penyakit- Pak H. kemarin sore membeli 5 buah Durian ( Durio kutejensis ) yang banyak dijual di pasar tradisionil. Setibanya di rumah Pak H. memakan buah Durian hampir semuanya. Isterinya yang tidak begitu suka bau Durian hanya mencicipi 2 biji Durian saja.

Beberapa jam kemudian Pak H. harus bolak balik ke toilet. Durian yang berkadar lemak tinggi menyebabkan diare. Tubuh Pak H terasa lemas. Keesokan harinya Pak H minta diantar oleh isterinya berobat ke dokter terdekat.

Setelah memeriksa tubuh Pak H. Semuanya dalam batas normal, kecuali turgor kulit-elastisitas- sedikit menurun yang menunjukan adanya dehidrasi-kekurangan cairan tubuh-ringan.

Sambil menuliskan resep untuknya, saya berkata “ Pak, lain kali jangan makan Durian banyak-banyak. Makanlah secukupnya saja.”
Pak H. mengangguk-anggukkan kepalanya.

Setelah Pak H. dan isterinya keluar dari ruang periksa, saya membatin “ Kalau senang atau makan enak, dokter dilupakan tetapi kalau sakit, dokter dicari-cari.”
Kasus Pak. H ini dapat dijadikan pelajaran bagi kita semua.

Senin, November 10, 2008

Ingatan Pasien


Bulan yang lalu ketika saya dan Pengurus Panti Wreda Kasih suatu panti jompo milik Gereja kami di kota Cirebon menerima rombongan dari suatu Gereja dari kota Jakarta. Dalam pertemuan itu Warga Panti juga turut hadir dalm ruangan pertemuan Panti.

Rombongan yang terdiri dari belasan orang itu bermaksud berkenalan, menghibur dan memberikan bingkisan bagi Warga Panti. Rombongan ini dipimpin oleh seorang pendeta. Pak Pendeta ini bernama Pdt. B berusia sekitar 60 tahuan. Acara demi acara dilakukan oleh rombongan ini dengan menarik perhatian para hadirin. Dalam acara Pembukaan, Pdt. B ini banyak berbicara tentang Gerejanya, maksud dan tujuan kedatangan rombongan yang dipimpinnya.

Ketika Pdt. B ini melihat saya duduk di tengah hadirin, beliau berkata bahwa ia masih ingat akan Dokter Basuki ( saya ) yang sudah menjahit luka dikakinya pada tahun 1980 an.

Gleg... aku terkejut mendengar pengakuan Pdt. B ini. Saya sudah lupa kejadian puluhan tahun yang lalu.

Katanya suatu pagi ketika naik motor di kota Cirebon ( kota asal Pdt. B ) mengalami kecelakaan lalu lintas. Kakinya tertabrak motor lain dan mengalami luka pada kaki kanannya. Ia mencari Dokter yang praktek pada pagi itu dan tiba di tempat praktek saya.

Setelah Pak Dokter memeriksa luka saya, katanya kemudian beliau dengan cekatan menjahit luka saya. Luka saya sembuh beberapa hari kemudian. Saya berterima kasih kepada Dokter Basuki.

Wah... saya jadi malu karena saya sudah lupa akan kejadian itu. Maklumlah ada banyak pasien dan kejadiannya sudah puluhan tahun yang silam sehingga saya tidak dapat mengingat satu per satu pasien saya.

Pdt. B bertanya kepada saya “Apakah Dokter Basuki masih ingat saya, Dok?”

Saya menjawab “Maaf, saya saya sudah lupa kejadian itu. Yang saya ingat saya telah menolong anda sebagai pasien saya saat itu. Saya juga tidak tahu bahwa pasien saya itu adalah seorang pendeta”

Grrr.. hadirin tertawa atau mentertawakan saya.

Pdt. B berkata lagi “Kalau saya masih ingat sudah ditolong oleh seorang Dokter, meskipun Dokter-nya sudah melupakan pertolongannya.”

Saya berkata “Tidak apa-apa Pak. Yang penting Bapak sudah sembuh. Terima kasih Bapak masih ingat saya.”

Pdt. B melanjutkan pembicaraanya di hadapan para hadirin. Saya tidak memperhatikan lagi pembicaraan Pdt. B, karena pagi itu saya terharu mendapat pengalaman satu lagi yaitu saya masih diingat oleh mantan pasien saya yang saat itu berdiri dan berbicara di depan saya. Saya berharap misi rombongan Gereja ini memberikan banyak manfaat bagi para Warga Panti Wreda Kasih yang saya layani dalam bidang kesehatan setiap hari Jum’at pagi. Amin.

Jumat, November 07, 2008

AC tidak dingin


“Harun, oli Mesin dan air Radiatornya sudah kamu periksa?” isteriku bertanya kepada Supir Kantor tempat isteriku bekerja.
“Sudah, Bu. Masih cukup, tinggal beli Bensin saja sambil keluar Kantor” sahut Pak Harun.

Lima orang karyawan lain segera memasuki Minibus Kijang keluaran tahun 1997 itu. Mereka akan mengadakan kegiatan mobile unit yaitu mengambil darah donor darah di salah satu Bank di kota kami. Hari itu 3 tim mobile unit yang bergerak untuk mengambil darah donor di tempat yang berlainan.

“Run, nyalakan AC nya, panas nih “ isteriku memberikan perintah kepada sang Supir.
“Oh iya Bu, kelupaan” sahut Harun.
Selang tak lama kemudian ada suara dari arah jok belakang “ACnya sudah dinyalakan belum Pak Harun?”
“Sudah, untuk bagian belakang silahkan tombol Blower tengah di-On-kan.”
“Kok hanya udara hangat saja yang keluar” kata Ningsih yang duduk di jok tengah.
“Wah kalau begitu, mungkin gas Freon-nya sudah berkurang” sahut Harun sambil mengemudikan Kijang itu.
“Iya sudah besok ke bengkel AC, sekarang sabar saja dulu, sebentar lagi juga kita sudah tiba di Bank itu “ isteriku menengahi pembicaraan stafnya.

Keesokan harinya sepulang dari kantor isteriku melaporkan kepadaku bahwa kunci pintu belakang Kijang dinasnya sulit dibuka. Untuk memperbaiki sewaktu jam kantor sangat sulit karena mobilitas isteriku cukup tinggi.
“Tolong kuncinya diperbaiki dan sekalian AC untuk bagian belakang Kijang itu minta diperiksa dan diperbaiki agar dingin” isteriku berkata kepadaku.

Aku membawa Kijnag Dinas itu ke sebuah toko variasi mobil langgananku. Aku melaporkan kepada temanku masalah Kijang tersebut.
Pak Beni segera memerintahkan seorang tehnisi untuk memperbaiki Pintu belakang dan seorang tehnisi untuk memeriksa AC.

Masalah pintu cepat diselesaikan, hanya ganjal rumah kunci pintu yang perlu diganti dengan yang lebih tebal. Masalah AC yang diperiksa oleh Pak Udin ini juga cepat selesai. Ia membuka kap mesin Kijang dan membuka Blower di di dalam Kijang bagian tengah

“Sudah Pak. Semua normal” kata Pak Udin.
“Normal? Tidak ada udara dingin kok normal sih!” aku protes.
“Semua normal, yang keluar udara hangat saja, hembusan fan blower. Tadi saya lihat di dalam blower itu tidak ada pipa-pipa gas Freon. Jadi yang keluar hanya udara hangat saja. Ternyata di dalam blower tidak ada unit pendinginnya, Pak. Di ruang mesin juga tidak ada pipa penyalur udara dingin ke Blower bagian tengah mobil. Jadi normal. Tidak ada unit pendingin ya tidak dingin udaranya” kata Pak Udin sambil tertawa.

Aku heran mengapa Blower terpasang tetapi di dalam Blower tidak ada pipa-pipa freon. Lalu untuk apa Blower itu dipasang di dalam Kijang itu.
“Mungkin tadinya ada Pak, tetapi karena rusak, maka tidak dipasang lagi. Hanya Fan yang bekerja menghembuskan udara hangat” kata Pak Udin.
“Jadi bagaimana solusinya Pak Udin?” aku bertanya kepadanya.
“Mesti di pasang satu unit blower dan pipa-pipa yang baru” sahut pak Udin.
“Berapa kira-kira harganya?” aku bertanya lagi.
“Sekitar satu setengah juta rupiah” sahut Pak Udin.
Wah cukup mahal, kataku di dalam hati. Tidak ada unit pendingin, ya tidak dingin udaranya. Suara itu masih teringat olehku.

Kejadian ini mirip dengan kisah seorang Ibu yang merasa mesin mobilnya hilang di sebuah halaman parkir.

------------

“Tolong bantu Pak, aku mau mundur” kata seorang Ibu yang baru saja keluar dari suatu Mall kepada Tukang parkir.

“Baik, Bu” sahut Tukang parkir.
Beberapa menit kemudian tidak terdengar suara mesin VW kodok Ibu itu, meskipun Ibu tadi sudah duduk di dalam mobilnya.
“Kok mesinnya tidak mau hidup” katanya kepada Tukang parkir.
Tukang parkir bermaksud membantu Ibu tadi lalu berkata “Buka saja kap mesinnya, Bu” katanya sambil berjalan menuju bagian depan VW kodok itu.

Ketika kap “mesin” itu terbuka, Tukang parkir berkata kepada Ibu itu “Ibu, disini tidak ada mesin mobil. Mesinnya hilang!”
Tergopoh-gopoh Ibu itu keluar dari dalam mobilnya. Ketika ia melihat di dalam kap “mesin” itu tidak ada apa-apa selain sebuah kain lap kumal, ia menangis dan berteriak “Mesin mobilku hilang. Mesin mobilku hilang. Bagaimana ini Tukang parkir tidak menjaga mobilku dengan baik. Siapa pencurinya, heh” ia memegang leher baju Tukang parkir.

“Saya tidak tahu, Bu. Bukan saya yang mengambilnya” sahut Tukang parkir dengan berteriak juga.
Keributan tadi menarik perhatian orang-orang disekitar halaman parkir itu.

“Sebenarnya ada apa?” kata seorang Bapak.
“Kata Ibu ini, mobilnya tidak dapat distater dan ketika kap “mesin” yang di depan mobil itu dibuka, mesin mobilnya tidak ada” kata Tukang parkir tadi menerangkan.

“Ya tentu saja mesinnya tidak ditemukan di situ” kata Bapak itu.
“Jadi mesin mobilku dimana?” tanya Ibu pemilik mobil VW tadi.
“Mesin mobil Ibu tidak hilang, memang tempatnya bukan di depan mobil tetapi terletak di belakang mobil. Cobalah tarik tombol ini untuk membuka kap mesin yang sesungguhnya” kata Bapak tadi.

Rupanya ia mempunyai mobil VW kodok juga.
Setelah terbuka kap mesin itu, ternyata mesin VW itu ada disana. Benar kata Bapak tadi, mesin VW ada dibelakang mobil, bukan di depan mobil. Mesin mobilnya tidak hilang.

Setelah diperiksa kenapa mesin tidak dapat distater, karena bensinnya habis. Tidak terkontrol dan Ibu pemilik VW itu lupa mengisi bensin sebelum berangkat ke Mall itu. Mesin dapat dihidupkan lagi setelah sepuluh liter bensin yang dibeli di pedagang bensin eceran di depan Mall, masuk ke dalam tangki bensin VW tadi.

“Terima kasih Pak, Bapak sudah menemukan mesin mobil saya.” kata Ibu pemilik VW tadi sambil menyalami tangan Bapak tadi.-