Hari Minggu 17 Mei 2009, hari libur, siang hari ketika saya dan isteri sedang melihat tayangan suatu acara di TV, ada seseorang yang mengetuk pintu pagar halaman rumah kami. Kenyamanan kami terganggu dengan kedatangan tamu ini.
Saya melihat di depan rumah kami sebuah Sedan bagus warna Hitam , rupanya Ny. S dan suaminya. Ny. S ini pasien isteri saya.
Tn. S bertanya “Dokter H. nya ada?”
Saya menjawab “Ada, ada apa ya?’
“Isteri saya sakit dan mau berobat!” Uh..ketus amat sih.
Saya berkata “Ini hari Minggu, kami tidak buka praktek”, sambil membuka gembok kunci pagar. Saya tidak kenal wajah Tn. S sebelumnya.
Sepertinya tamu kani ini ngotot, tidak peduli ini hari Minggu.
Tn. S berkata “ Isteri saya mau berobat!”
Dijawab hari ini tidak praktek, ia ngotot minta berobat.
Saya tidak bergeming dan tidak membukakan pintu pagar.
Saya berkata “Saya tanya dulu apakah isteri saya mau menerima pasien atau tidak.”
Mendengar jawaban saya, Tn. S. gelisah dan berkata “Ya sudah kalau tidak boleh sih!”, sambil jalan menuju pintu Sedannya.
Lho... mau berobat kok begitu caranya. Apa mentang-mentang mereka orang kaya sehingga menganggap bisa membayar doctor fee dan memaksa minta berobat?
Saya lebih nyaman kalau mereka berkata lemah lembut dan minta berobat karena terpaksa sakitnya pada hari Minggu dimana dokter sedang tidak buka praktek.
Bila ini terjadi maka respon saya pasti akan berbeda. Manusiawi jugalah, menolong orang yang minta pertolongan.
Saya menjawab “Ada, ada apa ya?’
“Isteri saya sakit dan mau berobat!” Uh..ketus amat sih.
Saya berkata “Ini hari Minggu, kami tidak buka praktek”, sambil membuka gembok kunci pagar. Saya tidak kenal wajah Tn. S sebelumnya.
Sepertinya tamu kani ini ngotot, tidak peduli ini hari Minggu.
Tn. S berkata “ Isteri saya mau berobat!”
Dijawab hari ini tidak praktek, ia ngotot minta berobat.
Saya tidak bergeming dan tidak membukakan pintu pagar.
Saya berkata “Saya tanya dulu apakah isteri saya mau menerima pasien atau tidak.”
Mendengar jawaban saya, Tn. S. gelisah dan berkata “Ya sudah kalau tidak boleh sih!”, sambil jalan menuju pintu Sedannya.
Lho... mau berobat kok begitu caranya. Apa mentang-mentang mereka orang kaya sehingga menganggap bisa membayar doctor fee dan memaksa minta berobat?
Saya lebih nyaman kalau mereka berkata lemah lembut dan minta berobat karena terpaksa sakitnya pada hari Minggu dimana dokter sedang tidak buka praktek.
Bila ini terjadi maka respon saya pasti akan berbeda. Manusiawi jugalah, menolong orang yang minta pertolongan.
Ketika saya membuka pintu pagar, saya melihat wajah Tn. S dan Ny. S dan berkata “Saya tidak berkata begitu! Saya mau tanya isteri saya dulu mau menerima atau tidak”
Saya buka pintu pagar rumah kami. Mereka tidak mau / berani masuk halaman rumah kami ketika saya meninggalkan mereka untuk masuk ke dalam rumah dan bertanya kepada isteri saya, mau terima mereka atau tidak. Isteri saya bilang “mau”.
Lalu saya berjalan menuju pintu pagar kami untuk mempersilahkan Tn dan Ny. S masuk ke ruang tunggu.
Saya bilang kepada isteri saya bahwa Tn. S itu tidak sopan dan menjengkelkan saya.
Setelah isteri saya memeriksa Ny. S, pasien ini dan suaminya keluar dari rumah kami.
Saya bertanya kepada isteri saya “Apa yang mereka katakan tentang saya?”
Isteri saya bilang “Mereka meminta maaf berkali-kali, karena sudah mengganggu kita.”
Saya menjawab “Minta maafnya kok ke orang lain bukan kepada saya!” saya masih jengkel juga.
Lalu saya berjalan menuju pintu pagar kami untuk mempersilahkan Tn dan Ny. S masuk ke ruang tunggu.
Saya bilang kepada isteri saya bahwa Tn. S itu tidak sopan dan menjengkelkan saya.
Setelah isteri saya memeriksa Ny. S, pasien ini dan suaminya keluar dari rumah kami.
Saya bertanya kepada isteri saya “Apa yang mereka katakan tentang saya?”
Isteri saya bilang “Mereka meminta maaf berkali-kali, karena sudah mengganggu kita.”
Saya menjawab “Minta maafnya kok ke orang lain bukan kepada saya!” saya masih jengkel juga.
Saya membatin “ Ya Tuhan, ampuni kesalahan saya sehingga telah membuat orang lain kecewa, marah dan mungkin sekali mereka tidak mau datang berobat lagi.”
Kalau seandainya anda menjadi saya yang dokter, bagaimana respon anda ketika menghadapi orang / pasien seperti mereka? Terima kasih.
Kalau seandainya anda menjadi saya yang dokter, bagaimana respon anda ketika menghadapi orang / pasien seperti mereka? Terima kasih.
Sabar aja Dok...
BalasHapusOrang sabar dikasihani Tuhan lho??
To PanDe Baik:
BalasHapusBetul, saya harus bertindak lebih sabar lagi.
Orang yng sedang sakit temperamennya bisa berubah menjadi lebih sensitif, mudah tersinggung, mudah marah dsb.
Hanya saya mempunyai pesan: berpikirlah dahulu lalu bertindak, bukan bertindak dahulu lalu berpikir.
Artinya jangan menampar orang dahulu lalu minta maaf, tetapi berpikirlah dahulu sebelum menampar orang lain.
Lebih baik lagi kalau sesudah berpikir kemudian jangan menampar orang.
Kadang pasien itu lupa bahwa seorang dokter itu juga manusia yang mempunyai perasaan. Kadang moodnya sedang baik, kadang sedang tidak baik.
Sering kali pasien berpikir bahwa dokter itu siap 24 jam, setiap saat orang sakit lalu minta bantuan dokter dan tidak peduli dokternya siap atau tidak.
Kalau mau 24 jam, mestinya pergi ke Unit Gawat Darurat setiap R.S.( di USA, please call 911, mereka akan siap melayani pasien dalam 24 jam ), itupun tenaga Medis bekerja 2-3 kelompok yang berganti tiap 8-12 jam. Tidak mungkin tenaga medis bekerja 24 jam. Mereka juga mesti istirahat, agar tenaga mereka tetap fit.
Ini sekedar sharing saja. o.k.?
Makasih Dok atas sharingnya...
BalasHapusYang namanya DOKTER juga manusia kok jadi memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing tapi intinya Dokter juga butuh istirahat dan pastinya Dokter juga bisa sakit kok, ya nggak Dok???
To Rudy:
BalasHapusNo comment anymore.