Rabu, September 11, 2013

Mendarat di Sydney


7 September 2013.

Penerbangan kali ini dalam rangka liburan sampai akhir September 2013 dan untuk bertemu dengan putra dan putri kami yang tinggal dan bekerja di kota Sydney, Australia. Pesawat Qantas QF42 lepas landas dengan mulus pada waktunya pukul 20.20 dari Bandara Sukarno-Hatta, Jakarta. Pesawat terisi penuh dengan penumpang.

Setelah para penumpang menduduki kursi masing-masing,para awak kabin memperagakan cara memakai pelampung keselamatan penumpang bila terjadi keadaan darurat pada pesawat.

Cukup lama pesawat berada di runway dalam posisi menunggu ijin terbang dari petugas menara pengawas penerbangan. Bandara ini ternyata cukup sibuk melayani pesawat yang akan lepas landas maupun yang akan mendarat.

Setelah pesawat terbang stabil di udara, terdengar suara pria (mungkin pilot atau kopilot)dalam bahasa Indonesia dan Inggris yang menyampaikan ucapan selamat mengikuti penerbangan ini, lama perjalanan Jakarta-Sydney selama sekitar 7 jam, suhu udara di tempat tujuan dan lain-lain informasi. Antara Jakarta (GMT+7) dan Sydnet (GMT+10) terdapat perbedaan wajtu 3 jam. Waktu di Sydney lebih cepat 3 jam dari kota Jakarta.

Tidak berapa lama, sekitar setengah jam setelah lepas landas para awak kabin yang terdiri dari 3 wanita berkulit putih dan 3 pria ras oriental mulai menghidangkan makan malam diatas nampan plastik. Penumpang boleh memilih chicken (ayam) atau beef (daging sapi) sebagai teman nasi putih dan irisan sayuran buncis dan wortel . Selain itu juga diatas nampan ada sebotol kecil susu, puding, air jeruk. Minuman boleh pilih air teh, kopi. Kami lebih suka memilih Red wine (anggur merah) dalam botol kecil yang berisi 187 ml anggur merah. Red wine tidak ada dalam penerbangan pesawat Garuda.

Pada setiap kursi penumpang terdapat layar monitor TV yang terletak di bagian belakang jok kursi penumpang di depannya. Penumpang dapat memilih saluran yang tersedia untuk melihat film yang berbeda.

Dalam pesawat ini tidak terdapat layar monitor lebar yang dapat menampilkan peta yang menunjukkan pesawat sedang terbang dimana, berapa ketinggian pesawat saat itu dan pukul berapa saat itu. Layar monitor ini kami lihat dalam pesawat Qantas beberapa tahun yang lalu saat kami terbang dari Jakarta ke Sydney dan sebaliknya. Mungkin tipe pesawat kali ini berbeda dengan pesawat yang kami tumpangi sebelumnya.

Selama penerbangan ini para penumpang juga banyak yang memerlukan toilet. Sering kali penumpang harus antri menunggu orang yang sedang berada di dalam toilet.

Dalam penerbangan ini penumpang kelas ekonomi dalam posisi duduk dengan ruang kaki yang sempit karena ada kursi penumpang didepan. Untuk kelas eksekutif yang berada di bagian depan pesawat kursi lebih nyaman dan ruang kaki lebih luas, maklumlah biayanya juga lebih mahal dari pada kelas ekonomi.

Selama penerbangan lampu besar dalam pesawat dimatikan dan hanya ada lampu-lampu kecil yang masih nyala.
Pagi hari, sekitar 1 jam sebelum pesawat mendarat, penumpang mendapat minuman pagi berupa sebuah kue, susu dalam botol plastik kecil, air teh hangat atau kopi panas.

Pelayanan awak kabin cukup baik dan untuk berkomunikasi mereka selalau berbicara dalam bahasa Inggris. Setengah jam sebelum pesawat mendarat terdengar suara pria (pilot pesawat atau kopilot ) yang menyampaikan selamat pagi kepada para penumpang, menyatakan bahwa sebentar lagi pesawat akan mendarat dan menganjurkan agar memakai seat belt (sabuk pengaman). Diinformasikan suhu udara luar kota Sydney, menyarankan agar para penumpang memeriksa barang bawaan agar tidak tertinggal di dalam pesawat dan mengucapakan terima kasih sudah mengikuti penerbangan pesawat ini dan bagi penumpang yang akan melanjutkan penerbangan ke Negara lain ( New Zealand dan lain-lain) diharapkan memasuki gate 3 dan seterusnya.

Pesawat Qantas QF42 mendarat dengan mulus di Bandara Kingford Smith, Sydney. Setelah turun dari pesawat para penumpang berjalan kaki dengan jarak yang cukup jauh untuk menuju bagian imigrasi untuk meminta stempel dari petugas imigrasi. Waktu itu masih pagi 03.15 WIB atau 06.15 Sydney time, kebanyakan penumpang masih ngantuk tapi harus bergegas berjalan cepat untuk menuju bagian imigrasi.

Satu pesawat saja terdapat sekitar 300 penumpang dengan paspor masing-masing. Saat itu ada 2 pesawat yang mendarat dan tentu jumlah pemegang paspor yang akan meminta stempel imigrasi ada banyak dan harus berlari untuk segera berada di depan loket imigrasi. Terdapat banyak petugas imigrasi yang wanita dan pria yang bertugas. Bila tidak ada masalah petugas segera membubuhkan stempel imigrasi pada halaman buku Paspor para penumpang, waktu yang dibutuhkan sekitar 1-2 menit.

Disini tidak dibedakan pemegang Paspor Australia, Indonesia atau Negara lain. Jadi semua loket dapat melayani semua penumpang. Loket imigrasi di Bandara Sukarno-Hatta masih membedakan loket untuk pemegang Paspor Indonesia atau orang asing dengan antrian yang cukup panjang sehingga memerlukan waktu yang lama untuk mendapatkan stempel imigrasi.

Selesai di bagian imigrasi, para penumpang menuju bagian bagasi. Koper-koper pakaian penumpang keluar dari lubang khusus dari bagian bawah bangunan, berjalan di atas ban berjalan. Disini terdapat banyak ban berjalan dan kita dapat melihat di layar monitor, nomer penerbangan QF42 harus mengambil koper di ban berjalan nomer 8. Kalau salah menunggu di ban berjalan, maka koper pakaian kita tidak akan muncul. 3 buah koper pakaian kami segera saya naikkan ke atas sebuah trolley (kereta dorong khusus untuk koper yang banyak tersedia disana).

Dari sini kami harus menuju bagian pabean. Ada seorang petugas wanita muda kulit putih yang bertugas dan mengambil kartu pabean yang sudah kami isi di atas pesawat. Ketika petugas ini melihat 2 kartu pabean saya dan isteri, yang menyatakan NO bagian tertentu, dia berkata “That way please” sambil menunjukkan ke arah mana kami harus mengambil jalur, ternyata jalur langsung menuju pintu keluar Bandara. Kami tidak mengalami kesulitan untuk keluar Bandara.

Ada penumpang yang harus men-declear barang bawaan tertentu yang harus dilaporkan kepada petugas pabean dan sering kali koper pakaian penumpang dibuka untuk melihat isi koper tersebut. Jadi membutuhkan waktu lebih lama untuk keluar dari Bandara.

Di ruang tunggu putra dan putri kami sudah siap menunggu kedatangan kami di Negara Kangguru ini. Kami gembira dapat bertemu kembali dengan mereka. Di depan terminal kedatangan kami sempat mengambil foto. Mereka mendorong trolley koper kami menuju tempat parkir mobil. Jumlah mobil setiap tahun bertambah banyak dan membutuhkan tempat parkir yang memadai, jadi dibangun sebuah gedung bertingkat khusus untuk parkir mobil.

Keluar dari kompleks Bandara Sydney, mobil putri kami meluncur di jalan raya yang mulus. Disini kami tidak pernah melihat jalan yang rusak, semua mulus. Bila ada bagian yang perlu diperbaiki, para petugas mengerjakannya pada malam hari sehingga tidak membuat macet jalan raya. Pagi hari jalan sudah tampak mulus kembali. Biaya perbaikan jalan dan lain-lain diambil dari pajak penduduk negara ini.

Tiba di flat putri kami, kami segera beristirahat karena masih ngantuk, saat itu waktu sudah menunujukan pukul 04.15 (WIB) dinihari.

6 komentar:

  1. Wah, senangnya mengunjungi Sydney, menemui putra-putri Dokter.
    Tapi, Dok, kalau setiap tahun ke Sydney apa nggak bosan? Kenapa nggak ajak anak Dokter berpegian ke negara Asia lainnya, seperti Jepang, Cina, etc atau Amerika?

    BalasHapus
  2. To Kencana,

    Saya dan isteri sudah 6 x berkunjung ke Sydney, juga sudah melihat-lihat kota Melbourne, Gold Coast dan sekitarny.

    Putra dan putri kami sejak study sampai masing-masing lulus S2 di Sydney, bekerja dan tinggal disini sudah pernah mengunjungi: New Zealand, Puket (Thailand), Korea dan Jepang.

    Kami sendiri pernah berkunjung ke Singapore, Vietnam, Macao, Zuhai (RRC) ikut rombongan lain. Istri semasa masih bekerja di PMI cabang kota Cirebon beberapa kali melakukan kunjungan kerja ke Singapore, Kuala Lumpur, Bangkok.

    Di Indonesia sendiri kami belum pernah mengunjungi tempat-tempat yang tidak kalah menarik seperti: Bunaken, Raja ampat, Papua, Bangka Belitong dan lain=lain. Kami pernah mengunjungi Danau Toba saat melamar anak mantu kami untuk putra kami.

    Saya sendiri punya impian mengunjungi The Great wall di RRC, tapi belum kesampaian.

    Salam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, saya sendiri belum pernah ke Vietnam. kalau ke Great wall Cina sih pernah. Waktu itu musim panas, jadi cuacanya terik sekali. Banyak cowok yg topless. Saya sendiri gak sanggup naik sampai ke atas. Kepala pusiiiing. Akhirnya makan es krim sambil nungguin ortu.

      Hapus
  3. To Kencana,

    Anak tangga di tembok besar sangat banyak, cxape juga naik turun anak tangga itu. Apalagi bagi kami yang sudah usia diatas 60 tahun.

    Salam

    BalasHapus
  4. Berarti keluarga Dokter termasuk yg sering melakukan travelling, ya. Kenapa nggak ditulis juga pengalamannya di sini?

    BalasHapus
  5. To kencama, iya mere. Kurang hobi menulis. Saya menulis reportase trip saya, misalnya macao trip, ha long bay trip, melbourne trip dan lain-lain.

    Salam

    BalasHapus