Kisah ini merupakan kelanjutan artikel-artikel Kelenjar
Prostat (1), Kelenjar Prostat (2) dan kelenjar Prostat (3) yang pernah saya
posting di Blog ini.
Kelenjar Prostat hanya ada pada Pria dan tidak ada pada kaum
wanita.
Kelenjar ini menghasilkan cairan Prostat. Saat proses
ejakulasi akan dikeluarkan cairan Prostat dan sel-sel mani ( spermatozoa ) dari
alat kelamin Pria. Spermatozoa diproduksi oleh kedua biji kemaluan ( testicle )
yang berada di dalam kantung kemaluan ( scrotum ).
Pada usia lanjut sekitar diatas 70 tahun kaum Pria sering
mengalami gangguan buang air kecil. Di dalam praktik saya cukup sering menjumpai pasien Pria yang
menderita tidak dapat buang air kecil ( inkontinensia urin ). Isi kandung
kencing dapat setinggi Pusar atau kira-kira sebesar kehamilan 6 bulan pada kaum
Wanita.
Pada usia lanjut Kelenjar Prostat sering mengalami
pembesaran yang biasa disebut sebagai BPH ( Benign Prostat Hypertrophy ). BPH
mempunyai gejala yang khas yaitu kalau ingin b.a.k. pasien harus mengedan dahulu
dan urin yang keluar pun tidak banyak dan pancaran urin tidak jauh. Setelah
b.a.k. pasien masih ingin b.a.k. lagi sebab masih ada sisa urin ( residual
urine ) yang masih tedapat di dalam kandung kencing ( vesica urinaria ).
Akhirnya pembesaran Prostat ini akan menjepit saluran
kencing ( urethra) dan pasien tidak dapat b.a.k. sama sekali. Pasien kesakitan dan menderita sekali. Keadaan ini
merupakan keadaan yang mendesak untuk dilakukan pengeluaran urin dengan segera
dengan cara memasukkan slang karet ( kateter ) ke dalam kandung kencing melalui
urethra. Urine yang keluar cukup banyak
sekitar 1,5 – 2 liter yang ditampung
dalam sebuah kantung plastik.
Cara lain untuk mendiagnosa BPH selain dengan mendengar Anamnesa
( riwayat pnyakit ) adalah dengan melakukan tindaan colok dubur ( rectal
toucher ).
Colok dubur:
Jari telunjuk ( bersarung tangan ) yang diolesi pelumas dimasukkan kedalam lubang dubur untuk meraba
Kelenjar Prostat. Keadaan Prostat apakah membesar, lunak, keras, rata atau berbenjol-benjol.
Bila keras dan membesar dicurigai adanya proses keganasan ( Kanker Prostat ).
USG:
Pemeriksaan penunjang lain : pemeriksaan dengan USG ( Ultra
Sonografi ). Dari gambaran ( foto ) yang dibuat saat Kandung kencing penuh
dengan urine ( pasien harus menahan kencing ) akan nampak Prostat membesar atau
tidak dan berapa ukurannya.
MRI:
Bila dicurigai adanya Kanker Prostat dilakukan MRI (
Magnetic Resonance Imaging ) dilakukan untuk mengevaluasi keadaan Prostat dan
kelenjar getah bening sekitarnya
Kadar PSA:
Pemeriksaan darah atas PSA ( Prostat Spesific Antigent )
juga dilakukan. Pada keadaan normal kadar serum PSA <4 ng/ml.
Pria dengan usia 40 – 49 th: <2,5 ng/ml, 50 – 59 th: <
3,5 ng/ml, 60 – 69 th: < 4,5 ng/ml 70
– 79 th: < 6,5 ng/ml.
Biopsi Prostat:
Pria dengan kadar PSA diatas 10 ng/ml dicurigai menderita
kanker Prostat dan diusulkan dilakukan tindakan Biopsi ( transrectal biopsy )
dengan bantuan pembiusan lokal diambil
sedikit jaringan Kelenjar Prostat untuk dilakukan pemeriksaan Mikroskopis untuk
melihat gambaran sel-sel kelenjar.
Tindakan terapi BPH ( obat-obatan, Laser, operasi ) berbeda
dengan Kanker Prostat ( operasi, radiasi ). Sering kali terapi membutuhkan
biaya yang sangat besar. Tanpa perlindungan Asuransi Kesehatan biaya terapi dirasakan sangat mahal bagi kebanyakan pasien.
----
Pak M, 82 th , 4 hari yang lalu datang berobat dengan
keluhan tidak dapat b.a.k. Pada pemeriksaan raba Kandung kencing banyak terisi
urin ( setinggi, 3 jari di atas Symphysis pubis
). Pasien menolak untuk dirujuk ke RS dan minta diberi rsep obat. Pasien
tidak mampu dan mempuyai fasilitas Jamkesmas di RS Umum setempat.
Saya memberikan resep obat untuk mengatasi keadaan ini
dengan obat anti BPH dengan pesan: bila
besok pagi masih belum bisa b.a.k., sebaiknya
segera datang ke UGD ( Unit Gawat
Darurat ) RS Umum tsb untuk minta dilakukan pemasangan slang ( katerisasi )
agar urin segera dapat keluar dan meredakan rasa nyeri.
Keesokan sorenya, seorang putranya menelepon saya dan mengabarkan bahwa Pak M sudah dipasang
slang dengan sebuah kantung plastik
penampung urin. Dokter Urolog memberikan obat antibiotika sebagai pencegah
infeksi saluran kencing.
Kemarin pagi Pak M datang kembali dan mengabarkan bahwa hari
ini slang boleh dilepas ( di Puskesmas, di UGD atau di dokter praktik )
dan 2 hari kemudian harus dilakukan tindakan USG di RS Umum tsb.
Saya lakukan pencabutan slang kateter dengan harapan porses
b.a.k. dapat lancar kembali. Sore harinya Pak M datang kembali dan mengabarkan
bahwa ia tidak dapat b.a.k. lagi. Obat
anti BPH yang saya berikan tidak diminum dan ia malah membeli obat anti BPH di
sebuah Toko Obat milik tetangganya dengan diskon yang cukup besar ( hampir 50 %
). Ia sudah minum 1 tablet, tetapi masih belum nampak khasiatnya.
Saya adviskan bila sampai besok pagi masih belum dapat
b.a.k. maka harus masuk UGD lagi untuk dipasang kateter kembali. Biasanya bila sudah 2 kali pasang kateter dan masih tidak dapat b.a.k. maka tindakan
Operasi sangat dipertimbangan untuk
dilakukan.
Masalah yang timbul di benak saya adalah “Dapatkah operasi
Prostat ni ditunjang oleh Jamkesmas?”
Saat itu saya membatin “Kalau bisa jangan sakit. Untuk itu
saya harus menjaga kesehatan saya dengan sebaik-baiknya, apalagi sudah usia
lanjut. Amin. “
----
Pasien Tn Y, 75 th, 1 bulan yang lalu datang berobat.
Pasien ini langganan saya. Pendengarannya sudah dibantu alat
Hearing aid.
Saat itu keluhan pasien adalah sulit b.a.k. mirip gejala
dari BPH.
Saya memberikan resep obat anti BPH. Sore harinya ia datang ke UGD sebuah Rs terdekat dan
dilakuan keterisasi. Banyak urin yang keluar. Ia pulang tanpa dipasang kateter.
Obat yang saya berikan terus diminum.
Keesokan harinya b.a.k.
bisa dilakukan. Hari demi hari proses b.a.k. dapat makin lancar.
Obat yang saya berikan sudah hampir 1 botol dan akan terus
diminum.
Selain itu Tn. Y ini menderita Mata Katarak.
Dari Warta Jemaat dari Gerejanya ( satu Gereja dengan saya )
ada fasilitas gratis Operasi Mata
Katarak disebuah Gereja di Jakarta sebagai salah satu bentuk pelayanan dari
Gereja bagi anggota Jemaat yang membutuhkan.
Ia mendaftar dan kemarin ia diantar putrinya, Bapak Pendeta
H dan seorang wanita pasien Katarak lain pergi ke Jakarta diantar Supir Gereja kami. 3 hari
kemudian mereka akan kembali ke kota
kami.
Kami berharap agar Operasi Matanya berhasil dengan baik.
Kesimpulan:
Hasi terapi tiap pasien tidak sama. Ada yang berhasil baik dan ada yang tidak,
tergantung dari respon sang pasien. Penyebabnya dapat berupa: kepatuhan pasien
terhadap advis dokter, respon tubuh pasien terhadap obat yang diberikan dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar