Saat ini setiap bulan kami selalu mendapat Undangan Pertunangan / Pernikahan / Khitanan baik dari relasi, teman, keluarga dan bahkan dari para pasien kami. Kadang kami tidak mengenal siapa yang mengundang. Tidak jarang dalam 1 hari ada 1-3 Undangan tsb. Tentu kami berterima kasih atas Undangan tadi. Bukan karena diundang untuk mengikuti Resepsi, tetapi minimal masih ada perhatian kepada kami untuk dimohon hadir dalam acara penting para pengundang.
Kalau beberapa tahun yang lalu, Undangan hanya pada tanggal dan bulan baik saja, sekarang setiap bulan ada saja yang menikah. Luar biasa.
---
Kemarin kami hadir pada suatu Resepsi Pernikahan salah seorang relasi kami.
Nah disinilah awal dari judul posting saya kali ini. Ikuti kisahnya.
Seperti biasa sebelum memasuki Gedung Pertemuan, para undangan mengisi Buku Tamu. Buku Tamu ada di 2 deret : Kiri dan Kanan. Masing-masing deret ada 2 buah Buku Tamu. Jadi sebenarnya cukup untuk dimanfaatkan.
Kami antri dalam deret Kiri. Saya sudah hendak megambil Ballpoint yang tersedia untuk menuliskan nama kami. Tiba-tiba ada sebuah tangan kanan dari seorang wanita usia baya yang dengan cepat mengambil Ballpoint itu dari sisi kiri saya. Wanita baya ini tidak antri lagi. Rupanya ia ingin segera memasuki Gedung Pertemuan. Saya tidak ingin mempermalukan wanita baya yang kami tidak kenal sama sekali dengan pakaian yang cukup menor. Bisa saja saya menegurnya, dan pasti ia akan kehilangan muka di hadapan para Tamu dan Panitia. Saya diam sebentar menunggu ia selesai menuliskan namanya dalam Buku Tamu.
Pesta Penikahan ini kami nilai sukses. Tamu undangan yang hadir cukup banyak. Biasanya 1 Kartu Undangan untuk 2 orang, tetapi nyatanya yang datang bisa lebih dari 2 orang ( suami, isteri, anak dan pembantunya atau suami-isteri, anak dan cucu-cucunya ). Oleh karena itu bagi yang punya hajat, bijaksana kalau mempunyai logistik hidangan ditambah sekitar 10 % dari undangan yang diperkirakan akan hadir.
Ruangan Gedung yang ber-AC nyaris tidak membuat suhu ruangan adem, sebab ada begitu banyak tamu yang hadir dan beberapa pintu terbuka lebar untuk dilalui para Tamu Undangan.
Ini sih udah keterlaluan. Ia egois sesuai judul posting kali ini.
Orang lain tertib antri, ia selalu ingin lebih dahulu dari orang lain. Mungkin wanita baya ini sudah lapar, sehingga ia berbuat begitu. Benar semua orang sudah lapar, sebab waktu sudah menunjukkan pukul 12.30, saat tiba makan siang. Kalau harus antri sebentar, kenapa sih?
Kalau saja saya tidak sabar, maka saya akan mengucapkan perkataan “Ibu, sudah lapar ya?” di depan orang banyak. Pasti ia akan malu sekali. Untung saya dapat menahan diri. Beda sekian menit tidak apalah untuk memberi kesempatan bagi wanita baya yang sudah lapar ini mengambil jatah hidangan terlebih dahulu.
Budaya antri ( Please queue ) tidak ada dalam diri wanita baya itu, sehingga pas kalau saya mengatakan bahwa wanita baya itu egois, mau menang sendiri tanpa memperhatikan orang-orang lain. Sebagai perbandingan, saya pernah posting artikel “Please queue” yang terjadi di Negara tetangga dalam Blog ini.
Budaya antri yang pernah kami lihat di negara-negara tetangga ( Singapore , Australia ) patut diberi pujian. Mereka malu kalau mereka nyerobot dalam antrian. Kalau sudah begitu maka tidak jarang ia akan diteriaki “You have to queue!” Kepada orang-orang yang Lansia saja mereka akan memberi kesempatan terlebih dahulu atau memberikan kursi yang didudukinya bagi para Lansia dalam Bus.
Kalau disini terjadi hal yang demikian, paling dicuekin. Tidak ada rasa bersalah atau malu lagi. Patut disesalkan. Sopan santun sudah tidak berlaku lagi?
Kalau dalam hal kecil saja sudah tidak bisa tertib, apalagi dalam hal yang lebih besar!
Kalau uang dalam jumlah yang kecil saja ditilep, apalagi dalam jumlah yang lebih besar!
Nah lho.
---
Bila ingin dihargai oleh orang lain, hargailah orang lain lebih dahulu dulu.
Bila ingin panen, menanamlah dahulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar