22 Desember 2011:
Bangun pagi pukul 06.05 Sydney time ( pk. 02.05 WIB ),
setelah mandi diguyur air hangat badan terasa segar. Kami bersyukur kalau
sampai saat ini saya, isteri, putra dan isteri dan putri kami dalam keadaan
sehat. Tidak terasa sudah hari ke 6, saya dan istri berada di kota Sydney,
sejauh 7 jam penerbangan pesawat dari kota Jakarta.
Tiap hari mengkonsumsi diet ala Sydney membuat ada suatu
kerinduan ingin menikmati Nasi Lengko, Gado-gado, Tahu tek-tek, Empal Gentong,
Mie Kocok, Lotek , makanan khas kota kami, Cirebon, Jawa Barat.
Bila menikmati Mie Kocok di kios makanan Indonesia di
Maroubra Rd, rasanya agak berbeda dengan
cita rasa Mie kocok Cirebon.
“Kok beda ya rasanya” saya berkomentar.
“Pah, ini Sydney, bukan Cirebon, tentulah rasanya sedikit
berbeda, tetapi kita beruntung masih
dapat menikmati Mie Kocok.” Jawab putra kami.
“Iya sih,” kata saya dalam hati. Mau apa lagi? Masih untung
ada Mie Kocok, Comro Bandung dan Pek-pek Palembang di kota Sydney ini, meskipun
harganya sekitar 10 – 12 AUD/ porsi. Nilai tukar saat ini 1 AUD = 9.100 IDR ( Rupiah
Indonesia ). Cukup mahal bagi kami yang punya IDR.
Pagi hari sampai tengah hari cuaca mendung dan turun hujan
cukup deras.
Isteri saya berkata “Lebih enak tinggal di Flat ya, kalau hujan
begini.”
Putra kami mengajak kami untuk membeli bahan makanan untuk
Dinner kami. Kami melaju ke Campie Centre, suatu Mall terdekat dengan Flat
mereka di daerah Campsie juga. Anak mantu kami berkata “Iya sekalian saya akan
mengembalikan buku pinjaman ke Perpustakaan Campsie”.
Foto daerah Campsie:
Di tempat parkir Campsie centre, mall bertingkat 3, tampak
sudah banyak mobil yang diparkir, padahal ini bukan hari libur atau week end.
Kami parkir mobil di atap Mall ini yang masih tersedia banyak ruang kosong.
Payung segera berfungsi untuk melindungi tubuh kami. Ah...dingin juga udara
luar saat hujan. Mirip suhu udara di daerah Puncak, Bogor di malam hari.
Saat melewati kios Barber ( potong rambut ) saya melihat ada
beberapa Pria dan Wanita yang sedang di rapihkan rambut mereka oleh
pegawai yang semuanya Wanita. Tarip potong rambut ( cukur ) Pria antara 12 – 15
AUD atau lebih. Kalau di kota kami cukur rambut Pria antara Rp. 6.000 – Rp. 15.000,-
Bedanya selain tarip yang memakai AUD, adalah suhu udara yang dingin ( semua
ruangan gedung ber-AC ), dilayani oleh pegawai yang Wanita dan jangan lupa
bicara dalam bahasa Inggris atau Mandarin ( kalau petugasnya berbicara Mandarin
).
Kalau bicara bahasa Indoensia , pasti mereka tidak mengerti.
Akhirnya kita memakai bahasa Tarzan. Di dinding ada banyak Foto dengan berbagai macam tipe gaya rambut. Kita
dapat menunjuk salah satu tipe, maka pegawai akan mengerti bahwa rambut kita
ingin dirapihkan seperti Foto yang itu.
Selain soal bahasa juga merupakan masalah dalam mengambil
keputusan akan memesan hidangan apa. Kalau kami makan di rumah makan Korea,
Jepang , Vietman, Italia dan lain-lain sering kali kami bingung mau pesan apa?
Nama hidangan yang tersedia terasa aneh, apalagi cita rasanya. Akhirnya kami melihat Foto-foto hidangan yang tersedia lengkap dengan harganya per porsi.
Ada cara
lain yaitu kami melihat meja disekitar kami, tamu yang lain sedang menikmati
makanan apa? Kalau dirasa cocok maka kami jawab “Mau yang seperti itu” sambil
menunjuk meja di sebelah kami. He..he.. beres deh. Rasanya? Jangan ditanya,
pasti berbeda cita rasanya dengan rasa hidangan di Negara sendiri.
Foto makanan:
Setelah dirasa cukup sudah membeli bahan makanan untuk
Dinner, kami berjalan-jalan ( olah raga jalan siang rutin ) melihat-lihat. Saya
membeli sebuah Majalah Fotografi “ Practical Photoshop, Sensasional Images made
simple” edisi Oktober 2011. Majalah ini disertai bonus sebuah CD petunjuk
mengolah Foto seperti yang kita inginkan ( aplikasi foto editor Photoshop ).
Bagus juga nih. Harganya? 17,95 AUD. Bagus juga harganya.
Sebelum menuju tempat parkir, kami mengunjungi perpustakaan
Campsie ( City of Canterbury, Campsie Library ). Menjadi anggota tidak dipungut
bayaran ( gratis ) bagi penduduk Campsie.
Foto Perpustakaan:
Daftar buku tersedia dapat kami lihat di banyak layar Komputer
yang tersedia di dalam Ruang Perpustakaan ini. Kami memasukkan kata kunci buku
apa? Setelah di klik akan nampak banyak
buku yang tersedia dan nomer buku yang menunjukkan dimana buku itu berada. Kami
dapat mengambil buku itu di rak tertentu yang tersusun rapih. Bila buku itu
sedang dipinjam oleh orang lain maka kami tidak akan menjumpai buku tersebut
dan harus mencari judul yang lain. Semua self service.
Saya melihat ada banyak remaja putra dan putri berserta
orang tua mereka membaca majalah atau buku di ruang ini. Suasana yang dingin, nyaman,
tersedia banyak tempat duduk membuat betah mengunjungi Perpustakaan yang juga
tersedia di setiap suburb kota Sydney.
Saya memilih 2 judul buku Fotografi dan W, anak mantu kami
meminjam 1 judul buku. W menuju sebuah alat untuk mengatur peminjaman buku-buku.
Semua dilakukan sendiri, meskipun saya melihat ada 2 petugas Pria white people
yang sedang bertugas.
Foto mesin peminjaman buku:
Seorang anggota perpustakaan dapat meninjam beberapa buku
/ majalah untuk selama 1 minggu. Saya pikir itu semua berasal dari Pajak yang
terkumpul dari masyarakat dan dikembalikan kepada masyarakat kembali untuk persediaan berbagai buku-buku / majalah,
honor petugas, AC, telepon dan lain-lain. Buku-buku yang tersedia juga
tergolong edisi yang baru.
Bagi orang yang gemar membaca ada banyak sumber bacaan yang
tersedia dengan gratis di perpustakaan umum ini, selain dari sumber Internet
yang sudah menjadi barang yang biasa seperti Handphone atau Mobilephone yang
beberapa tahun lalu masih merupakan barang yang mahal.
Beberapa tahun yang saya dan putra kami pernah mengunjungi Perpustakaan umum di
daerah Maroubra. Gedung ini berlantai 3 , ber-AC, setiap lantai hanya ada 1
petugas wanita yang setengah baya. Anggota atau pengunjung dapat membaca buku /
majalah selama jam buka Perpustakaan ( pagi sampai sore ). Udara dingin,
hening, bersih, tempat duduk nyaman. Belajar atau sekedar membaca Novel, sangat
coccok dalam Perpustaan ini. Semua free. Kalau kami bicara keras, petugas akan
segera memperingati kami.
Foto mobil sedan Holden tahun 1960, made in Australia:
Foto mobil sedan Holden tahun 1960, made in Australia:
Selamat sore.-
saya kagum dgn perpustakaan lokal seperti yang ada di Campsie tsb,.. rapi, bersih, koleksi lengkap dan modern... kapan ya di Indonesia bisa ada seperti itu , supaya kita dapat belajar dgn fasilitas yg bagus dan murah? ( biar masyarakat kita tidak selalu terkebelakang )
BalasHapusTo Mikhael yang rajin berkunjung dan memberi komentar,
BalasHapusDi kota kami juga ada Perpustakaan Umum milik Pemerintah Daerah, tetapi saya belum pernah berkunjung.
Rasanya Perpustakaan di negara kita kurang populer dan tidak ada promosinya.
Para Student S1, S2, S3 di Aussie selalu akrab dengan Perpustakaan. Untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan para Dosen, mereka mau tidak mau harus baca dan pinjam Buku-buku yang dianjurkan yang tersedia di Perpustakaan tiap Kampus. Kalau harus membeli sendiri, harganya masih tinggi dan tidak semua halaman akan dibaca sebagai sumber referensi. Lebih nyaman kalau membacanya di Perpustakaan, akhirnya para student bisa jadi "kutu buku", guna meraih gelar yang diinginkan.
Benar kalau ada kesempatan, bepergian dan study ke negara-negara lain banyak manfaatnya. Minimal sebagai pembanding dgn negara kita. Sering kali para student yang study di luar negeri, tinggal dan bekerja disana, tidak mau kembali ke negara asal. Sudah merasa lebih nyaman stay disana dengan gaji yang memadai sesuai dgn tingkatan gelar yang dimilikinya ( S1, S2 dan S3 ).
Alumni Perguruan Tinggi di Aussie terutama study Medicine, dokter, masih banyak dibutuhkan sehingga lebih mudah mencari pekerjaan dari pada bidang study lain dan selanjutnya training study S2 dan S3. Tenaga research juga penghasilannya lumayan. Akhirnya mereka enggan balik ke negara asal.
Semoga tulisan ini memamacu semangat para student Indonesia utk study di negara lain ( dgn bea siswa atau sumber lain ).
Salam.