Minggu, April 24, 2011

Tidak mengikuti advis Dokter



Keberhasilan pengobatan pasien antara lain tergantung dari :
  1. Diagnosa ( penentuan penyakit ) yang benar. Diagnosa yang salah maka pemberian pengobatannya juga tidak benar dan mungkin sekali penyakit tidak sembuh.
  2. Penberian obat yang benar dan cepat. Makin cepat diberikan terapi yang tepat maka penyembuhan akan lebih cepat. Makin lama tidak diobati, maka penyembuhan akan makin lama pula dan ada kemungkinan memberikan komplikasi ( penyulit ).
  3. Kepatuhan pasien. Pasien yang tidak mematuhi advis Dokter maka keberhasilan pengobatan juga sangat dipengaruhi. Obat yang dibeli dan diminum setengah resep, maka penyakit tidak akan sembuh 100 %. Pantangan makanan / minuman yang tidak ditaati juga berpengaruh. Gemar makanan yang berminyak, maka kadar Kolesterol akan sukar turun, kalau pun sudah normal, maka akan cepat naik kembali bila makanannya berminyak tidak dihindari.

---

Kasus I:
2 hari yang lalu saat saya praktik pagi di tempat praktik isteri saya pada sore hari ( 1 tempat praktik, 2 dokter pada waktu yang berbeda ), datang seorang pria, 30 tahun yang hendak berobat kepada isteri saya.

Saya mengatakan “Kalau Bapak mau berobat pagi hari kepada isteri saya, Bapak mesti ke rumah.” Rumah kami berjarak sekitar 200 meter yang tidak sulit dijangkau, apalagi  Bapak ini berkendaraan sepeda otor.

Ia mengganggukkan kepalanya, menandakan ia mengerti apa yang saya katakan.

Selesai praktik pagi saya pulang ke rumah dan bertanya kepad isteri saya, apakah ada pasien pria naik sepeda motor yang datang untuk beobat?

Isteri saya menjawab “Pagi ini tidak ada pasien yang berobat.”

Saya berpikir mengapa pasien tadi tidak mengikuti petunjuk saya? Katanya ingin berobat, tetapi ia tidak menemui dokternya yang berjarak tidak terlalu jauh dan mudah dijangkau dengan sepeda motor.

Kasus II:
Suatu siang sekitar pukul. 14.00  minggu yang lalu saya mengetik sebuah artikel, datang seorang Ibu yang bermaksud berobat kepada isteri saya.
Pasien ini datang tidak tepat waktunya, ia datang pk. 14.00. Praktik mulai pukul 16.00 – 20.00.

Saya berkata “Kalau Ibu hendak berobat kepada isteri saya, datanglah pukul 16.00 di tempat praktik di jalan anu nomer sekian ( 200 meter dari rumah kami ) dan saat ini belum waktu praktik. Ibu ini ngotot ingin berobat saat itu juga dan menolak diperiksa oleh saya.

Saya membatin “Kok orang ini ngotot begitu sih”. Padahal sakitnya hanya Flu saja yang bukan penyakit gawat darurat. Sering pasien yang ngatur Dokter dan bukan Dokter yang ngatur pasien. Kalau di Australia, pasien yang hendak berobat mesti booking dahulu untuk ditentukan kapan sang Dokter bisa  menerima pasien. Mungkin bisa hari itu, mungkin  harus besok sore atau 3 hari lagi. Dokter yang menentukan kapan waktunya. Pada kasus gawat darurat, maka pasien mesti datang ke UGD ( Unit Gawat darurat ) di slah satu RS terdekat.

Beruntung saat itu mood steri saya sedang baik dan mau menerima pasien tadi.

Kasus III:
Sore ini pukul 16.00 (  hari Minggu  yang tidak buka praktik )  ada dering telepon di rumah kami. Seorang Ibu bertanya apakah saya bisa memeriksa pasien, yaitu Kakaknya ( wanita 67 tahun )  Pasien ini pernah berobat kepada saya.

Saya bertanya “Ada apa, Ibu?”

Wanita tadi menjawab “Dok, ini kakak saya kepalanya berdarah karena terjatuh di kamar mandi dan keluar darah banyak .”

Saya menjawab “Ibu, coba lihat apakah ada luka sobek? Bila ada luka sebaiknya dijahit di Rumah Sakit terdekat.”

Wanita itu berkata ;lagi “ Dok, kakak saya tidak mau ke Rumah sakit. Ia mau berobat ke dokter saja.”

Saya menjawab lagi “ Iya sudah, datanglah sekarang , saya mau periksa dahulu. Kalau robek, maka akan saya rujuk ke Rumah Sakit.”

Setelah pasien datang, saya melihat terdapat luka robek sepanjang 4 cm, di atas kepala pasien. Luka ini sebaiknya dijahit agar penyembuhan lukanya bagus.

Pasien tetap menolak ke Rumah Sakit dengan alasan Takut. Entah takut apa. Takut kesakitan, takut besarnya biaya pengobatan atau sebab lain.

Akhirnya saya  melakukan pengobatan pada pasien ini. Saya memasang 5 buah Agraf ( penjepit luka dari bahan stainless steel ) untuk merapatkan luka tadi.

Saya berkata “Nanti kalau sembuh lukanya mungkin tidak sebagus seperti kalau dijahit.”

Pasien menjawab “Biarlah, Dok. Lukanya tidak bagus juga tidak apa-apa, sebab siapa sih yang mau lihat kulit kepala saya yang sudah tua ini? Saya takut pergi ke Ruah Sakit.”

Iya benar juga, siapa yang akan melihat kulit kepala  seorang wanita yang sudah sepuh?

Saya berpesan “Besok Ibu harus datang untuk kontrol lukanya dan ganti balut.”

6 komentar:

  1. wah banyak sekali pengalamannya...
    yg kasus 1, mungkin si pria tsb sudah sembuh jadi batal berobat. kasus 2 ini yang unik. dokter sudah pasang pengumuman jam praktek tapi pasien masih ngotot di luar jam praktek. syukur2 kalau mau bayar "uang lembur". padahal kalau yang praktek pengacara, klien taat patuh; tidak mau datang di luar jam yang ditetapkan.
    yang kasus 3 mungkin krn pasien sudah sepuh sehingga malas berurusan dengan peradministrasian rs. tapi, itu dugaan saya aja, sih.
    intinya sih pasien nya yg kepatuhannya kurang...

    BalasHapus
  2. Tp Mr Sectiocadaveris,
    Terima kasih sudah berkunjyng lagi.

    Kasus I: saya yakin belum sembuh penyakitnya, sebab belum diperiksa dan diterapi. Mungkin ia mencoba membeli obat bebas di apaotik terdekat atau alasan lain.

    Kasus 2: sekarang pasien tidak baca papan nama dokter. Kalau pasoen mau berobat, bisa datang kapan saja, kalau perlu pintu di ketok2 paksa. Pasien tidak mau tahu kalau dokter juga manusia biasa yang perlu istirahat, perlu menambah ilmu ( ikut simposium di luar kota / luar negeri ), dokter sedang cuti ( sakit atau ke luar kota ) dll.

    Kasus 3: kebetulan ia pasien lama saya yg sudah merasa "cocok" dg saya shg maunya diperiksa dan diterapi ileh saya saja, padahal yg dapat mengobati penyakitnya kan ada banyak dokter dan di RS. Pasien2 yg fanatik spt ini rasanya dimiliki oleh tiap dokter. Para pasien sudah punya dokter langganan masing-masing.

    Jadi para dokter mesti bijaksana menghadapi pasien yg demikian.

    BalasHapus
  3. Wah, kalau saya takut ke rumah sakit karena ngebayangin mesti dioperasi. Banyak orang yang terjatuh di kamar mandi karena lantainya basah dan licin. Di kamar mandi modern, shower/bak mandi dipisah dengan toilet dan ada keset di dalamnya.

    Saya sendiri pernah kepeleset, dan untung aja nggak sampai jatuh karena lantainya nggak terlalu licin.

    BalasHapus
  4. To Kencana,

    Benar, pada umumnya lantai kamar mandi basah, licin dan mudah terjatuh terutama bagi Lansia. Jadi sebaiknya lantai kamar mandi diberi kesed dari karet yang berlubang-lubang ( seperti karpet utk mobil yg banyak dijual di Mall-mall ).

    Kamar mandi yg lebih bagusan, tempat mandi dan kloset dibedakan dan lantai kamar mandi selalu kering. Kalau mandi ada ruangan yg diberi sekat kaca, jadi air mengalir hanya di tempat itu saja dan tidak membasahi bagian lain dari kamar mandi itu.

    Salam.

    BalasHapus
  5. Iya, Dok. Kayak kamar mandi yang di hotel itu. Bagus.
    Saat saya terpeleset, persis adegan slow-motion dalam film2. Sempata saya ngebayangin kepala saya terbentur, lalu Mama jerit-jerit lihat anaknya pingsan. Untung sempat megang sesuatu biar gak jatuh beneran.

    BalasHapus
  6. To Kencana,

    Benar. Masih untung anda saat terjatuh tidak mengalami cedera yang serius ya.

    Kita harus berhati-hati dalam segala hal, untuk keselamatan kita sendiri termasuk saat di kamar mandi, naik turun tangga/eskalator, berkendaraan sepeda motor / mobil, berjalan di trotoar dan lain-lain tempat. Kadang kita sudah hati-hati tetapi orang lain yang tidak hati-hati dan menabrak kita ( mungkin ia sedang ngantuk atau mabuk ).

    BalasHapus