Selasa, Agustus 16, 2011

Masih adakah kejujuran


( foto ilustrasi )

Kemarin sore sekitar pukul 17.00 datang berobat Pak EK, 51 th. Ia diantar seorang putrinya, 20 th.

Penampilan pasien ini sesuai dari golongan ekonomi lemah.
Keluhan pasien saya ini  sakit pinggang sejak tadi siang. Rasa sakit ini tidak tertahankan sampai Kaos oblong kumal yang ia pakai basah dengan keringat.

Setelah dilakukan wawancara ( anamnesa ) keluhan yang dideritanya dan melakukan pemeriksaan fisik, saya membuat Diagnosa sementara Renal kolik ( kolik ginjal ), rasa nyeri yang diakibatkan oleh gangguan pada Ginjal, kemungkinan Batu Ginjal dan atau Batu saluran kencing.

Untuk melakukan pemeriksaan penunjangpun tidak tersedia dana.  Keadaan ini membuat sulitnya menegakkan Diagnosa penyakit Pak EK. Ia sudah berusaha membeli kapsul untuk mengurangi rasa sakitnya di sebuah toko obat terdekat. Pasien ini sudah meminum 2 kapsul obat  herbal yang konon untuk menghancurkan Batu saluran kencing. Rasa sakit masih ada setelah 2 jam ia minum obat ini.

Saya buatkan sebuah resep obat yang terdiri dari 3 macam obat untuk selama 3 hari. Bila masih belum sembuh harus membuat Foto Rontgen perut ( BNO ) atau pemeriksaan USG ( Ultra Sonografi ) Ginjal dan Saluran kencing.

Saya memberikan resep obat ini yang diterima oleh Pak EK sambil berkata “Dok, kami akan pulang dulu untuk ambil uang. Berapa biaya pemeriksaan nya? Setelah pulang sebentar putri saya ini ( sambil menunjuk kepada putrinya yang duduk disebelah Pak EK ) akan datang mengantarkan uangnya.”

Saya menganggukkan kepala tanda setuju.
Saya memeriksa 2 pasien lain. 1 jam kemudian, 2 jam kemudian dan sampai keesokan harinya  tidak ada orang suruhan Pak EK yang mengantarkan biaya pemeriksa bagi kesehatannya. Ia telah menipu dokter yang telah menolongnya.

Perbuatan pasien ini saya ihklaskan saja. Mau bagaimana lagi, kalau memang tidak punya uang untuk berobat?

Sebelum menutup pintu Ruang Tunggu malam itu, saya membatin sambil geleng-geleng kepala: “Pasien ini sudah membuat kebohongan sebanyak 4 kali:1. kepada diri sendiri, 2. kepada putrinya ( yang diajak bekerja sama untuk berbohong ), 3. kepada dokternya, 4. kepada Tuhan Yang Maha Mengetahui. Dalam bulan Puasa yang suci ini seharusnya berbuat suatu kebaikan, bukan menipu orang lain. Bagaimana mau mendapat Pahala? Semoga keluhannya membaik.”

Masih adakah kejujuran saat ini?
Kejadian ini sering saya alami, baik oleh gender Pria maupun gender Wanita dari usia Dewasa.

Kalau seandainya pasien itu berkata sejak awal “Dok, saya tidak punya uang, tetapi saya ingin berobat kepada dokter.”

Bagi saya tidak masalah. Untuk berbuat baik, apa salahnya? Tetapi kalau berbohong seperti itu bagi sayapun tidak masalah, tetapi bagi kehidupan rohani pasien itu sangat disayangkan. Mengapa masih gemar berbuat bohong kepada orang lain yang justru telah menolongnya, yang dilakukan pada bulan Puasa lagi.

Kebohongan yang satu ini akan dilanjutkan dengan kebohongan yang lain. Mengapa sejak awal ia tidak mau berkata jujur bahwa ia tidak punya uang? Saya tidak bisa menebak apa jawabnnya.  Saya tidak dapat menemukan jawaban yang pas.

Selamat pagi.-

4 komentar:

  1. andaikata pasien tsb jujur sejak awal, brgkali ia masih bisa kembali dan diterima oleh dokter yg sama tanpa dibayang2i ketakutan... tetapi karena dari awal sudah menunjukkan iktikad yang tidak baik, utk ke depannya dia tidak akan berani datang lagi ke dokter yg sama... efeknya tentu saja kepada kesehatan pasien itu sendiri...

    BalasHapus
  2. To Michael,

    Seperti moto dalam Blog saya ini "Kita memetik apa yang kita tanam."

    Kalau kita tanam Padi, tentu akan panen Padi, bukan panen Jagung.

    Kalau kita tanam Kebaikan, kita akan panen Kebaikan pula.

    Dalam keadan terjepit, sering kali pikiran sehat tidak bekerja. Apapun akan dilakukan demi mencapai tujuannya.

    Saya pernah mendengar kisah dari TS lain. Kalau begitu Resep ditahan dahulu. Saat uang datang, Resep itu diberikan kepada pasien.

    Saya tidak tega berbuat begitu. Saya tahu ia juga sangat membutuhkan uang. Saya sekedar sedikit membantu pasien yang begitu. Semoga penyakitnya sembuh,minimal berkurang penderitaannya. Saya tidak ada beban mental dan dapat menikmati tidur nyenyak.

    Salam.

    BalasHapus
  3. Kejujuran mnrt pengalaman ada krn kebiasaan dr tiap masing2 org, kalo dlm kehidupan sehari2 sdh terbiasa jujur, ndak pandang apa itu org kaya atau miskin maka org tsb akan berusaha utk selalu jujur dlm segala hal, dan dlm keadaan apapun .

    Demikian pula sebaliknya , mereka2 yg terbiasa bohong nggak akan merasakan bersalah dsb setelah melakukan kebohongan, krn sdh amat terbiasa dan nggak akan pernah mikir balik bagaimana andai mereka sendiri yg dibohongi. Org2 dgn kebiasaan ini juga lupa bahwa dlm hidup ini ada karma, seperti moto blog bapak, kita memetik apa yg kita tanam, setuju sekali saya.

    BalasHapus
  4. To Ely Meyer,

    Pendapat Anda benar.
    Tiap orang mempunyai karakter masing-masing yang dipengaruhi: lingkungan keluarga, lingkungan hidup dan mungkin juga genetic factor.

    Teima kasih sudah berkunjung.

    Salam.

    BalasHapus