Jumat, Agustus 03, 2007

Manfaat curhat


Apakah curhat ada manfaatnya? Mungkin ada yang menjawab tidak ada dan ada pula yang menjawab ada manfaatnya. Bagi saya selaku dokter praktek umum ada manfaatnya seperti apa yang telah saya alami di dalam kisah ini.

Sejak bertahun-tahun bila ada gangguan listrik dirumah keluarga kami, Pak Budiman ( bukan nama sebenarnya ) selalu kami minta untuk mengatasinya ( ganti kabel, pasang generator set dll ). Pak B. ini akhirnya menjadi pasien saya. Semula keluhannya flu, pegel linu sampai susah tidur dan darah tinggi.

Tekanan darah Pak B 140/80 mmHg. Dengan resep obat tablet Antihipertensi generik yang saya berikan, tekanan darahnya dapat terkontrol. Setengah tahun kemudian Pak B datang berobat, dengan alasan ingin tahu berapa tekanan darahnhya. Saat itu saya mendapatkan tekanan darahnya makin tinggi 180/90 mmHg. Wah gawat nih pikir saya. Ternyata Pak B tidak minum obat anti hipertensi yang saya berikan itu secara teratur dan berkelanjutan. Bila keluhan sakit kepala atau susah tidurnya hilang, obat itu tidak diminum lagi. Padahal Hipertensi adalah penyakit yang bisu, yang tidak memberikan keluhan apa-apa. Tidak semua keluhan pusing atau susah tidur atau sering marah-marah merupakan gejala dari Hipertensi. Pusing juga dapat disebabkan oleh penyebab lain misalnya saat tanggung bulan bagi kebanyakan orang pada saat ini. Jadi mesti dicari apa penyebab pusing itu. Tanpa mengobati penyebabnya maka Hipertensi sulit diatasi, meskipun diberikan macam-macam obat .

Dari anamnesa ( tanya jawab riwayat penyakit ) penyebab Hipertensi Pak B ini adalah Stres menahun. Ya menahun, karena selama berbulan-bulan Pak B dirongrong oleh putra ( anak sulung dari 6 bersaudara ). Setiap bulan putranya itu yang minta uang untuk biaya rumah tangganya. Bila tidak diberi uang maka putranya akan melakukan perbuatan yang merusak termasuk memecahkan kaca-kaca di rumah ortunya. Demi kasih kepada putranya, Pak B tidak melakukan perbuatan untuk menghajar putranya. Dunia saat ini sudah terbalik. Mestinya bila anak sudah bekerja, dinikahkan dan sudah membentuk keluarga baru di rumah yang baru, maka anak ini dapat memberikan materi /uang bagi ortunya. Dengan demikian beban rumah tangga ortu menjadi lebih ringan. Bukan sebaliknya pihak ortu masih menanggung beban keluarga anaknya dan beban semakin berat.

Pak B bingung, marah, jengkel dan penyesalan yang timbul selalu dipendam dalam batinnya. Mau curhat, kepada siapa? Isterinya? Percuma karena tidak dapat membantu katanya. Kepada tetangganya? Malu, sebab rahasia keluarga akan bocor keluar dan akan heboh sekampung. Akhirnya pilihan jatuh kepada dokternya alias saya sendiri. Saya dianggap oleh Pak B adalah orang yang cocok untuk diajak bicara masalah keadaan keluarganya yang menjadi penyebab Darah tingginya.

Suatu sore tahun 2002 saat jam praktek Pak B datang ke tempat saya. Kebetulan saat itu tidak ada pasien yang berobat.
Saya bertanya "Ada keluhan apa Pak B?"
Pak B menjawab " Dok, saya merasakan tubuh saya tidak karuan. Pusing sudah 2 hari, susah tidur, mimpi buruk dll "
Ini tanda orang mengalami Stres berat. Saya sudah hafal keadaan fisik Pak B, tidak ada kelainan organis, selain Darah Tinggi dan Stres berat.
Saya menjawab "Baiklah, saya periksa dulu tekanan darahnya, ya" Hasilnya mengejutkan, 200/90 mmHg, suatu tensi darah yang harus diturunkan kalau tidak ingin pembuluh darah otaknya pecah.

Ketika saya memberitahulan berapa tekanan darahnya, Pak B berkata lemah “ Saya sudah menduganya.”

Saya persilahkan pak B duduk berhadapan di Ruang praktek saya.
Pak B mengeluarkan semua uneg-unegnya. Saya menjadi pendengar yang baik dan pada timing yang tepat saya mengajukan pertanyaan atau membenarkan pendapatnya. Saya lebih banyak mengdengar dari pada berbicara. Waktu berlalu dengan cepat dan 30 menit tidak terasa sudah. Saat itu Pak B merasakan beban mentalnya sudah menjadi ringan. Ringan karena sudah dikosongkan dari batinnya dan sudah ada orang yang mau menjadi pendengar yang baik. Wajahnya lebih berseri.

Pada saatnya Pak B mohon pamit dari hadapan saya.
Saya berkata Pak B “Saya belum memberikan resep obat untuk Bapak.”
“Terima kasih, Dok. Rasanya saya sudah tidak membutuhkan resep obat lagi. Hati saya sudah jauh membaik, ada rasa plong di hati saya. Saya sudah sembuh.”
Saya melanjutkan “Ya sudah, saya berikan Vitamin saja ya.”
Pak B tersenyum dan berkata “ Saya kesini bukan ingin minta resep obat, Dok, tetapi ingin ada orang yang mau mendengarkan uneg-uneg saya, agar saya menjadi lebih tabah menghadapi hidup ini.”

Gleg... saya terhenyak mendengarkan curhat Pak B. Saya merasa menjadi orang yang paling bodoh sedunia. Pasienku datang ingin mengeluarkan semua beban mentalnya dan bukan minta diberi obat yang baginya saat itu, semua obat tidak ada gunanya. Obat apapun tidak dapat meringankan beban mentalnya, hanya membuat bodoh tubuhnya seolah-olah sembuh, padahal tidak. Masalahnya masih segunung, kalau tidak segera di keluarkan. Ia hanya butuh ada orang yang mau menjadi pendengar yang baik dan orang yang dapat dipercaya untuk posisi tsb.

Di dalam hidup selanjutnya Pak B, sempat 2 kali tidak sadar ( syncope ) selama 30 menit pada waktu yang berbeda. Saya sempat datang menengok Pak B. ketika dipanggil oleh keluarganya. Setelah sadar pak B tidak mengalami kelainan syaraf sedikitpun, tidak mengalami defisit nerologis. Serangan syncope yang terakhir atau yang ketiga terjadi 4 tahun yang lalu pada suatu tengah malam, Pak B mengalami syncope lagi dan segera di bawa ke sebuah RS swasta terdekat. Pagi hari pukul 07.00 saya mendapat berita per telepon dari keluarganya yang mengabarkan bahwa Pak B sudah dipanggil Tuhan pada pukul 04.00 dini hari. Saya segera mendatangi rumahnya untuk memastikan kebenaran berita duka tsb. Benar, Pak B sudah dipanggil Tuhan. Ah... mengapa hidupnya cepat berlalu, ketika usianya mencapai 62 tahun? Selamat jalan Pak B, beristirahatlah dengan tenang.

10 komentar:

  1. Memang curhat terkadang menjadi salah satu pelega kita di kala susah :)
    Silakan mampir ke blog saya Pak Basuki, http://as3pram.wordpress.com

    BalasHapus
  2. To: Sejawat Astri, terima kasih atas kunjungannya. Saya sudah berkunjung ke Blog anda. Bagus. Sukses selalu.

    BalasHapus
  3. Kisah yang menarik, dok
    Salam kenal...

    BalasHapus
  4. To: Rizal, selamat jalan-jalan dengan Ferrari-nya. Blog anda bagus. Makasih sudah berkunjung.

    BalasHapus
  5. waduh kasihan sekali pak B ini, tapi menarik juga curhat jadi obat manjur dalam hidup ... thanks info nya pak basuki.

    BalasHapus
  6. To Start new life,

    Terima kasih sudah berkunjung. Semoga pengalaman saya dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

    BalasHapus
  7. p'basuki maaf sebelumnya, kalo' boleh saya tanya. gimana cara ataupun awal mulai kita bisa curhat untuk setiap hal yang mengganggu fikiran kita kepada orang tua kita.??? jika berkenan mohon balasannya, karna itu benar2 bisa membantu saya.
    terima kasih

    BalasHapus
  8. Untuk curhat sebenarnya tidak ada rahasianya.
    Curhat memerlukan niat dari kita sendiri, ada orang yang mau menerima curhat kita dan suasana yang pas.

    Kalau dengan orang tua saya kira lebh mudah sebab, umumnya orang tua sayang kpd anaknya shg mau mendengarkan apa yang diutarakan oleh anaknya.

    Caranya? tgt dari anaknya sendiri. Kalau hubungan ortu - anak baik maka curhat akan lebih mudah.

    Yang sukar mungkin pada langkah awalnya, selanjutnya akan lebih mudah. Percayalah.

    Silahkan anda mencobanya.

    BalasHapus
  9. Cerita yang mengharukan. Mungkin putra Pak B belum siap berumah tangga. Banyak orang yg menikah karena desakan orang tua dan tekanan sosial. Makanya banyak rumah tangga karam entah karena masalah duit, selingkuh, lain-lain.

    Bicara soal curhat, mungkin Dokter sudah tahu kalau ayah saya perokok. Saya tidak masalah ayah saya merokok. Itu hak asasi dia. Tapi merokoknya di rumah dan bau asapnya itu lho, Dok! Amit-amit. sampai sesak napas dan pusing. saya udah nyuruh beliau berhenti merokok, mulai dari ngomong baik-baik sampai ngambek dan (agak) marah. Tapi nggak berhasil. Kemudian saat browsing pendapat di forum, saya menemukan komentar ini (dalam bahasa Inggris):

    "You can't stop them. They are their own people. Stop trying to control them. People make their own decisions in life. If they quit for you they are quitting for the wrong reason and will likely start up again. Try respecting your parents. Disrespecting your parents is a worse habit than smoking. Be a good example to them and remain a non-smoker, that is the best thing you can do. Being whiny won't influence them to want to do what you ask, it will influence them to be irritated! They are going to continue to yell at you and send you to your room if you don't stop. Your best bet is to refuse to be around them when they smoke, respect them, refuse to participate in things that involve smoking, such as going with them to the liquor store to buy cigarettes.. But most of all, stop disrespecting your parents, or they will never respect you or what you have to say. Just cause they're mom and dad and just cause they're smokers doesn't mean they're not people too.. they just disagree with something you have to say.. and this isnt the last time its going to happen, they are going to disagree with you a million other times in life. i advise learning to control your actions NOW!"

    Intinya dia mengatakan bahwa ortu akan berhenti kalau punya niat sendiri. Bila anak marah atau menyuruh mereka berhenti itu tidak akan berhasil. Ortu akan menganggap anak penganggu. Dan itu berarti anak tidak menghargai orang tua.

    Bagaimana pendapat dokter sebagai orang tua? Salahkah tindakan saya? Haruskah saya biarkan ortu terus merokok di rumah meskipun kenyamanan saya terganggu? Karena jujur saya capek ngomel2 terus dan ayah tidak kunjung berubah. Saya takut kalau tua nanti didiagnosa kena penyakit paru2.

    BalasHapus
  10. To Kencana,

    Sebagai seorang anak, tidak ada salahnya memberi masukkan kepada orang tuanya ( ayahnya ), apalagi memberi masukan yang baik.

    Berhenti merokok sebenarnya dapat dilakukan asal ada kemauan dari dalam dirinya sendiri. Ada banyak orang yang berhenti merokok tetapi ada banyak orang yang tidak mau berhenti merokok meskipun mereka tahu bahwa merokok iti membahayakan kesehatan dan memboroskan uangnya.

    Perokok menurut statistik kedokteran lebih banyak yang menderita TBC paru, Radang Paru dan Kanker paru dibandingkan orang yg bukan perokok. Kalau sudah terserang penyakit-penyakit tsb maka terlambat sudah.

    Jadi tergantung dari niatnya sendiri mau berhenti merokok atau tetap mau merokok.

    Keluarga yang hidup berdekatan dengan perokok akhirnya menjadi perokok ( pasip ) juga. Jadi wajar bila anda memberi nasehat / masukan kepada ayah anda agar berhenti merokok.

    Mencegah jauh lebih baik dari pada mengobati penyakit.

    Punya banyak uang juga percuma kalau badan sakit-sakitan. Lebih baik uang pas-pasan tetapi badan sehat. Sehat itu mahal, tetapi sakit jauh lebih mahal lagi.

    Semoga dapat bermanfaat.

    Salam.

    BalasHapus