Senin, Mei 30, 2011

Flight mode (2)



Dua tahun yang lalu dalam penerbangan Jakarta – Sydney, saya dan isteri mengikuti penerbangan dari suatu maskapai penerbangan. Penerbangan  itu berjalan mulus sampai landing di King Smith Airport, Sydney, Australia.

Ada suatu kejadian yang menggelitik pikiran saya yaitu tetang “Flight mode” yang dialami oleh penumpang yang duduk disebelah seat saya.

Pukul 20.30 malam, pesawat kami sudah berada di posisi siap lepas landas.
Para Pramugara/i sibuk memeriksa para penumpang, apakah:
Seatbelt sudah terpasang dengan baik.
Semua penumpang sudah duduk di-seat masing-masing.

Seorang Pramugara saat melewati seat kami, melihat pria yang duduk disebelah saya yang masih asik menekan-nekan gadgetnya dengan Stylus yang ia gunakan.

Sang Pramugara meminta agar ia mematikan ( off ) gadgetnya, sebab pesawat segera take off. Sang penumpang tidk menuruti permintaan Pamugara tadi dengan alasan ia memakai “Flight mode” pada gadgetnya. Dengan alasan itu ia yakin tidak akan menggangu lalu lintas komunikasi pesawat dengan menara pengawas atau pesawat lain.

Terjadi sedikit keributan karena masing-masing pihak tetap ngotot.
Banyak wajah penumang disekitar kami yang menatap wajah pria itu. Kalau ia tetap tidak mematikan gadgetnya, maka pesawat tidak akan lepas landas. Wah..bisa berabe nih.

Win-win solution ajalah.
Akhirnya pria itu mematikan gadgetnya dan pesawat take off dengan mulus. Thank you, Sir.

---

Pada “Flight mode” setiap gadget, saya pikir tidak akan mengganggu komunikasi antara pesawat dengan gadget. Pada Flight mode gadget tidak ter-koneksi ke Intrnet dan hanya dapat mengakses data ( teks, foto, musik ) yang ada di harddisk gadget tsb.

Pramugara itu ingin melaksanakan tugasnya dengan baik agar pesawat dapat lepas landas dengan aman meninggalkan Sukarno-Hatta Airport, Jakarta.
Para penumpang diharapkan dapat berlapang dada mau melaksanaan petunjuk dari awak kabin pesawat demi keselamatan kita bersama

Anda pernah mempunyai pengalaman yang sama?
Ternyata untuk berbuat baikpun, tidak mudah.-


Flight mode (01)


Sejak 3 bulan yang lalu saya mempunyai Tablet PC yaitu Picopad merk Axioo. SIM card yang saya pakai dari Telkomsel Simpati Freedom.

Bila saya sentuh menu: m.detik.com atau m.kompas.com untuk membaca berita terbaru, saya sering kali mengalami kesulitan. Kadang sekali sntuh, Picopad tsb dapat menampilkan link berita yang dicari. Kadang kala tidak berhasil dan muncul Pop up menu yang menampilan petunjuk “Unable to connect. Please review your network", padahal saya tidak mengubah Setting Picopad sejak penggunaan yang terakhir.

Dari seorang teman yang menggunakan Simpati,  cobalah trik sbb:
Bila gagal koneksi ke Internet, dari tampilan Desktop ( tampilan awal ):
Tekan Menu  Setting 
Tekan Nirkabel & jaringan
Tekan / centang  Mode pesawat ( flight mode )
Biarkan selama 2 menit-an.
Kemudian Nonaktipkan Mode pesawat
Masuk ke  tampilan Desktop
Tekan Opera Mini untuk surfing Internet

Biasanya trik ini berhasil untuk koneksi Internet, tetapi kalau  harus selalu begitu setiap akan koneksi ke Internet, cape..deh.

Masalahnya dimana? Apakah:

1. Salah setting? ( kalau salah setting kenapa kok bisa surfing internet ).
2. Hardware-nya yang ada gangguan ( padahal baru beli 3 bulan & tidak pernah kena benturan).
3. SIM card yang dipakai tidak cocok?

---

Pada suatu sore, ada pasien yang datang berobat dan paham Tablet PC.
SIM card yang ia gunakan adalah dari Operator Three. Ia selalu dapat konek ke Internet setiap saat.

Sampai saat ini saya belum mengganti SIM card Simpati itu dengan Three, sebab pulsa Simpati saya masih sekitar Rp. 200.000,- ( pra bayar ).

Mungkin saya mesti pinjam SIM card Three terlebih dahulu dari seorang teman untuk mencoba kebenaran pendapat pasien saya tadi, sebelum saya membeli dan menggunakan Three.

---

Apakah anda pempunyai masalah yang sama atau mirip sama?

Minggu, Mei 29, 2011

Sakit Maag





Kemarin sore datang berobat Pak D, 55 th.
Pak D adalah pasien lama yang merupakan pasien langganan saya.

Pak D diantar oleh adik iparnya, Pak O, 40 th. Saya mengenal Pak O sejak lama yang merupakan karyawan sebuah Bank di kota kami.

Saat memasuki Ruang Periksa wajah Pak D tampak seperti orang yang kesakitan sambil memegang perut bagian ulu hatinya.

Saat ditanya oleh saya, Pak D menjawab dengan suara lemah, tidak seperti biasanya.

“Perut saya sakit sekali, Dok” katanya.

“Dimana yang paling sakit?” saya bertanya.

“Disini , Dok.” Kata Pak D sambil menunjukkan ulu hatinya.

Tekanan darahnya dalam batas normal. Jantung & Paru-paru juga normal.
Pada pemerisaan ketok ( perkusi ) jelas terdengar suara rongga ( Lambung ) yang banyak berisi udara ( meterorismus ). Ada nyeri tekan daerah ulu hati.

Lambung Pak D ada gangguan akut. Pantes wajahnya menunjukan kesakitan.

Saya bertanya lagi “ Kemarin makan apa, Pak D? Sambel, pedas-pedas atau makanan yang tidak biasa?”

Pak D menjawab “ Kemarin saya makan sekantong plastik Keripik singkong, tidak makan sambel atau minum obat-obat tertentu. Kemarin saya sehat, Dok”

Kalau makan Keripik singkong sih rasanya tidak masalah. Ah...mungkin Pak D lupa telah makan makanan apa atau obat-obatan apa atau mungin juga Pak D terlambat makan siang atau makan malam.

Melihat orang kesakitan saya tidak tega. Menjadi seorang pasien memang tidak enak. Saya  sudah 5 kali di rawat di RS dan merasa betapa tidak enaknya menjadi pasien.

Terlintas  dalam benak saya agar saya memberikan Tablet untuk mengurangi penderitaannya.

Saya ambil dari persedian obat pribadi saya berupa 1 tablet untuk mentralisir Asam Lambung dan 1 tablet untuk mengurangi spasme ( kramp otot Lambung ).

Saya minta agar pak D segera minum tablet tsb sambil menyodorkan segelas plastik air mineral. Wajah Pak D tampak  agak cerah, berharap agar nyeri uluhatinya segera lenyap.

Sambil menunggu bekerjanya obat-obat tadi, saya bertanya tentang pekerjaannya kepada Pak O.

Selang 5 menit kemudian, terdengar suara udara yang keluar dari Lambung Pak D. E…..E…. sebanyak 4 kali. Ini menunjukkan bahwa udara yang mengisi Lambungnya sudah keluar dan akan banyak mengurangi rasa tidak nyaman pada Pak D. Penyakit Gastritis atau Dispepsi akut-nya sudah membaik untuk sementara.

Saya bertanya kepada Pak D “ Bagaimana? Banyak berkurang nyerinya?”

Pak D menjawab “Iya, Dok lebih baikan dan nyerinya berkurang. Terima kasih.”

“Pak D, saya berikan resep untuk membeli obat di Apotik terdekat agar sakit Maagnya segera tuntas, jangan minum Kopi dan makanan pedas / sambal dahulu, ya.”

Setelah Pk D keluar dari Ruang Periksa, ada rasa plong dalam hati saya. Saya bersyukur saya dapat mengurangi penderitan pasien saya dalam waktu yang relatip singkat.

Ibu M, pasien berikutnya segera memasuki Ruang Periksa saya.

Wah…ada pasien lagi nih.

Jumat, Mei 27, 2011

Satu diantara sepuluh


Pak  MN, 40 th datang berobat dengan keluhan sakit kepala ( cekot-cekot ) sejak 5 hari yang lalu. Keluhan sakit kepala dan demam merupakan keluhan yang paling sering diderita oleh pasien yang datang berobat.

2 gejala  penyakit itu  bisa disebabkan oleh penyakit yang  berbeda.
Posting kali ini tidak akan membahas penyakit-penyakit dengan gejala sakit kepala atau demam.

Dari tanya jawab ( anamnesa penyakit ) dengan Pak MN di dapat: ia mempunyai suatu percetakan kecil-kecilan dengan 9 orang karyawan. Pekerjaan yang sudah ditekuni sejak bertahun-tahun ini, dapat menunjang kehidupan keluarga Pak MN selama ini.

Dari 9 orang karyawan ini ada 1 orang karyawan ( Sdr. AB ) yang sering membuat ulah seperti: sering pinjam uang, sering salah mengerjakan tugas yang diberikan, selalu ngeyel kalau diberi arahan oleh Pak MN selaku pemilik percetakan tsb.

Oleh karena itu Pak MN kadang-kadang mengeluh sakit kepala. Kalau si AB ini dipect, ia merasa kasihan oleh karena masih kerabat dekat Pak MN. Kalau terus dipekerjakan, Pak MN merasa tidak nyaman dalam pekerjaannya.

Tekanan darah Pak MN dalam batas normal, Jantung, paru dan Perut: tidak ada kelainan. Kadang-kadag  muncul keluhan susah tidur ( insomnia ).

Pak MN datang minta agar keluhannya berkurang atau hilang sama sekali.
Advis yang dapat saya berikan  ada 2 yaitu:
1. AB diberi arahan dan peringatan akan diberhentikan kalau tidak berubah sikapnya.
2. AB diberhentikan dan cari karyawan lain yang lebih baik.

Saya memberikan resep tablet yang mengandung Pain killer dan  sedikit penenang.

---

Setelah Pak MN ini  meninggalkan ruang periksa, ingatan saya melayang ke tahun 1980-1983 saat saya bertugas sebagai kepala Puskesmas di suatu Kabupaten di Jabar.

Jumlah seluruh Staf Puskesmas ada 33 termasuk Kepala Puskesmas ( saya ).
Dari Staf saya ini ada 3 orang yang punya karakter unik.
Si A sering tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas.
Si B sering pinjam uang kepada karyawan lain, yang sering kali lama dilunasinya.
Si C kalau bicara dengan orang lain ( staf Puskesmas dan pasien yang dating berobat ) sering dengan nada keras, bentak-bentak.

Dalam Staf meeting Puskesmas yang dilakukan setiap bulan satu kali, saya sudah sering membahas karakter 3 orang Staf tsb dan memberikan masukan agar sikapnya berubah dan mematuhi disiplin kerja yang sudah ditetapkan bagi PNS.

Bulan berikutnya ada sedikit perubahan  dalam diri 3 karyawan itu. Kemudian sikapnya  kembali ke semula. Kayaknya  mereka merupakan trouble maker yang sulit diubah.

Jadi dalam 33 orang dalam lingungan Puskesmas kami  terdapat 3 orang yang mempunyai masalah. 3 orang diantara 33 orang  atau 1 orang diantara 10 orang.

---

Isteri saya  yang memimpin suatu instansi swasta mempunyai 29 orag Staf atau 30 orang termasuk pimpinan. Suasana  dalam pekerjaan biasa saja. Yang unik adalah terdapat 3 orang karyawan yang mempunyai tabiat yang kurang baik.

Si D orangnya sombong, meskipun terhadap teman se kantor.
Si E sering bolos kerja tanpa lasan yang jelas.
Si F sering tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh pimpinannya, tanpa alsana yang  dapat diterima.

Jadi dalam 30 orang terdapat 3 orang yang trouble maker atau 1 diantara 10 orang.


---

Saya melihat ada sebuah keluarga besar dengan 10 orang anak dan ada 1 anak yang juga trouble maker. Si G ini sering tidak naik kelas. Nilai mata pelajaran di sekolahnya juga tidak bagus, banyak yang kebakaran, kalau disuruh belajar malasnya minta ampun. Ortunya sudah tidak sanggup mendidiknya menjadi anak yang baik menurut standar Ortunya.

Jadi disini ada 1 orang dalam 10 orang dalam sebuah keluarga.

---

Oleh karena itu judul posting kali ini adalah “Satu diantara sepuluh “.

Perlu diselidiki lebih lanjut  keakuratan 1 : 10 ini.

Bagaimana pendapat anda?

Kamis, Mei 26, 2011

Tidak bisa kompak



Pada umumnya manusia hidup berkelompok. Jarang ada orang yang dapat hidup tanpa teman / orang lain. Tarzan yang hidup di hutanpun, mencari dan mempunyai banyak teman meskipun mereka bukan manusia. Jadi aneh rasanya kalau saya punya seorang karyawan ( si A ) yang ditemani karyawan lain ( si B ), maka si A akan memusuhi si B yang bekerja kemudian.

---

Contoh Kasus 1 :

Kami mempunyai seorang pembantu Rumah Tangga wanita yang bekerja di rumah kami ( si C ) sejak 5 tahunan. Si C bekerja dibantu oleh anak gadisnya ( si D ). 2 tahun kemudian si D menikah dengan pria sedesanya. Dengan demikian si C bekerja sendirian. Oleh karena biasa bekerja berdua, si C mengeluh. Katanya ia tidak punya teman untuk sekedar ngobrol. Saya membatin, kamu ingin bekerja atau ingin ngobrol sih?

Akhirnya isteri saya mempekerjakan seorang wanita Pembantu RT yang lain ( si E ) sebagai pengganti si D yang berasal dari lain Kabupaten.

Baru beberapa hari bekerja, kami perhatikan ia dimusuhi oleh si C. Akhirnya si C dan si E bertengkar. Terpaksa kami memberhentikan di E dengan dasar di C sudah lama bekerja di rumah kami dan sudah cocok.

Rupanya si C tidak bisa kompak dengan orang lain, selain dengan anaknya yaitu si D.


Contoh Kasus 2:

Saya mempunyai langganan Tukang ( Pak Tatang, bukan nama sebenarnya ). Pak Tatang ini biasa membantu kami untuk memperbaiki atap yang bocor, mencat pgar rumah, memperbaiki saluran air dll.

Suatu hari pagar rumah Ibu kami perlu dicat ulang. Saya menyampaikan maksud saya yaitu untuk memanggil Pak Tatang ini kepada Ibu kami.

Ibu kami menjawab bahwa Pak Duki ( bukan nama sebenarnya ) yang seorang Tukang langganan Ibu kami, hari ini datang dan akan memperbaiki atap garasi yang bocor. Pak Duki yang dipesan datang beberapa hari yang lalu, baru datang hari ini.

Pak Duki berkata bahwa untuk mencat pagar, ia dapat dibantu oleh anaknya yang Tukang juga untuk menjadi asistennya dan Pak Tatang tidak usah bekerja.

Sejak awal Pak Duki sudah tidak kompak dengan Pak Tatang. Dari pada upahnya diberikan kepada Pak Tatang lebih baik diberikan kepada anaknya saja.

Saya jengkel dan tetap mempekerjakan Pak Tatang ( langganan saya ) dan Pak Duki ( langganan Ibu kami ) untuk pengecatan rumah tsb.

Akhirnya kami memutuskan win-win solution saja, yaitu Pak Tatang tetap bekerja. Pak Duki dan anaknya mulai besok akan bekerja juga. Hal ini diputuskan agar pengecatan pagar dapat cepat selesai, dari pada dilakukan oleh 1 atau 2 orang Tukang saja.

---

Contoh Kasus 3:

Beberapa tahun yang lalu saya mempunyai langganan Tukang Kayu, Pak L, 65 tahun.
Ia sering bekerja di rumah kami untuk perbaikan Kusen Pintu atau Jendela yang lapuk dan perlu diganti dengan kayu yng baru.

Oleh karena saya merasa, ia perlu dibantu oleh seorang asisten untuk angkut kayu dari halaman rumah ke lantai 2 rumah kami, saya mempekerjakan lagi seorang sisten, Sdr. B. Maksud saya agar pekerjaan perbaikan Kusen cepat selesai.

Ternyata Pak L lebih enjoy kalau bekerja sendirian.
Saat saya  mendekati Pak L, tampaknya ia sedang ngomel-ngomel kepada Sdr. B. Ada saja alasan Pak L untuk ngomelin si B. Rupanya Pak L ini tidak senang kalau ia dibantu oleh orang lain.

Saya membatin, kok  ada ya orang yang seperti ini. Diberi asisten kok ia tidak senang. Ia tidak bisa kompak dengan orang lain.

Saya mendengar beberapa tahun yang lalu bahwa Pak L sudah almarhum. Met jalan Pak L.

---

Anda punya pengalaman yang sama?

Minggu, Mei 22, 2011

Maukah melayani?



Hari lepas hari, tanpa terasa waktu berjalan dengan cepat.
Perasaan baru kemarin hari Minggu, sekarang sudah hari Minggu lagi.

Perasaan baru saja saya  memeriksa kesehatan para Opa & Oma di Panti Wreda Kasih milik Gereja kami pada hari Jum’at yang lalu, kemarin  20 Mei 2011 sudah hari Jum’at lagi.

Waktu berjalan cepat tanpa terasa.

Pagi ini Minggu 22 Mei 2011  saat saya dan isteri selesai mengikuti Kebaktian pagi dan meninggalkan gedung Gereja kami, pikiran saya melayang ke beberapa tahun yg lalu saat ada seorang Om ( bapak ) menghampiri kami dan  ngobrol dengan saya.

Om L ( yang usianya di atas saya ) berkata “Dok, apakah dokter masih bekerja di Panti?” Rupanya Om L ini mengenal saya seorang dokter umum dan bekerja di Panti milik Gereja kami.

Saya jawab dan balik bertanya kepadanya  “Masih, Om… Ada apa ya?”

Om L  melanjutkan “Begini dok, ada seorang keponakan wanita Om yang baru saja di wisuda sebagai Dokter umum. Ia bermaksud ingin bekerja di Panti Gereja kita.”

Saya berkat “O..Selamat ya. Kalau mau bekerja di Panti, Om silahkan mengajukan permohonan kepada Tata Usaha Gereja atau Ketua Pengurus Panti.”

Om L menjawab dengan wajah cerah “O..begitu ya. Berapa honornya per bulan, dok?”

Saya tersenyum dan menjawab “Om..bekerja di ladang Tuhan, selain Pendeta, Supir, Petugas Tata Usaha, Satpam , kami ( Pengurus Panti dan Anggota Majelis Gereja ) tidak mendapat honor setiap bulannya. Meskipun demikian Tuhan memberkati pelayanan kami setiap saat, tetapi  mungkin bukan dalam bentuk materi. Saya sendiri yang sudah pensiun dari Pegawai Negeri Sipil sejak  TMT ( Terhitung Mulai Tanggal ) 1 April 2000, mendapatkan honor dari praktik pribadi saya.”

Mendengar penjelasan saya, dahi Om L mengkerut, tanda perkejut. O…..begitu ya.

Saya melanjutkan “Baguslah kalau keponakan Om yang dokter itu berminat melayani di Gereja kita, tetapi tidak ada honornya Om…, honor di dapat dari praktik pribadi di tempat praktik ( yang dapat berlokasi di Apotik  tertentu / tempat praktik sendiri )”.

Saya yakin Om dan keponakannya  akan berpikir 2 kali sebelum mengambil keputusan yang mungkin dilematis bagi mereka. Study Kedokteran  membutuhkan biaya yang sangat besar dan saat sudah lulus, tentu berharap akan mendapat gaji / honor yang cukup, minimal untuk mengembalikan biaya study Teman Sejawat yang Dokter.

Tidak heran kalau sampai sekarang belum ada T.S. yang dapat menggantikan  pelayanan saya di Panti Wreda kami. Tiap 2 tahun sekali ada pergantian Pengurus Panti, tetapi nama saya  tidak pernah dicoret dari jabatan Anggota Pengurus Panti ini. Saya berharap  suatu saat ada T.S. yang bersedia melayani di Panti Wreda Kasih ini.

Maukah melayani, seperti topik posting saya kali ini?
Semoga ada T.S. yang bersedia. Amin.-

---

Kesuksesan bukan tergantung dari berapa banyak uang yang ada di Rekening Bank kita, tetapi tergantung dari apa yang kita miliki di sekitar kita.

Sabtu, Mei 21, 2011

Diberi kemudahan


Pagi ini saya akan antarkan titipan berupa keperluan pribadi putri kami yang tinggal di Sydney. Putri kami N mengabarkan bahwa orang tuanya, temannya ( Y ) akan tiba di Sydney, Australia  tgl 28 Mei 2011 dan dapat dititipkan kepada mereka.

Rumah orang tuanya berada di Lohbener, Indramayu ( 45 menit drive dari kota Cirebon kalau tidak macet ). Mereka suami-isteri dokter umum juga seperti kami. Saya sudah kenal dengan mereka dan pernah 1 kali  datang ke rumahnya saat menitipkan barang utk putri kami.

Saya berjanji akan datang ke rumah mereka pada hari Sabtu 21 Mei ini. Pukul 10.00 saat saya dan isteri akan berangkat menuju kesana. Saya  telepon bahwa kami akan berangkat ke Lohbener. Dr. H ( teman saya ) itu menjawab bahwa  ia dan isterinya sedang dalam perjalanan menuju ke kota Cirebon untuk service mobilnya di suatu bengkel di Cirebon. Jadi nanti kami  bertemu saja di bengkel mobil yg saya sudah tahu juga.

Perasaan lelah kalau  drive bolak balik, ditambah kena macet lalu lintas( traffic jam ) membuat perasaan saya tidak nyaman juga. Walau bagaimanapun toh saya harus menitipkan barang keperluan untuk putri kami. Jadi mau tidak mau harus jalan. Saat saya mau jalan, Tuhan beri kemudahan bagi kami. Kami sangat bersyukur tidak perlu drive ke Lohbener bolak-balik tetapi cukup  menuju ke sebuah bengkel mobil di kota Cirebon saja. Terima kasih  Tuhan untuk semuanya.

Met jalan sobat. Semoga  selamat  dalam perjalanan dan kembali ke Indonesia dalam keadaan sehat walfiat. Amin.

---

Orang kaya adalah orang yang sudah dapat memberi kepada orang lain.
Memberi bukan hanya berupa uang saja, tetapi juga: perhatian, pertolongan, pengorbanan, kasih dll.

Rabu, Mei 18, 2011

Curug Si Domba


Curug atau Air terjun. Lokasi air terjun tentu di daerah pegunungan. Air akan mengalir ke tempat yang lebih rendah.

17 Mei 2011 merupakan hari libur nasional ( Waisak ). Kami ingin sekedar refreshing, meninggalkan sejenak rutinitas kami. Kebetulan adik wanita saya  datang dari Jakarta menengok Ibu kami seperti biasa. Adik saya datang bersama seorang teman wanitanya yang gemar melancong.

Pukul 09.15 kami bertujuh ( termasuk ) supir, drive sebuah Minibus Toyota. Kami memutuskan akan berkunjung ke objek pariwisata Cibulan ( Puncak bagi warga Jakarta ). Jarak kota kami, Cirebon  - Cibulan sekitar 25 Km, ke arah kota Kuningan. Cibulan berlokasi di daerah pegunungan G. Ciremai yang berudara sejuk.

Kami semua sudah ber-ratus kali mengunjungi Cibulan. Selain udara yang sejuk ( maklum berada di kaki G. Ciremai ), disini ada kolam renang berair sejuk yang dihuni  ratusan Ikan yang dianggap keramat oleh penduduk sekitar. Ikan ini berwarna hitam dan ada yang berukuran sepanjang 60 – 70 Cm. Orang yang berenang di kola mini akan ditemani berenang oleh ikan-ikan yang jinak ini.

Selain Cibulan kami mendapat informasi dari seorang famili, ada objek pariwisata di dekat Cibulan yaitu Desa Si Domba. Kami semua ingin mengetahui Si Domba ini. Disini konon pemandangan alamnya bagus, ada air terjun, tempat / kios makan, kolan renang dll.

Sejak kecil sampai setua ini, saya pribadi belum pernah mendengar ada Desa Si Domba di dekat Cibulan. Supir kami dan semua peserta piknik ini belum ada yang tahu tentang Si Domba tsb. Ada apa gerangan di Si Domba ini.

Konon objek pariwisata ini dikelola oleh pengelola sebuah Pondok Pesantren pada tahun 2004. Mendekati Curug Si Domba kami melihat ada sebuah Gedung Bertingkat  yang cukup besar dan megah yaitu Pondok Pesantren.

Kami bermaksud hendak bertanya dimana lokasi desa Si Domba ini. Saat kami melintas jalan raya sebelum mencapai Cibulan, kami melihat sebuah papan penunjuk arah yang berukuran kecil yang bertuliskan “Curug Si Domba” ( rupanya disponsori oleh Perusahaan Teh Botol ). Penunjuk arah ini hanya terbaca saat kita  melintas dari Cirebon menuju Kuningan. Kalau dari arah Kuningan – Cirebon, penunjuk arah ini tidak akan terbaca sebab hanya dibuat 1 sisi saja.

Penunjuk arah ini berada di tepi jalan raya disebelah kiri jalan. Kira-kira 100 meter sebelum berbelok jalan ke kanan menuju Cibulan, penunjuk arah ini dipasang. Dari informasi seorang tukang ojek, jarak Curug Si Domba ini sekitar 3 Km ( menurut kami rasanya sedikit lebih jauh ).

Jalan aspal mulai mendaki, maklum daerah perbukitan. Jalan berkelok-kelok. Sayang tidak ada rambu lalu lintas atau penunjuk arah menuju Desa Si Domba ini. Yang  membuat kami kagum adalah jalanan di daerah menuju Si Domba mulus beraspal hotmix dan tidak ada jalan yang rusak sedikitpun. Hebat juga nih perawatannya.

Saat Minibus kami akan berbelok kanan, kami melihat ada 2 Bus Pariwisata yang belok dari arah yang berlawanan. Rupanya Bus tadi akan menuju objek pariwisata yang sama.

Pada saatnya kami berhenti di sebuah lokasi tempat penjualan karcis masuk. Taripnya: Rp. 5.000,- /orang dan Rp. 2.000,- /Sedan. Minibus. Retribusi ini setiap hari ( terutama weekend / libur ) tentu akan berjumlah besar. Jumlah orang yang banyak ( sekitar 1.000 an ) yang kami temui di lokasi ini.

Setiba di halaman parkir, kami  melihat sudah banyak mobil sedan, minibus, bus pariwisata berada disana. Di area utama, sebuah halaman  cukup luas dan berudara sejuk, kami melihat: sebuah podium Musik untuk menghibur pengunjung, kios-kios tempat makan, kios penjual Sovenir ( patung Domba / kambing jantan dari bulu artificial, T-shirt berlogo / teks Si Domba, jam dinding dengan background Si Domba, Sandal jepit dll.

Saat kami naik dari Curug, kami mendengar seorang wanita remaja sedang in action di iringi alunan sebuah Band Musik. Para pengunjung juga diperbolehkan untuk menyumbangkan suaranya.

Kami juga melihat lalu lalang  beberapa mobil yang berhias Domba di bagian depan kendaraan yang berfungsi sebagai pengantar pengunjung yang ingin melihat lingkungan area pariwisata Si Domba ini dengan membayar biaya naik. Kondisi jalan aspal yang mendaki ini membuat supir harus menancap gas agar mobil yang mengangkut sekitar 10-12 penumpang ini dapat melaju dan membuat suara gaduh dari knalpot kendaraan tadi.

Ada beberapa tempat parkir di daerah perbukitan ini yang banyak pepohonan rindang. Di setiap lokasi yang strategis  dibangun sebuah tempat bernaung berukuran 4 x 4 meter dan berlantai keramik mengkilap berwarna biru. Ada banyak pengunjung yang duduk-duduk sambil menyantap makanan yang dibawa dari rumah. Persis piknik, nyaman di alam terbuka dan berudara sejuk, ber AC alam.

Di tempat-tempat sepi tampak banyak sepeda motor yang diparkir. Pengendaranya pria dan wanita remaja, asik ngobrol, duduk berduaan. Saat Minibus kami melintas, mereka tampak menutup wajahnya malu-malu ketahuan ada orang yang lewat. He…he…



Minibus kami terus melaju  mendaki dan menurun mengikuti area perbukitan. Kami melihat juga semacam Kebun binatang (?). Tampak kandang Domba, Monyet Burung dll hewan pelihraan. Di sisi lain kami melihat tempat berayun-ayun. Cocok untuk anak Balita.

Di sisi lain ada beberapa lapangan kosong. Di tengah lapangan saya melihat bekas api unggun. Rupanya disini juga disediakan camping area. Di tepi lapangan tampak bangunan Toilet-toilet. Pada di tepi  tiap lapangan saya melihat ada selokan  berair jernih mengalir menuju ke tempat yang lebih rendah. Pas cocok untuk mereka yang  gemar camping. Suasana yang aman, damai, sejuk. Bagus untuk refreshing dari kesibukan perkotaan.



Disuatu bukit kami melihat ada beberapa orang yang akan mencoba menurun dengan melayang bergantungan ( Layang gantung ? ) di bawah seutas kabel baja sejauh sekitar 100 meter. Umumnya para remaja. Kami tidak melihat orang berusia lanjut yang mencicip Layang gantung ini. Takut kali ye?

Di bagian lain area ini tampak bangunan Gedung Pemasaran yang bersatu dengan Swimming pool, kolam renang. Saya lihat ada tulisan di loket karcis yang menunjukkan tarip masuk ke Kolam renang ini  Rp. 10.000,-/orang baik berenang atau tidak. Saya melihat ada kolam renang yang cukup luas dengan dasar kolam dar keramik berwarna Biru tua.Air yg sejuk di bawah sinar matahari pagi cocok untuk berenang dan  melemaskan otot.

Kami memasuki area Curug / air terjun yang berlokasi di sebelah kanan Podium musik / Band.Disambut rindangan pohon-pohon Bambu Hijau, kami melihat tangga dari semen menuju ke bawah dimana terdapat kolam ikan mas berwarna warni dan 2 air terjun kecil ( sekitar  8 meter ).



Mengingat curamnya anak tangga ini ( sekitar 60 derajat, nyaris tegak lurus ) sudah terbayang susahnya naik kembali. Ibu kami yang sudah sepuh ( 82 ) harus melapangkan dada duduk ditemani oleh adik wanita saya, di sebuah naungan tempat duduk  yang memang tersedia bagi pengunjung. Kami sempat membuat  beberapa foto disini sebagai kenang-kenangan.



Saya dan isteri sempat duduk sejenak di tepi kolam ikan dekat air tejun. Kami merasa nyaman, menghirup udara segar, melihat  ikan-ikan berenang kesana kemari dan mendengar gemercik suara air terjun.

Saat kami kembali naik tangga dan tiba di tempat makan, tidak melihat ada  penjual sate Kambing. Kalau makan siang dengan lauk Sate dan Gulai Kambing tentu cocok dengan nama Curug Si Domba ( Kambing Jantan ).
 
Kami menuju objek Pariwisata yang lain, Cibulan.
Setiba di area parkir. Luar biasa….. ada banyak 5 Bus Pariwisata dan puluhan Sedan/Minibus yang parkir. Rp.4.000,- / mobil cukup banyak duit yang masuk ke kocek pengelola parkir disini.

Kami tidak masuk ke area kolam sebab kami sudah tahu keadaan disini dan tentu ada banyak orang berada di tepi kolam atau yang sedang berenang di air yang dingin dari pegunungan G. Ciremai. Keluarga dapat duduk-duduk diatas Tikar yang dapat disewa dari penyewa Tikar yang mencari nafkah disini. Juga dapat dipesan Air Teh, Kopi panas. Mie Rebus instant dari bermacam merk, dll.

Disini juga konon terdapat Kepiting Mas yang dikeramatkan oleh penduduk setempat. Konon orang dapat melihat Kepiting ini akan mendapat keberuntungan. Benar tidaknya ??

Di tepi area parkir kami menyunjungi penjual Buah Adpokat, snak Lepet ( ketan putih, kacang tanah dan parutan kelapa di bungkus daun kelapa yag dikukus, besarnya sekitar 2 jempol tangan ). Lepet ini hanya ada pada hari Minggu dan Libur saja, sebab di hari-hari lain Cibulan miskin pengunjung dan para penjual lepet kawatir kalau Lepetnya tidak ada yang beli. Rasanya gurih dan nyam nyam. Selain itu juga ada penjual Sovenir: Kipas dari bambu, Uleg-uleg batu alam untuk menghaluskan Bumbu dapur. Gantungan Kunci dari Batok Kelapa, dll.

Keinginan makan Sate Kambing kami puaskan di tempat makan “ Simpang Tiga” yang berlokasi di desa Beber ( sekitar 5 Km dari Si Doma ) ke arah kota Cirebon. Warung makan ini favorit kami. Disini ada banyak Rumah Makan yang menyajikan menu Sate dan Gulai Kambing. Kami memesan Sate Kambing ( tanpa lemak ) dan Sate Hati Kambing ( tanpa lemak ) untuk  menghindari Kolesterol, Sayur Asam, Lalaban Kubis, Tomat, Mentimun dan Sambel Terasi.

Badan lelah, perut lapar, sambil nyeruput Air Teh hangat yang harum, kami merasakan Lunch yang sangat nikmat. Berbahagialah orang yang masih dapat menikmati makannya.

Piknik kami cukup memuaskan dan ketika Minibus kami meluncur  kembali ke kota Cirebon, ada banyak anggota keluarga kami yang ngantuk dan tertidur sejenak.

Sekitar pukul 15.15 kami tiba kembali di kota Cirebon. Home sweet home.

Untuk Dinner kami merencanakan akan menikmati makanan yang lain di tempat makan yang lain, yang berada di dekat rumah kami. he…he… makan lagi nih.

18 Mei 2011 pagi, saya mengantar adik saya dan temannya ke stasiun kereta api Cirebon. Kereta Argo Jati pukul 05.45 akan membawa mereka kembali ke stasiun Gambir, Jakarta. Mereka akan melakukan tugas rutin kembali. Bye.-

---

Kalau bangun tidur hari sudah siang, maka rejeki sudah diambil orang.

Minggu, Mei 08, 2011

Anak penolong


( foto ilustrasi )

Kemarin pagi seusai praktik pagi, saya menuju  sebuah Pasar tradisionil K di kota kami. Saya bermaksud membeli beberapa Ikan Sapu-sapu yang  di pelihara sebagai pembersih lumut pada dinding kolam ikan. Selain itu saya juga akan membeli cacing sutra ( cacing kecil yang hidup di air ) sebagai makan ikan peliharaan kami di akuarium.

Setiba di pasar ini saya melihat  banyak penjual  buah-buahan yang menggugah selera belanja saya. Saya melihat  buah Jambu biji yang segar, Buah Nangka yang sudah dikupas, bermacam Pisang, Tomat yang berwarna merah ( yang mengandung antioksidan Leucophene ), Sayur Selada, Brocoli ( yang mengandung antioksidan Sulphoraphene ).

Akhirnya saya membeli juga Buah dan Sayur dalam jumlah sedikit. Saat saya menawar Nangka kupas, ada seorang anak laki-laki seusia kelas 4-5 SD, berpakaian tidak lusuh. Saya menduga ia bukanlah seorang pengemis yang getol meminta-minta.

Bocah itu berkata kepada saya “Saya bawain, Pak.”

Semula saya tidak mengerti maksudnya.

Bocah itu berkata lagi “Bawain, belanjaannya, Pak.”

Aduh..mosok belanjaan yang hanya 2-3 kantong keresek ( plastik ) kecil mesti minta dibawain orang lain?

Saya menjawab kepadanya “Engga ah…enteng kok.”

Bocah itu tidak mau pergi, lalu saya melotot kepadanya. Bocah itu meninggalkan saya dan mencari sasaran yang lain. Ibu penjual buah Nangka ini tersenyum. Ia sudah hafal rupanya akan  sosok bocah semacam itu. Saya perhatikan ada banyak bocah seusia tu yang mengikuti Ibu-ibu yang sedang belanja di pasar ini.

Saat saya meninggalkan pasar tradisionil ini, saya teringat akan pengalaman HN, adik wanita saya yang juga belanja di pasar tradisionil ini beberapa bulan yang lalu. Barang belanjaan HN ini  cukup banyak juga sehingga agak repot kalau tidak didampingi seorang asisten yang membawa belanjaannya.

Akhirnya ia  menyetujui permintaan seorang bocah pembawa belanjaan di pasar ini. Mereka meuju tempat parkir Becak untuk kembali ke rumah. Setiba di rumah orang tua saya, adik saya ini  ingin segera membuat Sop Ayam, kesukaan Ibu saya. HN sibuk mencari-cari Ayam potong  di semua kantong keresek belanjaannya. Ternyata tidak ada alias lenyap.

HN jengkel luar biasa dan kembali menuju ke pasar ini. Ia mengunjungi kios Ibu penjual Pisang (  tempat terakhir ia belanja dan  bertemu dengan bocah pembawa belanjaan ) dan bertanya apakah ia mengenal bocah tadi.

Ibu penjual Pisang tadi menjawab “O..anak itu sudah pergi. Kenapa, Ibu?”

Adik saya menjawab “ Wah..anak itu pencuri. Ayam potong yang saya beli itu dicurinya. Saya tidak melihat ayam potong itu ketika saya akan memasaknya.”

Rupanya dengan kecepatan tangannya, bocah itu mengambil bungkusan Ayam tadi dan memberikan kepada temannya yang lain saat adik saya lengah tidak memperhatikan bocah tadi. Adik saya tidak menyangka bocah yang akan diberi uang jasa itu juga tega-teganya mencuri barang belanjaan yang dipercayakan membawanya. Kualat nih anak…

Pengalaman adik saya itu juga menambah jumlah bukti bahwa: untuk  berbuat baikpun, ternyata tidak mudah. Seperti yang sering kali saya tulis dalam artikel lain dalam Blog ini.

Berhati-hatilah dan jangan percaya begitu saya kepada orang-orang yang baru kita kenal.

Jangankan orang  yang baru kita kenal, orang yang sudah lama kita kenalpun dapat saja berbuat tidak baik kepada kita. Kalau uang yang dalam jumlah  kecil saja ditilep, apalagi uang dalam jumlah yang besar atau sangat besar.

Berhati-hati dan waspadalah saat kita belanja di pasar tradisionil, di pasar modern atau di tempat-tempat ramai yang lain (  stasiun kereta api, bus, bandara dll ).

Pesan saya yang lain yang juga penting adalah: saat berada di tempat-tempat ramai, jangan membawa  dokumen yang penting / memakai perhiasan atau asesories yang dapat memancing niat jahat orang lain. Mereka akan bertindak jahat saat ada kesempatan yang lewat.

Semoga posting kali ini dapat bermanfaat bagi anda yang saat berada di tempat-tempat yang ramai.

Kamis, Mei 05, 2011

Kejutan



Pagi ini saat saya hendak menyetor uang Pajak Penghasilan Bulanan Pasal 25 di Kantor Pos Indonesia cabang Cirebon. Pukul 07.35 saya sudah tiba di halaman Kantor Pos.

Saya heran, kok masih sepi, tidak biasanya. Pintu Kantor Pos masih tertutup. Biasanya pukul 07.30 pintu sudah terbuka lebar. Apakah  petugas belum membukanya?

Saya bertanya kepada petugas parkir “Pak, Kantor Pos sudah buka?”

Petugas parkir berkata “Sudah , Pak. Silahkan, Pak pintunya didorong saja.”

Ya sudahlah, saya mencoba  untuk masuk dengan mendorong pintu yang lumayan besar.
Saat saya berada di balik pinru masuk, saya terkejut. Luar biasa…..

Penampilan loket-loket sudah berubah. Warna dinding yang Oranye, khas PT Pos Indonesia, tampak menyegarkan pandangan mata saya.  Udara ruangan yang biasanya menyengat, pagi itu terasa sejuk berkat hembusan AC. Apakah saya salah masuk?

Pikiran saya melayang  ke beberapa bulan yang lalu saat Gedung Kantor Pos ini direnovasi sehingga untuk pelayanan masyarakat dipindahkan ke bagian Utara Gedung yang lebih kecil dengan udara ruangan yang panas menyengat. Hembusan beberapa Kipas angin nyaris tidak membantu udara menjadi sejuk. Maklumlah kota Cirebon berada di jalur Pantai Utara Jawa ( Pantura ) yang panas. Rupanya pagi ini saat saya  ke Kantor ini, pelayanan di pindahkan kembali ke bagian Gedung Kantor yang sudah selesai direnovasi.

Pelayanan Kantor Pos ini dimulai sejak pukul 07.30, dimana banyak Kantor masih tutup, belum memulai aktifitas. Untuk membayar uang Pajak Penghasilan-pun sudah dapat dilakukan mulai pukul 07.30 dan masih belum banyak masyarakat yang datang  ke Kantor ini. Pelayanan yang cukup cepat masih memungkinkan saya buka praktik pagi hari yang dimulai pukul 08.00.

Sejak saya masih duduk di bangku SD, penampilan Kantor Pos ini nyaris tidak berubah banyak. Yang sangat dirasakan adalah udara Kantor yang panas. Apalagi kalau harus  menunggu antrian membeli Perangko, mengirim paket dll keperluan, lengkaplah sudah penderitaan saya.

Namun mulai pagi ini keberadaan saya di dalam Kantor Pos ini cukup membuat betah berlama-lama  berada di dalam Kantor ini. Kesejukan Kantor Pos ini mirip kalau saya berada di dalam Kantor Operator Telkomsel yang berjarak 100 meter dari Kantor Pos ini.

Ketika suasana dan kesejukan Kantor Pos ini berubah drastik yang membuat betah para Karyawan /wati dan masyarakat, saya masih merasa ada yang  kurang. Apakah itu?

Senyuman. Ya senyuman para karyawan / wati yang bertugas melayani masyarakat masih  mahal senyum. Mestinya dalam udara yang sejuk, mereka lebih murah senyum agar masyarakat yang dilayani juga merasa lebih nyaman.

Keep smiling akan membuat orang-orang lain merasa nyaman dan betah berurusan di Kantor Pos ini atau di Kantor-kantor lain seperti Bank, Stasiun Kereta Api, Hotel  dll.

Semoga keep smiling ini akan lebih banyak terasa bagi masyarakat yang datang ke tiap-tiap Kantor Pelayanan Masyarakat.

Akhirnya pikiran saya melayang ke Gedung Puskesmas yang berjarak 75 meter dari rumah kami. Apakah gedung Puskesmas tsb ( dan Puskesmas-puskesmas lainnya ) sudah dilengkapi dengan AC dan murah senyum? Semoga.-

Rabu, Mei 04, 2011

Tidak ada waktu untuk sakit


( foto ilustrasi: Cardiomegalia )



( foto Jantung nomal ) 


Topik artikel kali ini  rasanya aneh.
Apakah benar tidak ada waktu untuk sakit?

Saat ini sakit merupakan suatu kemewahan bagi kebanyakan  orang, apalagi kalau sampai dirawat di Rumah Sakit atau dilakukan suatu operasi. Biaya untuk pengobatan dirasakan sangat mahal. Bantuan Pemerintah masih dirasakan masih belum menjangkau  bagi seluruh rakyat yang menderita sakit.

Sandang, pangan, perumahan, pendidikan dan kesehatan merupakan kebutuhan pokok bagi kita semua yang makin hari main sulit terjangkau. Semuanya menyangkut ekonomi biaya tinggi, sedangkan mencari pekerjaan juga saat ini tidak mudah.

3 hari yang lalu sore hari, datang untuk berobat pak W, 60 tahun.
Pak W diantar oleh seorang putranya yang bekerja di sebuah toko di kota kami.
Pak W tinggal disebuah kecamatan L, suatu daerah pesisir Pantai Utara ( Pantura ).
Pekerjaan sehari-hari Pak W ini sebagai  pekerja di tambak ikan.

Keluhan Pak W : rasa tidak nyaman di daerah ulu hati dan dada sejak 1 minggu yang lalu ( mungkin juga sejak beberapa bulan / tahun yg lalu, tetapi dikatakan tidak dirasakan benar ). Pak W berobat tidak teratur di Puskesmas terdekat. Makin hari keluhannya tidak berkurang. Dalam 1-2 tahun terakhir Pak W jarang mengunjungi Puskesmas meskipun ia merasakan kadang-kadang ada rasa tidak nyaman di daerah ulu hati dan dadanya. Pak W sibuk bekerja di tambak ikan. Sepertinya Pak W tidak mempunyai waktu untuk sakit. Kalau tidak bekerja, tidak akan mendapat uang untuk hidup sehari-hari.

Pada pemeriksaan fisik: pasien tampak sakit berat, tekanan darah 170/80 mmHg, nyeri tekan di daerah ulu hati dan perut kanan atas, bunyi pernafasan tidak normal ( ada ronchi basah kedua paru ), tidak terdengar wheezing ( seperti pada penyakit Ashma Bronchiale ), tidak terdapat bengkak pada kedua tungkai.

Saya menduga adanya gangguan pada Lambung  dan Paru-paru, disertai adanya tekanan darah yang meninggi. Saya memberi informasi bahwa untuk mengetahui penyakitnya dengan jelas maka mesti dibuat pemeriksaan penunjang seperti pemeriksan Darah ( LED / Laju Endap Darah ) dan Foto Thorax ( Jantung dan Paru ). Untuk sementara saya memberikan resep untuk menurangi rasa nyeri ulu hatinya.

Keesokan harinya saya melihat hasil pemerksaan penunjang:
LED: 40 mm/jam ( tinggi ), Foto Torax ( yang mengejutkan saya ): tampak ukuran Jantung sangat besar ( cardiomegalia,  bagian kiri  dada terisi Jantung yang bengkak ) dan pada Paru-paru  terdapat Edema paru ( banyak cairan dalam paru ).

Adanya Cardiomegalia ini rupanya yang membuat Pak W merasa tidak nyaman.
Tekanan Darah yang tinggi  ( yang tidak diobati ) rupanya memberikan komplikasi kepada Jantungnya sehingga Jantung membengkak  / membesar. Cardiomegalia ini juga memberikan komplikasi adanya Edema paru.

Setelah memberikan informasi hasil pemeriksaan penunjang tsb, saya  sangat menyarankan agar Pak W di rawat di sebuah Rumah Sakit. Saya segera membuat Surat Rujukan kepada Teman Sejawat Ahli Penyakit Dalam RS Umum di kota kami.

Pasien menolak masuk RS dan minta resep obat saja ( tidak ada waktu untuk sakit ).
Saya menolak memberikan resep saja tanpa merujuk ke RS.

Kadang-kadang saya  heran mengapa ada banyak pasien yang menderita sakit parah, tetapi masih juga menolak untuk mendapat pengobatan di RS yang lebih baik dari pada  tinggal di rumah. Masalah biaya sebenarnya dapat dirundingkan dengan anak-anaknya  yang akan secara gotong royong membiayai biaya pengobatan sang ayah.-