Traffic jam atau kemacetan lalu-lintas, terjadi di kota-kota besar di seluruh dunia pada saat ini. Tiada hari tanpa macet. Bahkan saat ini di kota-kota kecilpun sudah terjadi termasuk di kota kami, Cirebon , Jabar.
Sudah banyak upaya yang diberlakukan, tetapi hasilnya nyaris tidak ada.
Kemacetan lalu-lintas akan berdampak:
- Banyak bahan bakar dengan harga yang makin tinggi akan terbuang sia-sia
- Banyak waktu yang terbuang, apalagi kalau falsafah “time in money” diberlakukan ketat.
- Membuat susah orang-orang yang harus tiba di suatu tempat dengan cepat ( wanita hamil yang mau melahirkan, korban kecelakaan lalu-lintas, rapat penting dan mendesak, mobil pemadam kebakaran dll ).
- Membuat banyak orang menjadi Stres terutama pasien Hipertensi, murid-murid sekolah, para karyawan.
---
Kemarin siang saya dan isteri terjebak macet dalam perjalanan pulang kerumah, 200 meter sebelum sebuah lintasan kereta api.
Dalam keadaan sehari-hari saja lintasan ini sering membuat macet setiap 30 menit sebab harus mendahulukan rangkaian kereta api rutin yang akan melintas.
Setiap mobil jalan merayap mendekati lintasan kereta api. 100 meter dari lintasan k.a. ini saya melihat ada sebuah truk pengangkut kontainer berputar yang berisi adukan semen diparkir di tepi jalan. Truk ini sudah mengambil setengah ruas jalan raya yang sudah sempit dan jalan makin sempit sehingga tidak heran membuat traffic jam .
Rupanya truk itu akan menumpahkan adukan semen untuk membuat / memperbaiki lintasan kereta api. Ada angkutan kota , becak, sepeda motor dan semerawutnya para supir, tentu saja akan membuat petugas makin pusing dan hanya dapat mengawasi traffic jam ini. Mau bagaimana lagi? seorang polisi lalu lintas yang bertugas tetapi nyaris tidak banyak membantu mengatasi traffic jam ini. Jalan makin sempit, jumlah kendaraan ( sedan, minibus angkutan
Saya bertanya dalam hati “Mengapa tidak dilakukan pada malam hari saja, dimana arus lalu lintas sepi?” Biaya lebih mahalnya ongkos karyawan akan terkompensasi dengan tidak terjadinya traffic jam pada siang hari. Seperti yang saya lihat di sebuah negara tetangga dekat.
Tahun 1993 kami pernah mengunjungi negara tetangga tadi. Ketika malam hari pukul 20.00 kami berjalan kaki di sebuah trotoir jalan ( yang nyaman dilewati pejalan kaki dan tidak dipakai untuk tempat berjualan seperti di negara kita ), saya melihat beberapa petugas sedang memperbaiki jalan raya hotmix.
Rupanya pada siang hari ada petugas lain yang sudah memberi tanda dengan kapur putih, dimana ada jalan yang aspal hotmix-nya terkelupas yang perlu segera diperbaiki. Petugas yang malam hari segera bekerja dengan menumpahkan campuran aspal hotmix dan segera diratakan dengan sebuah slender ( alat penggiling jalan ). Pekerjaan rutin ini tidak memakan waktu lama dan tidak membuat traffic jam. Kerjanya sangat efektip dan cepat karena dikerjaan oleh petugas yang profesional yang sudah rutin melakukannya.
Jalan raya yang rusak berat, karena sudah lama tidak diperbaiki tentu akan memakan waktu dan biaya yang besar dan waktu yang lebih lama dan tentu akan membuat arus lalu lintas sangat terganggu seperti di jalur Pantura menjelang Hari Raya Idul Fitri tiap tahun.
Jalan yang rusak dan segera diperbaiki, akan membuat pekerjaan lebih ringan, lebih cepat, biaya tidak besar dan tidak ada traffic jam. Suatu cara kerja yang efektip dan bermanfaat bagi semua pengguna jalan raya. Tidak ada kemarahan dan bisingnya bunyi klakson mobil yang tidak perlu. Di negara tetangga tadi, saya jarang mendengar bunyi klakson mobil. Kalau ada bunyi klakson mobil pasti ada yang tidak beres.-
Traffic jam emang bikin sumpek. Apalagi kalau sendirian dan ramai. Bikin hati hati panas. Masih mending kalau ada sopir. Kita bisa mainan HP.
BalasHapusTo Kencana,
BalasHapusMemang benar, beruntunbglah kalau kita mempunyai supir pribadi. Dalam perjalanan kita tidak pusing dengan kemacetan ( kan sudah ada supir ).
Mempunyai supir juga ada resikonya yaitu kita wajib membiayai sebuah keluarga ( isteri dan anak-anaknya ). Kalau bisa carilah supir yang masih bujangan sehingga tidak terlalu membebani ekonomi kita.
Salam.